Bab 2
Selesai kerja Fiore menginap di kamar kecil yang ada di minimarket, pemiliknya memperbolehkannya tidur di sana karena merasa kasihan. Selesai shift jam satu atau dua pagi, Fiore akan kerepotan kalau pulang karena letak kampus dekat minimarket. Selain itu menganggap Fiore sebagai pekerja yang rajin dan patuh, tahu diri untuk membantu bersih-bersih bahkan tanpa diperintah. Pegawai lain pun tidak ada yang mempermasalahkan itu. Hubungan Fiore dengan teman-teman kerjanya yang lain sangat baik. Tak jarang mereka berbagi makanan dan minuman dan sering mengobrol kala senggang. Dua pegawai lain berjenis kelamin laki-laki yang seumuran dengannya.
Pukul sembilan Fiore membawa motornya ke kampus. Ada kelas di jam sepuluh. Sebelum itu ia ingin ke pespustakaan. Susah payah mendapatkan bea siswa di kampus ini, Fiore akan melakukan semua hal untuk bisa lulus dan menjadi sarjana. Termasuk dengan berhemat uang, menjadi bulan-bulanan Diorna, dan banyak lagi. Cita-citanya menjadi sarjana, mencari pekerjaan yang bagus, dengan begitu bisa menjadi wali untuk adiknya. Tiba di parkiran, cuaca yang mendung sedari pagi kini menimbulkan hujan. Fiore terburu-buru menyimpan helm ke dalam motor dan bergegas ke bangunan terdekat untuk berteduh.
Ia mendesah, mengusap air yang membasahi jaketnya. Mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menyadari tidak ada orang lain di seketiranya. Bangunan tempatnya berteduh tergolong tua, dan banyak mahasiswa lebih senang menghabiskan waktu di bangunan baru yang lebih modern dan lengkap. Fiore mengulurkan tangan ke air hujan yang turun makin deras, memikirkan cara untuk pergi ke perpustakaan. Teringat lorong di samping bangunan yang jarang dilewati orang tapi merupakan jalan yang terdekat. Ia beranjak meninggalkan tempatnya berdiri, mencengkeram jaket untuk menutupi kemejanya lebih erat.
Benar dugaannya, lorong sepi dan penerangan pun minim. Ditambah hujan membuat suasan sedikit temaram. Fiore melangkah lebih cepat dan terhenti saat melihat sesuatu di cerukan lorong yang menghadap ke taman. Ia terbelalak, menatap sepasang laki-laki dan perempuan yang bergulat lidah dengan penuh nafsu. Sebenarnya ia tidak peduli dengan urusan orang lain, di bagian kampus lain banyak pasangan seperti ini tapi masalahnya adalah Fiore mengenali si perempuan yang sedang mencum laki-laki dengan penuh hasrat. Menghela napas panjang, Fiore berdehem keras.
"Anne?"
Tegurannya membuat pasangan itu terlonjak dan memisahkan diri. Anne terkesiap, menatap Fiore yang berdiri heran dengan salah tingkah, merapikan rambutnya yang acak-acakan karena ulah si laki-laki yang suka mencengkeram rambut saat berciuman.
"Fiore, tumben lo lewat sini?"
Fiore menggeleng, menunjuk pada pemuda tampan berpenampilan rapi yang kini berkacang pinggang di samping Anne. Pose pemuda itu terlihat sangat menantang, seolah ingin mengatakan pada Fiore kalau terganggu.
"Siapa dia?"
Anne tersenyum tipis. "Namanya Ardan, dan dia itu—"
"Anak fakultas hukum yang terkenal playboy, si Ardan itu?"
"Hei, ngomong apa lo?" bentak Ardan. Melambaikan tangan pada Fiore dengan gerakan mengusir. Wajah tampan, rambut kelimis, dengan wangi yang menusuk hidung menguar dari tubuhnya. "Sana pergi! Ganggu aja lo!"
Menggeleng bingung, pandangan Fiore menatap Anne lekat-lekat. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana bisa Anne selingkuh? Rexton memperlakukannya dengan sangat baik.
