Chapter 20

Playlist
Dreamcatcher - Deja Vu
(Jangan lupa streaming guys. Lagunya enak banget)

Hi, aku kembali dengan cerita ini
Pastikan kalian membacanya dengan sangat cermat 😂

Senang bisa nulis cerita lagi
.
.
.
.

Tidak ada sesuatu yang mutlak di dunia ini, baik itu yang benar atau pun yang salah.

Untuk memperoleh kebahagiaan terbesar dalam hidup.

Kau harus bertahan dari kesulitan yang paling mengerikan!

---***---

June benar-benar membawa Sinb pergi ke sebuah resturan yang membuat Sinb merasa bernostalgia. Ia bahkan berpikir jika June telah mengingat semua hal yang pernah mereka lalui bersama. Bahkan saat ini pun Sinb masih terus memperhatikan gerak-gerik pria ini yang selalu menyebalkan dan pongah seperti biasa.

"Kau ingin memesan apa?" June bertanya, membuat lamunan Sinb buyar.

"Terserah kau saja," jawabnya dengan malas. 

June pun memanggil pelayan dengan gaya sok elegannya dan Sinb ingin sekali menertawakannya. Namun, lagi-lagi ia menyembunyikan kegeliaannya itu.

"Kenapa aku merasa tidak asing dengan semua ini?" gumam June yang seketika membuat Sinb mendesah. Pria ini masih saja melupakan semuanya dan Sinb tidak akan mau mengatakan semuanya. Menjadi seperti ini, sudah lebih dari cukup.

Setelah makan bersama, mereka tidak perlu untuk saling bertemu lagi. Ini hanya balas budi Sinb untuk perbuatan baik June malam itu.

Ya, hanya untuk itu. Beberapa kali Sinb mengatakan itu dalam pikirannya. Ia tidak boleh jatuh lagi, semuanya telah cukup.

"Apa yang kau pikirkan?" June kini memperhatinya, membuat Sinb sedikit terkejut.

"Banyak hal ...," jawab Sinb mengambang dengan ekspresi yang sulit untuk June pahami.

June pun terus memandangi wajah Sinb yang penuh dengan pikiran itu. "Kenapa aku selalu merasa jika kau bukan seseorang yang asing?" tanyanya yang tentu saja membuat Sinb mendengus.

"Tentu saja, dia Hwang Sinb gadis yang seharusnya kau cari dan memberitahuku secepatnya!" sahut seseorang yang kini duduk di sebelah June, menatap Sinb lekat.

"Jadi benar gadis ini, Hanbin-ah?" June terlihat mulai tertarik dan Hanbin mengangguk.

"Wah, sungguh kebetulan yang aneh," gumam June yang tak dipedulikan oleh Sinb serta Hanbin. Mereka nampak berpandangan, Hanbin dengan tatapan penuh rindu, sementara Sinb dengan tatapan nanarnya.

"Bagaimana kabarmu?" Hanbin memulai pembicaraan, suaranya cukup ringan dan terdengar seolah tak terjadi apa pun di antara mereka.

Sudah lama, semenjak Hanbin meninggalkannya tanpa kata. June yang seharusnya bisa memberikan penjelasan untuk semua hal, kini terbelenggu dalam ketidak tahuan. Hanya tersisa kesalah pahaman yang semakin membesar.

"Apa kau tidak akan menjawabnya? Kau tahu, ia mencarimu seperti orang gila dan aku tidak punya banyak waktu luang karena harus terus mencarimu, karena jika tidak? Hanbin akan terus mengocehiku," keluh June yang membuat Sinb seketika tersenyum sinis.

"Benarkan? Untuk apa? Kau membutuhkan sesuatu dariku?" tanya Sinb terdengar dingin membuat Hanbin menghela napas. Sepertinya, Sinb tidak akan mudah untuk memaafkannya.

"Karena aku merindukanmu, sangat merindukanmu," akui Hanbin tanpa menutupi apa pun. June yang menyadarinya hanya bisa diam, entah bagaimana tiba-tiba suasana di sini menjadi begitu suram dan begitu juga dengan hatinya, rasa bercampur ini benar-benar aneh baginya.

