Chapter 18
🎶Playlist🎶
Lee Hi feat G. Soul - No Way
.
.
.
Masih menunggu cerita ini???
.
.
.
Aku sebenernya juga menunggu 😂😂😂
.
.
.
Vote x Komen
Jangan lupa
😉😉😉
.
.
.
Thanks untuk semua yg menunggu
😘😘😘
.
.
.
.
.
HAPPY READY
📖📖📖
.
.
.
Perasaan kecewa yang bergemuruh untuk setiap kebohongan dan penghianatan, terkadang membuat segalanya semakin sulit untuk dilalui bersama.
Bertahan dengan sesuatu yang telah rapuh bahkan lebih sulit dari ketika mengharapkan pagi lebih cepat datang.
Dalam ketidak pastian hati ini, aku selalu berharap akan ada jalan untuk berlari ditengah reruntuhan.
---***---
Sebuah sungai nampak terlihat mengkilat dengan pantulan cahaya lampu jalanan. Seseorang menerawan, menatapnya dengan sendu dari atas jembatan. Meminum sisa bir dalam kaleng kemudian meremasnya dan membuangnya kebawah.
Seseorang disampingnya mendesah, beberapa kali memandangi wanita ini dengan perasaan tak enak. "Ayo pulang, jangan seperti ini. Bukankah kau sudah berjanji kepada nenekmu akan menjadi gadis yang baik?" nasehatnya yang membuat wanita itu tertawa tanpa suara.
"Gadis yang baik? Bagaimana aku bisa menjadi gadis yang baik saat aku saja tak merasa semua baik-baik saja. Bukankah ini lucu, jika kenyataannya aku dilahirkan dengan berbagai misteri. Beberapa kali seseorang mencoba membunuhku, untuk alasan apa aku sendiri tidak tahu. Semua orang seperti kendaraan datang dan pergi sesuka hati mereka tanpa bertanya, apakah aku bisa menerima mereka atau tidak," ungkap Sinb dengan lirih, kemudian gadis ini menghela napas.
"Aku lelah untuk berpikir, apa lagi untuk mempercayai seseorang. Tapi bodohnya, aku tetap seperti ini, membutuhkan banyak orang untuk berada di sekelilingku. Menurutku, cerita dalam beberapa drama itu bohong, jika semua orang bisa saja hidup sendirian dengan sangat kuat," lanjut Sinb dengan segala isi hatinya yang selama ini tidak pernah ia ucapkan kepada siapa pun. Dalam keadaan mabuk, semua orang dengan mudah mengatakan segalanya.
"Kalau begitu, kenapa kau menolak lamaran Jinhwan hyung? Tapi saat ia datang ke kantormu, kau malah mengatakan jika ia adalah tunanganmu?" Chanwoo tak memahami sama sekali satu wanita ini. Pemikirannya lebih rumit dari khasus pembunuhan yang pernah ia pecahkan.
"Aku tidak ingin menjadikannya pelampiasan, atas ketidak puasanku terhadap kehidupanku sekarang dan mengenai pengakuan itu, jika nanti kau datang ke kantorku untuk kunjungan tiba-tiba, mungkin aku akan bilang jika kau adalah kekasih gelapku," kata Sinb sambil tertawa.
"Dasar kau!" Chanwoo pun tersenyum.
"Biarkan saja! Kau tidak tahu saja, mereka semua sangat angresif terhadap pria. Entah ini adalah bentuk dari pelampiasan mereka karena pekerjaan menjadi editor itu cukup rumit dan membuat frustasi atau memang semenjak dulu mereka memang seperti itu," gumam Sinb yang lagi-lagi membuah Chanwoo tertawa.
"Apa ini sifatmu yang sebenarnya? Membicarakan teman dibelakang?" cibir Chanwoo dan Sinb pun tertawa.
"Itu kenyataan, aku bisa melihatnya dengan jelas. Namun, bagaimana aku ada di dunia ini, justru aku tak mengetahuinya dengan pasti. Mungkin, seandainya aku tidak ada di dunia ini, semua akan mudah. Aku tidak perlu merepotkanmu, bibi atau siapa pun," kali ini Sinb mulai menangis dan Chanwoo memeluknya.
Kedinginannya hilang, ia hanya seorang wanita yang begitu lemah sekarang. Semua hal yang menyakitkan, tidak cukup untuk ia tampung dalam hatinya. Semua keluar tak terkendali saat setiap kepingan misteri tentang hidupnya mulai terungkap.
