Chapter 15

Playlist

Taeyeon - Blue
.
.
.
Aku membutuhkan waktu agak lama untuk up cerita ini 😂
Tapi, kapan ya aku nggak lama upnya wkwk
.
.
.
Nggak banyak yang pen ku tanyain.

Vote x Komen selalu ku nantin 😂

Thanks semuanya
🙏🙏🙏
.
.
.
.
.

Happy Readimg
📖📖📖
.
.
.
.
.
.

Dingin di sepanjang malam.
Menyergap, membawa pada mimpi buruk.
Keterjagaan tanpa sebab, untuk setiap hal.
Membawanya terlalu dalam pada kegelisahan.

Kata ketulusan yang semakin lama semakin memudar.
Bahkan gemanya pun tak dapat terdengar jelas, melebur bersama angin.
Disini, didalam hati ini, semua bercampur.
Tak mampu terjangkau dengan kata.

Asing, sangat asing sampai membuatnya jauh.
Bersembunyi dalam penjara diri.
Kehampaan yang lebih hambar dari sebelumnya.
Kehancuran yang masih saja tertahan dengan paksa.

Dan pondasi yang tipis itu, yang selalu memaksa untuk bertahan.

June, hanya dirinya yang dapat memandangku seperti oase ditengah padang pasir yang begitu luas.

---***----

Sinb kembali ke Seol tapi ia lebih memilih bersekolah disekolahan yang hanya berjenis kelamin perempuan. Baginya, sekolah dimana pun sama saja. Mereka, akan terlihat seperti orang asing dan Sinb juga tak berminat memiliki hubungan cukup dekat dengan siapapun kecuali June.

Saat ini, ia tinggal bersama keluarga June. Menolak untuk kembali ke keluarga Hwang karena dirinya belum bisa memaafkan semuanya. Sementara itu, June masih merahasiakan jati diri Sinb, tepatnya semua orang mencoba merahasiakannya. Bahkan Krystal, sang bibi hanya bisa memantaunya dari jauh dan June rutin memberikan kabar kepadanya. Ini demi keselamatan Sinb sendiri karena segala pemikiran gadis ini juga tak dapat ditebak.

Hati Sinb masih hancur, belum berniat untuk diperbaiki bahkan ia berubah menjadi dingin. Tidak begitu memperdulikan siapa pun, karena ia selalu berpikir jika orang-orang itu mendekatinya dengan maksud dan ia pun menolak untuk percaya dengan namanya ketulusan.

Bersamaan dengan itu pula, June mulai fokus membangun karirnya sebagai pencipta game dan Sinb rutin membantunya dibagian manajemen setelah tidak ada Hanbin lagi disisi mereka.

Seperti saat ini, June tiap kali menjemput Sinb dan mengantarkan ke sekolah. Membuat sebagian teman sejenisnya histeris karena namja yang satu ini suka sekali tebar pesona.

"Yak! Kau, berhenti tebar pesona seperti itu!" gerutu Sinb yang kini masuk ke dalam mobil sport June. Sepertinya June memang terlahir dengan segala cara untuk merayu seorang yeoja, keparat yang satu ini memang patut diwaspadai oleh para gadis agar tak kena rayuannya.

Bayangkan saja, semenjak Sinb tinggal bersamanya. Sudah lebih dari 20 gadis yang datang kepadanya, meminta dirinya untuk menjauhi June, mengaku-ngaku sebagai kekasih June dan bertindak gila lainnya. Sinb yang seperti gunung es itu hanya menanggapinya dengan biasa tapi June yang entah semenjak kapan, menjadi over protectif kepadanya, langsung saja membereskan para gadis itu, bahkan hingga meminta maaf pada Sinb. Entah dengan cara apa June membuatnya seperti itu? Yang jelas, ia adalah namja yang tak akan memikirkan dua kali dalam bertindak. Kerap kali cara picik juga akan June pergunakan.

Mengingat seberapa menyebalkannya June dengan cara piciknya itu, Sinb yang ingin merasakan sekolah yang aman dan tentram, akan terus-terus mengomelinya seperti sekarang. Sinb sangat tidak suka diganggu.

