Bab 14
Niat Rexton datang untuk bicara dengan kakek sialnya malah disuruh menemani Fania berkeliling dan melihat-lihat tempat kerja. Demi sopan santun ia tidak menolak. Namun alih-alih berjalan-jalan ia mengajak Fania mengobrol di ruang tunggu. Sedang tidak mood untuk bertemu dengan banyak orang dan menyapa. Lebih enak seperti ini, minum kopi dan mendengarkan cerita gadis itu. Belakangan ia tahu kalau mereka berada di kampus yang sama. Untuk sekarang ini Rexton merahasiakan dari Fania kalau dirinya menempuh pasca sarjana di sana.
"Kamu kuliah di luar negeri?"
"Iya."
"Berarti lama di sana?"
"Lumayan."
"Kenapa kembali kemari? Orang-orang bilang hidup di luar negeri lebih nyaman."
"Kembali demi keluarga."
Fania menatap Rexton yang minum kopi dan terlihat enggan menanggapi obrolannya. Ia sedikit heran karema baru kali ini ada laki-laki yang mengabaikannya. Ia adalah model terkenal, keluarganya juga kaya raya, dua hal itu adalah daya tariknya yang paling kuat. Tidak sedikit laki-laki yang menyukai dan mengejarnya karena dua alasan itu. Sepertinya Rexton berbeda, karena terlihat tidak tertarik dengannya. Fania menyimpan tanda tanya di hati, menduga kalau Rexton sengaja melakukannya agar dicap sebagai laki-laki cool. Bukankah ada tipe orang seperti itu? Tidak suka ikut arus?
Penampilan Rexton tidak terlihat seperti anak miliarder. Cenderung terlihat seperti pegawai pada umumnya. Apakah kesehariannya memang begini atau ada alasan lain? Entah kenapa semakin dingin sikap Rexton padanya justru membuat Fania makin tertarik.
"Kamu kerja di sini? Maksudku memang pimpinan di perusahaan ini?"
Rexton menggeleng. "Tidak, di sini masih daddy yang pimpin."
"Gitu, kamu nggak pingin ikut kerja di sini?"
"Nggak!"
"Kenapa?"
Menghela napas panjang, Rexton merasa Fania sangat cerewet. Mungkin inilah bentuk basa-basi dari orang yang baru kenal sayangnya ia sedang tidak mood mengobrol panjang lebar. Terutama dengan orang yang tidak dekat dengannya. Ia meraih ponsel, mengirim pesan untuk sang kakak.
"Nggak ada alasan khusus."
Hening, tidak ada lagi percakapan karena Fania kehabisan pertanyaan. Sebenarnya ada banyak sekali hal yang ingin diketahuinya tapi tanggapan Rexton yang acuh tak acuh membuatnya gentar. Tidak menarik kalau kita terus bicara sedangkan lawan kita justru menganggap membosankan. Fania menggigit bibir dengan bingung. Tidak mengerti bagaimana caranya mengajak bicara agar ditanggapi dengan ramah.
Pintu ruang tunggu terbuka, Riona muncul dan tersenyum pada keduanya. "Rexton, ada di sini rupanya. Aku cari-cari dari tadi."
Rexton bangkit dari sofa. "Kak, ada apa?"
"Kita ke ruanganku. Ada sesuatu yang penting harus kita bicarakan. Eh, cewek cantik ini siapa?"
"Fania, cucu Kakek Ilham."
Rioan melambaikan tangan dan menyapa ramah. "Halo, Fania."
Fania mengangguk. "Halo juga. Ini kakaknya Rexton?"
"Benar, namaku Riona."
"Oh, halo Kak Riona."
Riona meraih lengan Rexton. "Sorry, Fiona. Aku bawa adikku dulu, ya? Kami jarang ketemu soalnya."
Fania mengangguk. "Silakan, aku nggak akan ganggu."
Rexton mengangguk kecil pada Fania untuk berpamitan dan membiarkan Riona menyeretnya pergi. Sang kakak mengomel panjang lebar tentang banyak hal dari mulai pekerjaan sampai kebiasaan suaminya yang suka main game. Begitu tiba di lorong, berbisik pada Rexton.
"Aku punya firasat buruk."
"Tentang apa?"
"Jangan-jangan dia datang buat dijodohin sama kamu?"
Rexton mendesah, meskipun firasatnya mengatakan hal yang sama tapi akalnya menolak untuk mengakui. "Semoga saja nggak, aku nggak suka sama cewek model Fania gitu."
"Kenapa?"
"Terlalu cantik justru nggak menarik."
"Persepsi aneh. Bilang aja kalau kamu punya cewek lain, ya'kan? Setelah putus dari cewekmu itu, kamu naksir cewek lain? Hayo, ngaku!"
Rexton tergelak, tidak bisa merahasiakan apa pun dari sang kakak. Saat ini memang ia sedang berusaha mendekati Fiore dan akan berjuang untuk mendapatkan gadis itu. Fania, Anne, atau gadis lain tidak membuatnya tertarik.