"Anne, bisa-bisanya lo? Gimana Rexton?"
Anne maju, menyambar lengan Fiore dan menyeretnya pergi. "Daah, honey. Aku ke kelas dulu, ketemu lagi nanti!" Melambai dan berpamitan pada Ardan sambil mengapit Fiore.
Langkah mereka menciptakan riak di antara genangan, hujan belum juga berhenti dan rasa dingin merembes ke hati Fiore karena perbuatan sahabatnya. Ia masih tidak mengerti kenapa Anne berselingkuh dengan laki-laki macam Ardan yang jelas-jelas seorang playboy? Tiba di dekat perpustakaan, Anne melepaskan cengkeramannya dan mendorong bahu Fiore dengan sedikit keras.
"Denger, gue minta lo rahasiakan ini dari Rexton."
Permintaan Anne membuat Fiore terbelalak. "Kenapa? Bukannya lo memang harus jujur sama dia?"
"Bukan urusan lo, njir. Kenapa, sih, lo selalu kepo sama urusan orang lain? Gue mau siapapun, itu bukan urusan lo, Fiore. Kita hanya teman, lo bukan nyokap atau bokap gue. Jangan sok ngatur!"
Fiore mendengkus, menatap Anne yang marah sambil menyugar rambur. Harus diakui, Anne memang sangat jelita, tidak heran kalau menjadi pujaan banyak laki-laki. Tapi bukan berarti boleh bersikap semena-mena.
"Gue nggak ngerti sama lo. Rexton itu baik, sekarang lagi study S2 biar kelak bisa dapat kerjaan yang lebih baik demi masa depan kalian. Kenapa lo malah selingkuhi?"
Anne mengangkat bahu, tersenyum kecut membuat wajah cantiknya terlihat angkuh. "Gue tahu dia baik, tapi masalahnya baik aja nggak cukup untuk hubungan. Cinta aja nggak bikin kenyang. Gue pingin kayak cewek lain yang punya pacar kaya, bisa pergi ke bar, restoran mewah, atau ke liburan ke tempat yang seru. Pacaran sama Rexton, palingan hanya jajan di mini market lo. Sesekali beli pizza, karena gajinya jadi pengantar dan pelayan restoran nggak seberapa. Mana bisa gitu?"
Penjelasan Anne sangat tidak masuk akal menurut Fiore. Bagaimana bisa sebuah hubungan selalu diartikan dengan uang. Kalau memang uang tujuan, harusnya hubungan itu tidak pernahb dimulai. Fiore teringat akan Rexton yang datang ke minimarket hampir setiap hari hanya untuk membeli barang-barang yang diminta Anne dan seluruh keluarganya, ternyata pengorbanan seperti itu pun tidak dihargai.
"Kenapa lo mau terima cintanya Rexton kalau gitu?"
"Terpaksa, saat itu gue lagi jomlo dan kebetulan lagi butuh uang juga buat bayar ini dan itu. Rexton biarpun nggak kaya tapi royal. Coba dia punya uang lebih atau minimal pekerjaan yang gajinya tinggi, nggak bakalan gue selingkuh. Arda itu kaya, tampan, dan juga royal. Jelaslah gue harus milih Arda dibandingkan Rexton."
Fiore memejam, menatap Anne dengan pandangan tidak percaya. Seolah tidak mengenali perempuan muda di hadapannya adalah sahabatnya selama ini. Kenapa Anne bisa berubah drastis begini?
"Gue nggak peduli lo mau milih siapa tapi lo harus jujur sama Rexton."
"Itu urusan gue!"
"Lo nggak boleh egois!"
"Diem lo! Udah gue bilang itu urusan gue dan lo jangan ikut campur. Mending lo urusin nyokap tiri lo yang pemabuk dan adik lo yang pincang itu!"
Anne membalikkan tubuh dan setengah berlari meninggalkan Fiore. Hujan telah mereda tapi hati Fiore menjadi jauh lebih dingin. Menggigil bukan hanya karena hujan tapi juga pertengkaran dengan Anne. Bagaimana bisa sahabatnya yang begitu cantik dan lembut ternyata menyimpan keinginan yang keji? Rela menipu laki-laki hanya demi uang? Fiore merasa iba pada Rexton yang selama ini memperlakukan Anne dengan tulus. Ia tidak mengerti kenapa perasaan manusia bisa begitu rumit soal cinta.