"Maafkan aku ..." lirih Chanwoo.
Sinb melepaskan pelukan Chanwoo. Menatapnya sesaat sebelum akhirnya berbalik dan berjalan pergi.
"Kau mau kemana?!" Chanwoo berteriak.
"Pergi ketempat dimana tidak ada manusia dan aku bisa melakukan apa pun sendiri tanpa khawatir mereka membohongiku atau membuatku kecewa dan sedih," kata Sinb sambil terus berjalan sempoyongan.
Aku ingin mengatakan semua kepadamu tapi semua akan membuatmu semakin terluka. Maafkan aku, aku hanya bisa menjagamu dengan cara seperti ini.
Ucapan dalam batin Chanwoo, ia berjalan mengikuti langkah Sinb yang kacau, ia tak tega melihat Sinb gadis yang pernah ia sukai dan gadis yang penuh dengan kata-kata kritisnya itu kini berubah menjadi semenyedihkan ini.
---***---
June, yang memang terkadang tak menentukan kapan ia akan bekerja saat ini memilih untuk menghabiskan waktu liburnya di kantornya. Menguji beberapa sistem yang telah ia buat atau sekedar bermain game buatannya. Biasanya hal seperti ini sangat mengasyikkan lebih dari apa pun, bahkan saat ia berkencan dengan seorang wanita tak lebih mengasyikan dari ini. Namun, percayalah sepanjang hari ini bayangan Sinb seperti layar monitor yang berputar dalam otaknya.
"Seperti tidak asing, tapi siapa?" guman June yang sepertinya mencoba mengingat dan ia hampir saja lupa jika Sinb memberikan kartu namanya.
"Ah, aku punya kartu namanya. Mungkin aku bisa mendatanginya," ucap June sambil tersenyum memandangi kartu nama Sinb dan June pun mulai menyentuh layar handphonenya.
"Yeoboseob?" Suara Sinb di seberang lengkap dengan suara seraknya.
"Kapan kau akan membayar hutangmu?" desak June sambil tertawa, merasa geli dengan dirinya sendiri yang entah mengapa begitu sangat penasaran dengan wanita yang satu ini.
"Aku pikir kau tak membutuhkannya," balas Sinb.
"Oi, aku ini seorang pengusaha. Akan selalu menginginkan keuntungan sebesar-besarnya," kata June dengan percaya dirinya.
"Aku lelah dan sangat mengantuk, kita bahas kapan-kapan saja!" balas Sinb yang langsung mematikan handphonenya.
"Aish, wanita kasar ini! Ah, ini membuatku semakin penasaran saja. Lihat saja, apa yang bisa ku lakukan untukmu karena kau berani mengabaikanku!" kata June penuh tekat.
Sementara Sinb tak benar-benar tertidur, matanya membuka dengan sempurna, menatap langit-langit kamarnya dan menghela napas panjang-panjang.
"Kalian memang menyebalkan, berani sekali melakukan ini kepadaku setelah semua yang telah terjadi," Sinb pun mulai menangis dalam diam. Merasa sendiri dalam segala kegamangan tentang dirinya dan semuanya.
---***---
Pagi telah menyapa beberapa saat lalu, kini berganti dengan siang yang terik dengan rutinitas yang begitu padat. Tangan Sinb dengan lihat menekan-nekan huruf pada keybord di depannya. Sesekali ia berhenti untuk berpikir, atau membuka beberapa buku tentang beberapa dasar dari setiap bahan yang dibutuhkan untuk mengedit sebuah naskah. Coba kalian bayangkan, selain menggunaan tanda baca, kata dan kalimat yang tepat, Sinb juga harus mempertimbangkan nilai seni dengan diksi-diksi yang tajam atau memukau sesuai dengan genre yang ia kerjakan.
"Kau sudah menyelesaikan yang aku minta kemarin?" Seorang pria berkacamata telah berdiri dihadapannya, wajahnya yang selalu serius dengan nada memerintah itu sangat memudahkan semua orang untuk mengenali siapa dirinya.
"Maksud Presdir, profile perusahaan dan katalog produknya?" Sinb mencoba menduganya dan pria itu mengangguk.
"Ya, kami memiliki meeting dengan The Next Company. Setidaknya kau sudah memiliki konsep untuk kami presentasikan," katanya dan Sinb memejamkan matanya, merasa lelah. Bosnya yang satu ini adalah tipikel orang yang pandai memuji, pemaksa, mengkritik dan tak memiliki rasa pengertian sama sekali.