"Wae? Kau cemburu?"

Duak

"Aish, bisakah kau bersikap manis dalam sehari saja," omel June sambil mengelus kakinya yang habis ditendang oleh Sinb.

"Jangan bermimpi!" cibir Sinb dan June pun memutar bola matanya.

"Kalau kau bersikap seperti ini terus. Kau akan menjadi perawan tua, tidak akan ada yang mau denganmu," ejek June dan sepertinya ia cukup senang mempermainkan Sinb.

Sinb pun mendesis, "Jika itu sampai terjadi, aku akan memintamu bertanggung jawab dan membiayai hidupku sampai aku tua," sahutnya sambil tertawa.

"Wae...wae? Kenapa aku? Kau pikir, aku ini kartu kredit berjalanmu? Tidak! Aku tidak mau!" tolak June.

"Kalau begitu, aku akan merampok saja semua uangmu. Sangat mudah, hanya menggesek nominal dan akan keluar," balas Sinb sambil menyeringai. Ia tau semua kata sandi akun bank June.

"Wah, kau memang cukup sadis," June mengacak rambut Sinb.

"Yak! Berhenti merusaknya. Aku malas menatanya," protes Sinb yang memang semenjak dulu tak terlalu memusingkan penampilan, terutama rambut. Terkadang, Yunhyeong yang akan membantu menyisirnya dan Hanbin yang risih sering kali membelikannya jepitan Sinb dan meminta Jisoo untuk menjepitkannya.

Sinb mengingat itu dan ia mulai memainkan rambutnya. June menoleh dan mendesah karena tau apa yang di pikirkan temannya ini.

"Aku tau apa yang kau pikirkan sekarang," kata June dengan pelan.

Sinb menoleh dan memaksakan dirinya untuk tersenyum. "June, berjanjilah kepadaku. Kau tak boleh meninggalkanku," mohon Sinb dengan lirih.

Tangan kiri June pun memegang tangan Sinb. "Sampai mati pun, aku tidak akan pernah meninggalkanmu," ucapnya dan Sinb pun mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

June, aku tau hanya dirimu yang begitu menghargaiku.

Suasana di dalam mobil itu pun menjadi hening. June mulai fokus menyetir, memandang jalanan dan saat mobil akan berbelok.

BRUUAAAK

"AAKKKK, JUNE!" Sinb menjerit, memegangi tangan June saat ia merasa mobil mereka terdorong, dibelakang sebuah truk pengantar baranga menabrak mereka.

"SIALAN!" June mengumpat. Ia mencoba menambah kecepatan agar terlepas dari truk tersebut tapi sepertinya dek belakang mobil June menyangkut pada truk tersebut.

Mereka tidak bisa berbelok dan dari arah berlawan telah disambut oleh beberapa mobil. Dari pada sibuk menyelamatkan dirinya. June melepaskan tangannya dari setir dan memilih untuk mendekap Sinb.

BRUAAAKKKK

Pryaaaarrrr

"AAAAKKKK," Jerit Sinb yang panik saat mobil mereka tertabrak oleh mobil lain dan kaca depan hancur.

"JUNE!" Sinb mencoba memanggil-manggil nama June saat ia rasa, dekapan June melonggar dan Sinb melihat namja itu pingsan. Kepalanya terbentur dan punggungnya terluka, terkena pecahan kaca.

Sinb menangis histeris. Ia sangat merasa bersalah dan khawatir kepada June. Karena melindunginya lah, membuat June harus seperti ini.

Saat mobil yang tadinya terombang-ambing itu terhenti, Sinb mencoba untuk keluar dari sana. Memapah June, bahkan ia melupakan semua luka-luka pada tubuhnya yang mengeluarkan cairan warna merah.

"Jebal...Jebal...." lirih Sinb dengan sisa kekuatannya.

Jalanan kacau, mobil-mobil saling menabrak. Semua orang sedang sibuk dengan menyelamatkan diri senditi dan mengabaikan sosok mungil yang sedang kesusahan memapah June. Sinb hampir saja merasa lega, saat seseorang pria datang. Ia pikir pria itu akan menolong mereka.