"Jangan membual. Hidupmu sudah lebih baik tanpa diriku. Lagi pula kita bukan siapa-siapa," ucap Sinb yang tentu membuat Hanbin terluka, tapi ia tahu jika Sinb juga sudah terlalu lama terluka karenanya.

"Kenapa kau dingin sekali kepadanya? Hanbin, untuk apa kau mencari gadis yang bahkan tak memperdulikanmu," sela June yang membuat keduanya menatapnya tajam.

"Wae? Kenapa seolah aku yang salah di sini? Bukankah kalian mencoba untuk saling mendebat?" tanya June dengan wajah tanpa salahnya membuat keduanya menghela napas untuk menetralkan segala kekesalannya untuk satu makhluk menyebalkan seperti June.

"Sepertinya aku harus pergi." Sinb berdiri dan June terlihat terkejut.

Hanbin mendesah. "Duduk atau aku akan membatalkan kontrak dengan perusahaanmu bekerja," ancamnya.

"Kim Hanbin, keparat kau!" maki Sinb dan Hanbin hanya bisa tertawa.

Dulu, menjadi makian Sinb setiap saat adalah hal yang cukup lucu dan membuatnya semakin ingin membuat Sinb marah karena kemarahan wanita ini membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

"Kau ini gila atau bagaimana? Berhenti menggunakan cara picik seperti itu," tegur June yang tentunya sangat ajaib, membuat baik Sinb dan Hanbin geli sendiri. June terkadang sama piciknya, tapi itu hanya ia lakukan pada wanita picik lainnya dan ia selalu menganggap itu hanya trik kecil. Jika itu wanita baik-baik seperti Sinb, ia tak akan berani melakukannya. Sungguh, ia berubah terlalu banyak karena kecelakaan itu.

"Tak terlalu buruk juga melihatmu menjadi idiot menyebalkan seperti ini," kata Hanbin.

"Rasanya aku ingin memotong lidahmu yang sok suci itu," ucap Sinb dengan gemasnya.

Kali ini June yang menghela napas. "Dan kalian menyerangku kembali? Wah, kalian benar-benar seperti pasangan penjahat saja!" ucap June yang tentu membuat keduanya tertawa.

Akhirnya Sinb mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia mengobrol dengan kedua orang ini dan membahas banyak hal tak penting lainnya sampai malam menjelma.

---***---

"Jadi kalian bertemu dengannya, syukurlah." Yunhyeong menghela napas. Wajahnya menggambarkan kelegaan tiada tara, saat Hanbin meneleponnya beberapa menit yang lalu. 

Kemudian ia tersenyum dalam ketermenungan. "Sudah lama, apa kau baik-baik saja Sinb-ah ...," gumamnya yang tanpa sadar dari balik pintu Minyeon dengar.

"Sinb? Apa kau masih berhubungan dengannya?" tanyanya yang tiba-tiba saja menerobos masuk begitu saja.

"Aku sudah katakan kepadamu untuk tak masuk kantorku dengan sembarangan. Ini kejaksaan bukan tempatmu untuk mendekteku," serang Yunhyeong yang tentunya tak menyukai kehadiran Minyeon yang secara tidak sopan.

Minyeon tersenyum sinis, seketika wajah bak dewi itu terkesan menakutkan. "Kau sudah berjanji kepadaku untuk tak berhubungan dengannya, tapi sekarang ini apa?" sentaknya dan Yunhyeong menghela napas panjang.

"Aku tidak akan menemuinya, jadi kau tak perlu khawatir." Suara Yunhyeong melunak seketika, membuat Minyeon segera memeluknya.

"Kau harus menepati janjimu," gumam wanita ini dan Yunhyeong mengangguk dalam keterdiaman. Ia memang berjanji untuk tidak menemui Sinb, hanya untuk menjaga keamanan wanita itu dari kenekatan Minyeon.