"Aku sudah mengatakan kepadamu, jika aku harus mengejar target beberapa jadwal cetakkan? Dan Anda setuju memberikan waktu 1 minggu untuk menangani hal ini dan ini baru selisih 2 hari. Presdir, aku bukan seorang budak yang bisa kau perlakukan sesuka hatimu!" geram Sinb dan pria itu berdecak.
"Masih ada waktu 2 jam sebelum meeting, aku harap kau menyelesaikan konsepnya dan aku tidak akan menerima alasan apapun!" tekannya yang kini meninggalkan Sinb begitu saja. Ingin rasanya ia memaki pria tua itu sepuasnya tapi lagi-lagi ia dihadapkan pada kata profesionalitas. Ia tidak bisa lagi bertingkah meledak-ledak seperti dulu. Mengingat dulu, ia merasa sangat kesal.
Pada akhirnya, ia harus memeras otaknya dua kali lipat untuk membuat konsep dan tepat 2 jam tanpa kurang dan lebih, pria itu sudah dihadapan Sinb.
"Bagaimana Kim, kau sudah menyelesaikannya?" tanya pria itu dan Sinb mengangguk.
"2 jam hanya cukup untuk konsep," terang Sinb.
"Kalau begitu kau harus ikut denganku untuk mempresentasikan," katanya yang tentu saja membuat Sinb mencapai puncak kekesalannya.
"Aku tidak mau!" tolaknya dan pria itu diam, tak merasa kaget dengan penolakan Sinb. Sepertinya ia terbiasa dengan hal ini.
"Kalau begitu, aku bisa menunda berilisan novelmu?" ancamnya yang sekali lagi membuat Sinb sangat kesal.
"Aish, sangjangnim bagaimana bisa kau sepicik ini!" cerca Sinb dan pria itu tertawa.
"Karena itu, ikuti caraku!" tekannya dan Sinb pun mendesah sebelum akhirnya menyetujuinya.
Mereka pun pergi bersama menuju The Next Company perusahaan baru yang menjual beberapa makanan cepat saji.
"Jika mereka merasa puas dengan konsepmu ini, dapat dipastikan mereka akan terus bekerjasama dengan kita," terang presdir Sinb dan Sinb hanya diam, terlalu malas untuk menjawabnya.
Mobil pun berhenti di depan sebuah gedung dan mereka disambut oleh beberapa petugas keamanan. Keduanya pun mulai memasuki gedung yang tak terlalu megah atau besar tapi cukup arteristik ini. Entah mengapa, Sinb merasa tak asing dengan tatanan dengan model futurstik seperti ini.
"Selamat datang di The Next Company. Mari saya antar keruang rapat." Seorang wanita menyapa mereka dan segera membawa keduanya masuk kedalam ruang rapat.
Didalam sudah ada beberapa orang dan seseorang yang kini berjalan mendekat, ditemani seorang sekertaris wanita.
Sinb menegang, namun berusaha untuk terlihat seperti biasanya. Entah mengapa kesialan ini tiba-tiba menimpanya. Seseorang yang berusaha mati-matian ia hindari, satu demi satu bermunculan. Seperti sebuah rudal yang terus diluncurkan, membuat hatinya kacau seketika.
Hanbin! Kenapa kita bisa bertemu disini? Batin Sinb bergemuruh.
"Selamat datang Presdir Nam, saya tak menyangka jika Anda akan datang secepat ini," ucapnya dan kini ia melirik Sinb sekilas, Hanbin masih menunjukkan ketenangannya yang tentu saja membuat Sinb sangat ingin menghajarnya.
"Justru saya merasa senang karena Anda mempercayakan proyek ini pada penerbit kecil seperti kami," seru Presdir Nam dan Sinb masih berusaha mengatur amarahnya.
"Anda terlalu merendah, mari silahkan duduk. Kita bisa membahasnya sekarang kan?" lanjutnya dan presdir Nam pun mengangguk.
Jika Hanbin bisa bersikap biasa saja saat bertemu dengannya. Lalu kenapa Sinb tak bisa? Saat ini mereka sedang berperan dalam menyembunyikan perasaan masing-masing atau mungkin Hanbin memang sudah tak mengingatnya seperti June? Apa pun itu, Sinb tidak ingin peduli lagi.
Kini, Sinb pun menjelaskan segala konsep yang 2 jam terakhir ia siapkan dihadapan pria sialan seperti Hanbin dan saat Sinb menutup presentasinya.