"Ajussi, jebal!" pekiknya dan pria itu pun mendekat, namun gerak-geriknya mencurigakan.

"Kau yang bernama Hwang Sinb?" Dan Sinb yang begitu polos hanya mengangguk.

Pria paruh bayah itu menyeringai, sebelum akhirnya mendekat.

Jleb

"Aaakkkk." Sinb memekik, ia merasa sakit tiada tara di bagian perut. Masih memandang pria dihadapannya.

"Wae?" lirih Sinb dengan mata berkaca-kaca. Pria itu tidak menjawabnya, ia memilih untuk pergi.

Kemudian beberapa orang datang tapi Sinb memutuskan untuk menutupi kesakitannya.

June lebih penting dari segalanya karena June adalah pondasi hidupnya yang tersisa.

"Ajussi, tolong selamatkan temanku," ucapnya dengan susah payah.

"Ne, aku akan meminta bantuan," serunya dan Sinb pun mengangguk. Terduduk disamping June, memandanginya dengan khawatir. Seolah semua rasanya bercampur aduk.

Apapun boleh saja terjadi kepadanya, tapi apapun itu tidak boleh terjadi pada June. Karena jika hal ini terjadi, ia tak memiliki apapun yang tersisa kecuali kesengsaraan.

"June, kau harus kuat," lirih Sinb sambil menangis.

Beberapa menit menunggu, mobil ambulans pun datang. June pun diangkat dan Sinb pun masuk kedalam bersama June. Wajah Sinb sudah sangat pucat, tangannya bersembunyi dalam jas hitamnya, mencoba menekan rasa sakit diperutnya.

Bahkan saat sampai di rumah sakit, Sinb mencoba untuk menahannya sampai June memasuki ruang operasi.

"Dokter, tolong selamatkan saudara saya," ucap Sinb dengan terbata.

Semua berkas telah ia tanda tangani, sungguh ia akan melakukan apapun untuk June. Bahkan menghubungi orang tuanya yang sedang ada diluar kota untuk urusan bisnis.

"Iya, kami akan mengusahakan yang terbaik untuknya," ucap Dokter tersebut sebelum memasuki ruang operasi.

Kini Sinb duduk, sendirian dengan segala kecemasan dan kesakitannya. Ia tak tau harus bagaimana? Rasa sakitnya semakin bertambah saja. Sinb mengerang diantara bangku kosong dan wajahnya semakin pucat. Bahkan matanya sudah tak sanggup lagi untuk terus membuka.

"Noona..." Suara itu? Sinb sekuat tenaga mencoba membuka matanya.

"Hyunjin..." lirihnya yang tiba-tiba saja merasa cukup lega.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau disini?" tanya Hyunjin dengan kebingungan. Mengeceki tubuh noonanya dan betapa terkejutnya saat ia melihat darah di tangan noonanya.

"Apa yang terjadi?" desaknya yang kini membuka jas noonanya da  disana ia menemukan seragam putih itu berubah kemerahan dengan sobekan.

"Appa!" Hyunjin memekik dan pria paruh bayah yang nampaknya semenjak tadi berkeliling, mencari Hyunjin kini segera menemukannya.

"Sinb? Kenapa dengan noonamu?" Tn. Hwang bertanya dan Hyunjin menggeleng.

"Aku tidak tau, aku menemukannya duduk disini dalam keadaan seperti ini." Terlihat mata Hyunjin berkaca-kaca.

"Ayo bantu Appa membawanya," pinta Tn. Hwang yang menggendong Sinb.

"Wae? Apa yang terjadi kepadamu sebenarnya?" tanya Tn. Hwang dan Sinb hanya diam, tak mengatakan apapun. Sinb, masih belum bisa memaafkan pria ini yang dengan sialnya, ia harus bertemu dengannya disini.

Pada akhirnya, aku kembali lagi ketitik awal kenangan.

Membuat dadaku sesak kembali.

Apakah seperti ini? Jalan hidupku, tersakiti dan diburuh?

Seolah aku tak layak untuk tetap hidup?

June, kau tau...

Aku menyayangimu dan aku bersumpah tidak akan mati selama kau tetap hidup tapi jika kau pergi...