**
Fiore mempersiapkan stand bazar bersama teman-temannya dengan sangat tekun dan hati-hati. Karena dirinya salah satu yang mengusai ilmu masak-memasak maka semua urusan makanan diatur olehnya. Teman-teman yang lain hanya membantu. Ia berangka ke dapur untuk memasak pukul tiga pagi, berniat menaiki ojek online tapi Rexton yang ingin mengantar.
"Memangnya aku tega kalau kamu tengah malam buat jalan keluar? Biarpun pakai ojek tetap aja nggak yakin."
Rexton mengantar naik motor dan berjanji akan datang saat siang.
"Harus datang, jangan sampai lupa."
"Tenang aja, Fiore. Aku pasti datang dan udah siapin uang yang banyak."
"Benar, ya? Pasti borong?"
"Pasti borong."
Teman-teman Fiore yang datang lebih dulu meledeknya habis-habisan, mengatakan enak punya pacar yang selalu perhatian. Saat salah seorang bertanya apa benar Rexton itu mantan Anne, dengan tegas Fiore menjawab.
"Bener, tapi gue sama Rexton nggak ada hubungan apa-apa. Dia nganter karena kebetulan kita tinggal satu kos."
"Satu kos?"
"Iya, beda kamar. Istilahnya, kita bertetangga."
"Anne sudah sama Ardan sekarang. Kalau lo suka sama Rexton, begitu pula sebaliknya, ya udah, embat aja!"
Fiore hanya tertawa menanggapi perkataan teman-temannya. Tidak semudah itu menjalin hubungan dengan laki-laki, terutama keadaan Fiore belum stabil. Ia tidak ingin berpacaran menambah beban hidup, meskipun memang sangat suka dengan Rexton. Ia rela menunggu sampai nanti waktunya tiba untuk mengungkapkan perasaan. Sementara ini sudah cukup puas dengan hubungan yang sekarang.
Bazar dimulai pukul sebelas siang. Stand memenuhi halaman Utara kampus dan para mahasiwa sibuk memilih makanan. Stand Anne dan teman-temannya terbilang sangat ramai karena menyediakn beragam makanan viral, banyak orang memprediksi kalau stand Anne akan mendapatkan hasil paling banyak. Fiore tidak peduli dengan semua itu, yang terpenting banyak yang suka dengan masakannya.
"Gado-gado dibungkus rice paper, dipotong-potong, dikasih sambal dan kerupuk. Fiore, lo beneran kreatif!" puji para mahasiswa yang membeli. "Masakan elo enak banget!"
"Makasih, jangan lupa beli yang banyak." Fiore berucap manis pada semua orang yang datang ke standnya.
Fiore tidak menduga kalau standnya akan menjadi yang pertama habis terjual. Di saat stand lain masih banyak sisa makanan, punya mereka bahkan kurang. Semua terjadi saat pukul satu siang sekumpulan mahasiswa teknik datang dan memborong semuanya. Ludes saat itu juga dan mengalahkan stand yang lain. Fiore dan teman-temannya bersorak bersamaan.
"Kita nomor satu!"
"Kita menaang!"
Saat Rexton datang, tidak ada lagi makanan yang tersisa. Beberapa mahasiswa yang ingin membeli pun terpaksa kecewa.
"Hebat sekali, jam segini udah habis," puji Rexton takjub.
"Maklum, ternyata banyak mahasiswa lapar."
"Keren kamu Fiore."
"Semua karena kamu. Kalau bukan karena ide dari koki kenalanmu, aku nggak bakalan bisa bikin kreasi. Sini duduk, aku sisain satu porsi siomay dan es teh."
Rexton duduk di bangku, makan siomay sementara Fiore membereskan stand bersama teman-temannya. Mereka akan pulang setelah ini selesai, Fiore mengeluh capek dan mengantuk. Rexton menikmati siomay ikan tenggiri dengan bumbu kacang, merasakan lidahnya berdecak nikmat. Fiore memang pandai dalam hal masak memasak.
"Rexton, apa kabar? Kamu di sini? Kenapa nggak mampir ke stand aku?"
Rexton menoleh, menatap Anne yang berdiri di sampingnya. Pertemuan yang tidak diharapkan ini membuatnya terdiam. Entah apa yang diinginkan Anne sekarang.
"Rexton, standku jualan kue-kue enak. Ke sana, yuk. Ada tendanya. Dari pada duduk di bawah pohon begini, banyak semut takutnya."
Menatap Anne yang mengundangnya dengan penuh harap, Rexton menolak dengan tegas. "Aku makan di sini aja."
"Tapi—"
"Aku nggak suka kue manis."
"Kami ada cemilan yang asin dan gurih juga."
Rexton mengangkat piringnya yang sudah kosong. "Aku kenyang."
Anne menggigit bibir dengan putus asa, niatnya mengajak Rexton dan ternyata ditolak. Ia makin marah saat Fiore mendekat.
"Cewek sialan! Pagar makan tanaman, nggak tahu malu!" makinya pada Fiore yang terbelalak.
.
.
.
Di Karyakarsa update bab 55.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top