"Bagaimana menurutmu presdir Kim?" presdir Nam bertanya dan Hanbin sedikit tersenyum.
"Tidak terlalu buruk," ucapnya sambil menatap Sinb. "Tapi, itu cukup sederhana. Aku yakin, ia bisa mengembangkan idenya dengan maksimal. Presdir Nam, Anda cukup tahu jika aku selalu menginginkan hasil yang maksimal," lanjut Hanbin yang tentu membuat Sinb tak senang karena itu artinya konsepnya di tolak dan di cibir. Benar-benar seperti Hanbin yang biasanya, yang selalu perfectionis dan sok jenius.
Kalau saja mereka sedang tidak dengan kondisi seperti ini, Sinb bersumpah akan memakinya atau bagian terburuknya menendang pantatnya tapi semua telah berubah. Tidak ada perdebatan konyol atau tindakan tolol seperti yang biasa mereka lakukan.
Sinb menghembuskan napas kasarnya dan presdir Nam yang sangat hapal dengan tabiat Sinb, meraih tangannya diam-diam untuk mencegah wanita ini berbuat hal-hal bodoh dengan emosinya yang meledak-ledak itu.
Sinb pun mendesah lagi dan menatap presdir Nam dengan kesal. "Baik, saya akan memperbaikinya." Sinb menyerah dan tak mau terlalu di bingungkan dengan semua ini.
Hanbin pun tersenyum dan Sinb segera melangkah keluar. Presdir Nam yang melihatnya hanya mampu mendesah. "Maafkan dia presdir Kim, ia sedikit lelah karena begitu banyak yang harus dikerjakan. Tapi, ia adalah salah satu editor terbaik saya untuk bidang ini. Percayalah, ia tidak akan mengecewakan." Presdir Nam mencoba membela Sinb yang tentu membuat Hanbin semakin geli.
"Anda tenang saja, saya sangat mempercayai Anda. Saya juga akan memandunya dengan beberapa aspek yang mungkin belum ia ketakui tentang perusahaan ini," ucap Hanbin.
"Sekertaris Park ..." Hanbin memanggil sekertarisnya yang begitu cantik dan sepertinya ia cukup tahu apa yang harus ia lakukan.
"Presdir Nam, bisakah kami meminta kartu nama nona Kim Sua? Untuk mempermudah kami memantau kelanjutan dari proyek kita," mohon sekertaris Park.
"Oh tentu saja." Presdir Nam menyodorkan kartu nama Sinb dan Hanbin terlihat begitu senang.
"Kalau begitu, bisakah saya pergi?" mohon presdir Nam dan Hanbin mengangguk.
"Tentu saja, sekertaris Park akan mengantar Anda," ucap Hanbin dan mereka pun saling bersalaman, kemudian membungkuk.
Kini hanya tinggal Hanbin diruangan itu sembari menatap kartu nama.
"Kim Sua? Pantas saja, aku tidak menemukanmu dimana pun!" gumamnya dan sekertaris Park masuk kembali.
"Sekertaris Park ..." Hanbin memanggil.
"Iya Tuan Muda," balasnya saat tak ada seorang pun disana, hanya ada mereka berdua.
"Kau masih ingat alasanku menjadikan orang kepercayaanku?" Hanbin bertanya.
"Ya, karena Anda tak ingin melibatkan semua orang yang diutus oleh Tuan dan juga Anda ingin nona Jisoo tak terus-terusan mengganggu Anda," ucapnya dan Hanbin tersenyum.
"Bagus kau mengingatnya, aku akan memberikan apapun untukmu asalkan kau bisa membuat wanita ini aman. Jalankan semuanya sesuai rencana awal dan semua rahasia tentang perusahaan ini dan segalanya, aku harap kau bisa menjaganya," lanjut Hanbin.
Wanita itu pun membungkuk. "Tentu saja Tuan Muda. Saya akan melaksanakan segalanya sesuai keinginan Anda," lanjutnya.
"Baik, aku mempercayaimu. Aku ingin segera menyelesaikan semuanya dan kembali padanya. Tugasmu harus menjaganya," perintah Hanbin dan lagi-lagi wanita itu mengangguk.
Hanbin pun meninggalkan ruangan dan meninggalkan sekertaris Park sendiri. "Tanda Anda suruh pun aku pasti akan menjaganya. Paman Junho, aku telah menemukan putrimu dan aku akan menjaganya dengan nyawaku," gumamnya.
-Tbc-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top