Maka aku akan pergi bersamamu, kemana pun kau pergi.

Sinb bermonolog dengan dirinya sendiri, air matanya tak berhenti mengalir sampai matanya benar-benar menutup.

Ia tak bisa memikirkan akhir dari semua kisah dramatis ini. Sinb hanya berpikir, jika matanya terbuka lagi orang yang akan ia lihat pertama kaki harus June.

---***---

Bau segar bercampur dengan obat-obatan membuat seseorang yang berbaring cukup lama membuka matanya. Disampingnya sudah ada sesosok wanita paruh bayah yang sepertinya menunggu dengan banyak kecemasan.

"Sinb-ah..." Suara familiar itu, membuat Sinb menoleh.

Wajahnya menunjukkan keterkejutan dan kekecewaan dalam bersamaan. Keinginannya agar June yang ada disampingnya pupus sudah, rasa khawatir kini memenuhi pikirannya.

"June, apa dia baik-baik saja?" Kata ini lah yang pertama Sinb ucapkan setelah sekian lama tak bertemu dengan eomma yang telah membesarkannya ini.

Ny. Hwang terlihat sedih tapi ia mencoba untuk terlihat tegar. Mencoba mengembangkan senyumannya senormal mungkin.

"Ia masih koma, dokter sedang berusaha membangunkannya," terang Ny. Hwang yang seketika membuat Sinb menangis.

Gadis keras kepala ini pun mencoba untuk bangkit.

"Kau mau kemana? Lukamu masih belum kering, kau harus banyak beristirahat," nasehat Ny. Hwang dan Sinb menggeleng cepat.

"Aku ingin melihatnya!" ucapnya dengan keras kepala dan pada akhirnya Ny. Hwang menurutinya.

Dengan kursi roda, Ny. Hwang membawa Sinb menuju ICU dan disana ia bertemu dengan orang tua June.

"Bibi..." Panggil Sinb dan Ny. Ko menoleh tapi tak segera menghampiri. Terlihat keengganan di raut wajahnya yang pucat itu.

Namun, Tn. Ko yang memang sangat baik seperti June mendekati Sinb. Menyapa Ny. Hwang dengan ramah.

"Paman ingin berbicara denganmu, bisakah?" mohon Tn. Ko dan Sinb pun mengangguk.

Akhirnya Tn. Ko mendorong kursi roda Sinb untuk berbicara hanya berdua saja dan kali ini mereka berada disebuah taman rumah sakit.

"Ada apa paman?" Sinb bertanya.

"Kecelakaan itu disengaja," balas Tn. Ko yang seketika membuat Sinb shock.

"Dan, kau tentunya tau penyebabnya kan? Seseorang yang ingin menyelakaimu dan June tentunya pasti akan selalu melindungimu. Aku bisa tau persis, apa yang terjadi saat aku membayangkan bagaimana June begitu memperdulikanmu," Tn. Ko menghela napas, sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya, "tapi, jujur sebagai orang tua, kami tidak bisa melihat anak kami harus terus-terusan dalam bahaya," ucapnya yang kini berjongkok dihadapan Sinb dan menggenggam tangan Sinb dengan erat.

"Tolong, mengerti kami. Aku dan eommanya, tak ingin melihat June seperti ini lagi. Biarkan June kami tumbuh dengan tak memikul beban untuk terus melindungimu," lanjut Tn. Ko yang membuat Sinb seperti terpelanting jatuh ke dasar jurang, kemudian terbentur bebatuan bahkan tertusuk beberapa dahan pohon yang tajam.

Ia tak memiliki pondasi itu lagi--pondasi untuk tetap tegar hidup di dunia yang menyengsarakan dirinya ini.

Scane cerita ini telah berakhir. Bahkan sebelum ada perubahan berarti, semua sama saat mengarah padanya. Membebaninya terlalu dalam hingga hanya untuk bernapas saja susah.

Sinb mencoba tersenyum, meskipun ia tak memiliki apapun yang tersisa kecuali raganya yang menunjukkan bahwa dirinya adalah manusia.