Bukan Yunhyeong tak tahu jika Minyeon beberapa kali berencana membunuh Sinb bersama Jiso, kedua gadis ini cukup mengerikan dan Yunhyeong sudah berjanji kepada Hanbin untuk tetap waspada kepada siapa pun yang mencoba untuk melukai Sinb. Mungkin saat ini mereka telah memiliki kekuasaan, tapi mereka belum bebas sepenuhnya dari bayang-bayang orang tua mereka. Terlalu sulit karena sampai detik ini para pria tua itu masih menjadi pemeran utama di balik layar pemerintahan yang berjalan.

Mungkin, Yunhyeong harus bersabar dan menguatkan hatinya. Ini sudah lebih dari 10 tahun, dirinya mencoba untuk bersabar. Jadi, ia akan menunggu sedikit lagi waktu untuk rencananya dengan Hanbin berhasil.

---***---

Pagi menjelma dengan langit cerah, secerah hati seseorang yang saat ini menatap seorang wanita yang tertidur begitu lelapnya. Hanbin, tak bisa berhenti tersenyum melihat Sinb di depan matanya.

Semalam, saat mereka melakukan ronde kedua dari acara reuni dadakan ini. Hanbin mengajak mereka berdua untuk pergi ke klub miliknya secara tak langsung. Minum-minum sambil memaki satu sama lain, membuat June yang tak mengingat apa pun menjadi kesal karena paling banyak mendapat makian. Pada akhirnya, June memutuskan untuk turun ke lantai dansa dan menemukan seorang wanita untuk bermalam dengannya.

Tersisa Hanbin dan Sinb yang sudah benar-benar mabuk. Hanbin pun membawanya di ruangan lain dari klub miliknya dan menidurkan Sinb di tempat ini. Tidur di sampingnya, terjaga sepanjang malam hanya untuk menatap wajah Sinb yang begitu ia rindukan selama ini.

Sinb beberapa kali bergerak-gerak meskipun masih terpejam. Hingga akhirnya tanpa sengaja, ia memeluk Hanbin yang Sinb sangka guling. Membuat gadis ini memaksa matanya untuk terbuka.

"Kau!" Sinb memekik dan Hanbin hanya menertawainya.

Melihat hal ini, Sinb pun mendorong tubuh Hanbin, bahkan menendangnya.

"Entahlah kau!" teriaknya kesal.

"Yak! Kenapa kau masih saja kasar seperti dulu? Kita sudah lama tidak bertemu. Haruskah kau menyambutku dengan cara seperti ini?" Hanbin memprotes tindakan Sinb dan wanita ini hanya memutar bola matanya.

"Kau tau, aku belum memaafkanmu! Kau meninggalkanku seperti sampah. Sama seperti mereka, semua orang juga melakukan hal yang sama. Aku tahu semuanya Hanbin, jangan coba lagi untuk menutupinya," ucap Sinb dengan serius, membuat wajah Hanbin menegang.

"Apa yang kau tahu?" tanyanya dengan was-was.

"Orang tuaku dan siapa yang membuat mereka harus pergi dariku." Seketika Sinb terlihat menghela napas dalam. Ia selalu merasakan beragam perasaan saat menyebutkan tentang orang tua kandungnya.

"Jangan katakan kau pergi karena ini? Kau, Yunhyeong dan June mencoba untuk menutupinya dariku, bukan?" Kenapa dugaan seperti ini baru saja terpikirkan oleh Sinb. Memang sangat aneh, saat Sinb merasa Hanbin, Yunhyeong meninggalkan dirinya tapi tidak dengan June. June, mungkin akan menghajarnya, jika Hanbin melakukan hal ini kepadanya. Namun, kenyataannya June tetap diam saat itu. Sehingga, saat ini Sinb dapat mengambil kesimpulan akhir jika mereka semua telah tahu segalanya, sebelum Sinb tahu.

Jadi, selama ini kepedihan yang ia peroleh adalah omong kosong. Sebab, ia terus memendam kebencian dan kekecewaan terhadap  teman-temannya. Namun, kenyataannya mereka mencoba untuk melindunginya secara diam-diam.

