Chapter 14

Playlist
Park Bom feat Sandara - Spring
.
.
.
Hi...Agak lama ya aku nggak muncul?
.
.
Kangen nggak kalian wkwkwk 😂😂
.
.
Em...Aku emang banyak kerjaan trus keluar kota beberapa hari jadi ya sangat sibuk 😂
.
.
Kemarin tu salah pencet mau ku simpan malah publist wkwk
Itu efek cakep ya masih diluar kota soalnya dengan padatnya aktifitas
.
.
.
Jadi sekarang aku up...Nunggu feel sama kondisi fit dulu 😉
.
.
Jadi...Untuk yang kemarin aku minta maaf 😅😅😅
.
.
Thanks buat semua yang masih menunggu ff ini 😉
.
.
📖Happy reading📖
.
.

Rumah sakit nampak sedikit ramai saat Jinwan dan nenek Kwon datang. Pengawal June pun masih setia menjaga disekitar rumah sakit, terutama di depan kamar inap Sinb yang cukup menyita perhatian banyak orang. Tak terkecuali nenek dan Jinwan yang hendak masuk kedalam kamar Sinb.

"Maaf, adakah yang bisa kami bantu?" tanya sang pengawal bertubuh tegap dengan wajah sangar tapi cukup sopan. Sedikit membuat Jinwan waspada dan memegang nenek erat. Sepertinya Jinwan sedikit trauma dengan kejadian dimalam itu.

"Biarkan mereka masuk!" perintah June yang membuat Jinwan dan nenek kwon menoleh.

"Nak June..." panggil nenek yang sepertinya mengenali June.

"Ya nenek, mari masuk," ajaknya dengan sopan, june pun membuka pintu dan mendapati Sinb hendak bangun. Sepertinya semenjak tadi ia sudah mendengarnya.

"Andwae! Kau harus tetap ditempat tidur, kalau tidak aku akan menyuruh perawat mengikatmu!" seru June yang cukup membuat nenek serta Jinwan terkejut. Perubahan dari sikap ramah, kemudian mengomel dan hampir saja ia akan mengumpati Sinb tapi lagi-lagi June berhenti tanpa sadar.

Ah si keparat June! Kenapa ia bertingkah seperti ini?

"Ah, kau berlebihan sekali. Aku baik-baik saja," ucap Sinb sambil sesekali melotot kearah June. Memberikan kode kepada namja itu untuk membungkam mulut keparatnya itu.

Meskipun begitu, Sinb benar-benar tidak berjalan karena ia sangat tau bagaimana June. Semenjak kemarin ia lebih mirip seperti dokter jadi-jadian yang terus mengomelinya disetiap Sinb mencoba melakukan sesuatu. Sinb tidak mau jika June tak terkontrol lagi dan membuat rahasianya terbongkar.

"Kau istirahat saja nak, nenek benar-benar mengkhawatirkanmu," ucap nenek yang kini membelai lembut rambut hitam Sinb.

"Ya nenek, aku baik-baik saja," balas Sinb dan nenek pun menghembuskan napas leganya.

Jinwan diam disamping Sinb, memerhatikan gadis yang berbaring lemah dihadapnya ini dengan kegundahannya. Sinb yang memperhatikannya tersenyum.

"Aku baik-baik saja Saem, terima kasih karena datang kemari," ucap Sinb dengan jujur.

Jinwan mengangguk sambil tersenyum. "Kau harus menjaga dirimu dengan baik," pesab Jinwan yang membuat Sinb seketika mengangguk.

June, duduk disofa bersama pengawalnya dan mulai memerhatikan mereka. Berbicara dengan pengawalnya dan terlihat begitu serius. Sinb pun sesekali meliriknya dengan mengkirutkan keningnya.

Entah mengapa? Ada yang berubah, baik dengan June dan semuanya. Tapi setiap kali Sinb bertanya? June berpura-pura sok sibuk dengan gamenya. Tadi saja, Sinb sudah beberapa kali memukuli June karena terus-terusan mengabaikan pertanyaannya.

"Setelah ini, apa kau akan kembali ke Anseo?" Nenek bertanya dan Sinb sudah membuka mulutnya.

"Ani, dia akan ikut denganku," sahut June yang membuat semua orang menoleh dan Sinb semakin geram saja dibuatnya.

"Kau ini kenapa? Biarkan aku tinggal bersama nenek. Lagi pula polisi sudah menangkapi penjahat itu kan!" teriak Sinb yang kesal sekali dengan June yang selalu over protektif kepadanya.

Terlihat sekali June menghela napas dan raut wajahnya menunjukkan sesuatu yang tidak biasa. Sinb menatapnya, seolah mempertanyakan apa yang sedang terjadi?

June masih diam, nampaknya ia tak akan pernah mengatakannya.

"Kalau kau tak mengatakan alasannya. Aku akan pergi dengan nenek!" tekan Sinb yang tentu membuat June semakin frustasi saja.

June pun meremas rambutnya, "Dengar..." June membuang napas kasar. "Kau tidak dalam kondisi bisa memilih. Kasus ini tidak sesederhana yang kau pikir. Aku sudah memanggil bibi Hwang untuk datang kemari!" Ucapan terakhir June membuat Sinb menganga.

"Apa kau gila! Kenapa kau panggil mereka?" sentak Sinb yang kini sudah tak dapat mentolerir segala tindakan aneh June.

Nenek Kwon dan Jinwan yang tak paham dengan pertengkarang mereka hanya diam, merasa bingung.

"Karena mereka perlu tau." Hanya jawaban ini lah yang mampu June keluarkan.

Sinb jelas sangat marah untuk tindakan dan perkataan seenaknya June tapi ia tidak bisa meledak dihadapan Nenek dan Jinwan.