"Ne, aku tidak akan membebaninya lagi. Aku berjanji kepadamu paman," kata Sinb dengan yakin dan Tn. Ko menghela napas lega.

Mungkin aku terlalu egois selama ini. June, aku tidak ingin egois lagi, aku akan melepaskan dirimu meskipun sulit.

Aku hanya punya raga ini untuk hidup seperti manusia biasa, namun kau juga cukup tau jika hatiku telah melebur, tak tersisa.

Tn. Ko pun pergi dan Sinb masih tetap ditaman. Merenung, memikirkan sakitnya saat berpisah kembali dengan seseorang yang ia sayangi.

"Wae?" tanya Sinb pada udara kosong dan tatapan itu begitu dingin. Tak ada lagi ratapan, hanya ada mayat hidup disini.

Mungkin dengan meninggalkan semua...Mereka tidak akan pernah mengalami kerugian karena berada di sekitarku.

Semenjak saat itu pun, Sinb memutuskan untuk pergi. Menghilang dari semua orang yang mengenalnya dan itu keputusan yang cukup memukul beberapa orang yang peduli kepadanya.

----***----

10 tahun kemudian...

Pagi ini, nampak ramai. Saat kerumunan orang mencoba untuk menyebrangi jalan, menunggu lampu merah menghijau.

Didepan mereka telah terpampang layar besar yang berisikan berita seputar bisnis yang sedang populer akhir-akhir ini, serta beberapa profesi yang cukup tinggi peminatnya. Beberapa profil sang revolusioner pun tak luput dari pemberitaan.

Mulai dari bidang keuangan, politik dan iptek. Yang menjadi fokus beberapa orang melebihi apapun adalah para revolusioner itu sendiri.

"Lihatlah, dia masih berumur 30an tapi sudah bisa menjadi andalan beberapa perusahaan untuk menjadi konsultan keuangan," seru seseorang wanita yang hendak pergi kekantor, body rampingnya sedikit menjadi perhatian beberapa pria.

"Kabarnya, orang tuanya sangat kaya. Memiliki banyak perusahan yang menyebar di Asia," lanjut wanita satunya yang terlihat cukup sehat, dengan pipi chubbynya.

"Siapa namanya?" tanya wanita berkaca mata disebelah kedua wanita itu. Ia memandang layar itu dengan wajah datarnya.

"Kim Hanbin dan yang menjadi Jaksa itu Song Yunhyeong, satunya lagi si jenius gamer Ko June dan hebatnya lagi mereka bersahabat. Ah, aku membayangkan mereka menjadi boygroup dan menyanyi bersama. Alangkah kerennya itu," katanya si ramping excited.

"Berhentilah berkhayal, pria seperti mereka tidak akan melirikmu, kita sudah bertahan dengan uang pas-pasan ini di kota sebenar ini seharusnya lebih dari cukup," cibir si pipi chubby.

"Aish, kau ini! Apa salahnya jika itu hanya mengkhayal. Seorang editor seperti kita, selain harus terus membaca untuk menambah banyak pengetahuan, kita juga harus memiliki imaginatif tinggi. Bayangkan saja jika kau harus mengedit novel fantasy yang jumlahnya 900 lembar tanpa memiliki banyak alternatif dalam berpikir? Kau hanya akan menjadi editor yang gagal," balasnya si ramping.

"Sudahlah, kita akan terlambat dan masih ada 5 naskah yang harus ku edit," ucap si gadis berkacamata yang kini melangkah terlebih dahulu.

"Aish, si Sua itu mudah sekali mengatakannya. Bekerja menjadi editor atau tidak? Ia akan tetap hidup nyaman, calon suaminya adalah kepala sekolah dan pamannya pemilik bar, ia hanya perlu meminta dan semuanya akan mereka beri," cibir si ramping.

"Tau dari mana kau?" Si chubby bertanya dengan heran.

"Kemarin tunangannya datang dan kau tau? Dia sangat tampan, aku iri kepadanya. Aish, padahal aku lebih cantik darinya!" ucap si ramping sambil menghentak-hentakkan kakinya.

Mereka berdua pun akhiranya pergi, mengikuti langkah gadis berkaca mata yang bernama Sua.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top