Sepanjang hari Fiore tidak berkonsentrasi. Penjelasan dosen tidak ada satu pun yang menyangkut di benaknya. Hatinya dipenuhi dengan kesedihan. Persaan muram itu berlanjut hingga satu Minggu ke depan. Selama itu pula ia tidak pernah melihat Anne. Bila biasanya gadis itu selalu datang saat malam untuk menunggu Rexton belanja, selama beberapa hari ini tidak. Hanya Rexton yang tetap belanja seperti biasa dan menyapa ramah padanya.
"Fiore, kamu rajin sekali. Pagi kuliah, siang ngurus adik, sore kerja, ya ampun, aku jadi malu sama kamu."
"Kenapa malu?"
"Karena aku tidak segiat kamu."
Pujian Rexton membuat Fiore tertawa lirih. "Kamu juga hebat, masih mengejar gelar pendidikan padahal bisa saja kamu kerja dengan gelar yang ada."
Rexton mengangkat bahu. "Gimana, ya? Aku perlu gelar ini buat masa depan juga. Makanya nggak boleh lelah dan menyerah, kalau nggak nanti aku malu sama kamu."
Fiore yang jatuh cinta pada Rexton dari pandangan pertama, menyimpan kekaguman dalam diam. Ikut bahagia saat Rexton menjalin hubungan dengan Anne, meskipun dirinya juga menyimpan rasa cinta. Karena perasaan cinta pada Rexton dan toleransinya pada sang sahabat membuat Fiore menutup mulut untuk perbuatan Anne. Sayangnya ungkapan yang sering dikatakan orang-orang itu benar adanya. Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Tidak peduli seberapa rapat bau busuk disimpan, pasa akhirnya akan menyebar.
Suatu malam Rexton datang di kala jam kerja Fiore menjelang selesai. Tidak mengatakan apa pun, hanya menenggak bir dingin dalam jumlah banyak di meja bundar depan minimarket. Fiore mendatangi laki-laki itu dengan pandangan bingung karena tidak biasanya Rexton mabuk.
"Rexton, kamu minum banyak sekali."
Rexton menarik kursi dan meraih lengan Fiore. "Duduklah, kamu pasti capek karena berdiri berjam-jam."
Fiore duduk di samping Rexton, menatap wajahnya yang memerah karena alkohol. Menduga-duga apakah terjadi sesuatu yang menbuat Rexton terguncang hingga ingin mabuk.
"Apa yang terjadi?" tanyanya.
Rexton menandaskan kaleng ketiga, meremas kaleng dan melemparkannya ke tempat sampah. Lemparannya cukup akurat dan kaleng masuk ke tempat sampah dengan bunyi gelontang.
"Anne selingkuh."
Fiore mengerjap. "Apa?"
Rexton menghela napas panjang, mengusap wajah dan berkata dengan suara penuh kemuraman. "Aku nggak nyangka kalau Anne bakalan selingkuh. Selama ini aku pikir dia tipe perempuan yang baik hati dan setia tapi ternyata aku salah."
Meneguk ludah, Fiore bertanya dengan lirih. "Gimana kamu tahu kalau Anne selingkuh."
Rexton menatap Fiore lekat-lekat saat menjawab. "Aku mengantar makanan dari restoran mi, tempat kerjaku yang baru ke apartemen dekat kampus dan tebak, siapa di sana?"
"Anne?"
"Benar, si laki-laki hanya memakai celana boxer saat membuka pintu. Meminta kekasihnya mengambil uang dan ternyata si kekasih adalah Anne, memakai baju tidur tembus pandang. Ya Tuhaan!"
Fiore kehilangan kata-kata untuk menanggapi. Menatap Rexton yang menelungkup di atas meja dengan perasaan campur aduk antara lega dan iba.
.
.
Di Karyakarsa update bab 10.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top