Hanbin terlihat menghela napas. Wajahnya terlihat begitu sedih dan Sinb seketika menangis. "Wae? Kenapa kau menyembunyikannya dariku? Kalian tak perlu berusaha cukup keras untuk menolongku," ucapnya histeris

Perasaan yang selama ini ia pendam kini menguar begitu saja. Air mata gadis ini mengalir deras, merasa bersalah dan sedih dalam bersamaan. Seharusnya ia tetap percaya pada Hanbin yang semenjak dulu tidak akan pernah meninggalkannya meskipun mereka harus terpisahkan oleh kematin. "Mianhae ...," lirih Sinb yang kini memeluk Hanbin yang berada di hadapannya.

"Tidak, kau tidak bersalah. Aku yang menginginkan kau membenciku, agar aku bisa menjauhimu untuk sementara waktu. Maafkan kami, Sinb-ah ...," Hanbin pun membalas pelukan yang selama ini ia begitu rindukan. Hanbin tidak pernah menyangka, jika Sinb semudah itu menebak rencananya selama ini. Namun, ini baru rencana awal, Sinb tidak boleh tahu rencana besarnya yang lainnya.

"Aku merindukanmu, sangat ...." Hanbin tiba-tiba mencium dahi Sinb, membuat wanita ini memejamkan matanya. 

Ketika ciuman itu jatuh pada bibir Sinb, matanya membuka dengan ekspresi keterkejutan. Hanbin pun membuka matanya, mencoba untuk melihat respon Sinb. "Hanbin-ah ...," panggil Sinb dengan bingung.

"Apa aku boleh menyukaimu? Seperti seorang pria menyukai seorang wanita?" tanya Hanbin dengan serius, membuat Sinb menganga.

Tidak pernah sedikit pun Sinb berpikir tentang suasana secanggung ini dengan Hanbin. Apa lagi saat ia mengatakan menyukainya dan hal ini membuat Sinb akan gila.

"Kita bukan saudara, kenapa kau seterkejut itu?" kata Hanbin yang bahkan kini menarik Sinb, memeluknya kembali.

Sinb semakin membatu, ia tak tahu bagaimana menangani hal ini. "Coba apa yang kau pikirkan, jika aku menyukaimu?" Lagi, Hanbin mencoba untuk mengetahui isi hati Sinb.

"Aku tidak tahu," ucap Sinb, sembari menikmati pelukan hangat yang telah lama ia rindukan.

Hanbin tersenyum. "Akan ku pastikan kau menyukaiku," tekatnya yang tentu membuat Sinb semakin kikuk dan malu.

"Kau! Apa kau tidak tahu seberapa terkejutnya aku? Setelah kita menjadi sepupu, tiba-tiba saja kau menyukaiku dan ingin menjadikanku kekasihmu. Pikirkan saja, ini sungguh membuatku akan gila," keluhnya dan kali ini Hanbin semakin memeluknya erat.

"Aku tahu, tapi aku tidak bisa mundur lagi. Aku tidak bisa melepaskanmu untuk siapa pun." Kali ini Hanbin melepaskan pelukannya, tatapannya cukup intens, membuat Sinb semakin tak karuan.

Kali ini kepala Hanbin mendekat kembali, memisahkan jarak di antara keduanya. Sinb dapat merasakan napas hangat Hanbin saat hidung mereka saling bersentuhan.

Seketika, hatinya bertanya. Apa ini benar? Hubungan antara dirinya dengan Hanbin? Bagaimana jika bibinya tahu? Apa bibinya itu akan kecewa kepadanya?

"Ha-hanbin ...." Sinb berusaha menghentikan ciuman Hanbin yang cukup panas, tapi sepertinya ia gagal karena Hanbin tak akan pernah berhenti dan sepertinya kini ia terhanyut dalam lumatan-lumatan dan sensasi hangat nan menyenangkan dari seorang Hanbin. Sangat jauh berbeda saat ia berada di sekitar Yunhyeong.

Entah semenjak kapan, perasaan itu hadir? Sinb tidak tahu, tapi ia sudah merasa akan sulit mengakhirinya.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top