"Nek...Saem...Bisakah, kalian berdua meninggalkan kami sebentar?" mohonnya dan keduanya pun mengangguk.

Kini hanya tinggal Sinb dan June dalam suasana yang menegang. Sinb pun berjalan mendekati June, meraih kerah bajunya.

"Aku benar-benar tidak butuh jawaban itu! Kau membuat aku terlihat menyedihkan, apa kau benar-benar lupa? Bagaimana mereka membuangku?" tekan Sinb dan June pun memegangi tangan Sinb sambil membuang napas kasar.

"Kita tidak punya pilihan lain. Jebal, kali ini saja kau coba percaya kepadaku," mohon June yang jelas membuat Sinb semakin merasa jika sahabatnya ini menyembunyikan sesuatu.

"Ada apa sebenarnya June? Kau sangat aneh semenjak insiden itu. Jika kau masih takut hal itu terulang, kita hanya perlu menghubungi Hanbin. Kenapa kau malah membuat para orang tua itu terlibat hah?" sentak Sinb.

"Kau tidak akan mengerti, karena itu kau hanya cukup mempercayaiku saja," ucap June.

"Berhentilah berbicara omong kosong! Kau pulang saja sana! Aku akan menghubungi Hanbin!" Sinb pun merampas handphone June dan namja itu membiarkannya.

Disentuhnya layar handphone June meskipun layarnya telah di password tapi Sinb dengan mudah bisa menebaknya. Ia pun menempelkan handphone itu pada telinganya saat dirasa ia sudah memanggil nomer Hanbin.

Kening Sinb pun mengkirut saat nomer Hanbin tak dapat dihubungi. Ia pun memandang June dengan penuh tanya.

"Apa kau bertengkar dengan Hanbin?" tanya Sinb dan June menggeleng.

"Lalu kenapa ia mematikan handphonenya? Dia biasanya tidak seperti ini. Aku akan menghubungi Yunhyeong dan menanyakan ini," lanjut Sinb dan June masih membiarkannya. Sinb pun mengulang aktivitas yang sama yaitu menyentuh layar handphone June dan mencoba mencari nomer Yunhyeong tapi hasilnya nihil.

Wae? Kenapa mereka berdua tidak bisa dihubungi? Apa mereka sengaja? Tapi kenapa? June bilang mereka tidak bertengkar.

"Kenapa Yunhyeong tidak bisa dihubungi juga? June apa yang terjadi? Sampai kapan kau akan terus berpura-pura bisu hah?" Sinb pun membanting handphone June.

Duak

Lalu apa? Apa yang membuat mereka seperti ini?

Sinb terus berpikir, hingga ia mengingat ucapan Hanbin beberapa saat lalu.

'Apa pun yang terjadi, tolong jangan membenciku'

Apa saat itu dia datang hanya untuk pergi?

Wae?

Tubuh Sinb pun merosot.
Ia pun mulai menangis. "Apa itu karena aku? Apa mereka meninggalkan aku?" tanyanya dengan lirih dan June yang sudah bersumpah tidak akan menangis lagi dihadapan Sinb tapi sepertinya tubuhnya benar-benar melawannya. Mata June berkaca-kaca.

June pun berjongkok dihadapan Sinb, mencoba untuk mengusap air mata Sinb. "Gwenhana...Masih ada aku disini, kau tak perlu khawatirkan apa pun." June mencoba menenangkan Sinb.

Tangis Sinb semakin menjadi. "Wae? Apa salahku? Kenapa semua orang meninggalkanku?" Untuk ucapan Sinb kali ini, sungguh benar-benar menghancurkan pertahanan June. Namja ini pun memeluk Sinb dan menangis bersamanya.

Tolong jangan menangis!
Tolong jangan menderita!
Karena aku akan jauh lebih terluka  dan sedih saat melihatmu seperti ini.

"Aku memang tak ingin berharap terlalu banyak tapi aku juga tak sanggup jika mereka meninggalkanku dengan cara seperti ini," lirih Sinb yang membuat June semakin sedih saja.

Haruskah aku mengatakan semuanya? Tapi itu hanya akan menjadi tindakan tolol, sekaligus membahayakan Sinb.

Tanpa mereka tau, Jinwan dan nenek mengintip merek berdua dari balik pintu.

"Nak, kau pasti bingung dengan semua yang terjadi bukan?" Nenek bertanya pada Jinwan dan pria ini pun mengangguk.

"Jujur, aku sama sekali tidak memahami apa yang terjadi Nenek," ucap Jinwan lembut.

Nenek menghela napas dan mulai menceritakan semuanya. Jinwan pun dibuat tercengang dengan apa yang terjadi pada gadis malang itu.

"Sebenarnya, seperti apa keluarga yang telah membuatnya menjadi seperti ini?" Jinwan pun bertanya.

Nenek pun menggeleng, "Aku tidak tau, ia juga tak ingin mengatakannya. Aku rasa, ia terluka cukup parah dan aku semakin mengkhawatirkannya ketika ada seseorang yang mencoba untuk menyelakainya," tangis nenek tak tertahankan dan Jinwan dengan penuh kasih sayangnya, memeluk nenek seperti neneknya sendiri.

"Tenanglah nek, aku akan menjaganya." Hibur Jinwan yang sebenarnya juga ragu, apakah ia dapat benar-benar menjaga Sinb atau tidak sama sekali. Tapi, dalam dirinya niat itu seperti dentuman keras yang terus saja menyerangnya.

"Nenek, tunggu disini. Aku akan kedalam," ucap Jinwan yang kini melangkah, masuk kedalam.

Saat ia membuka pintu, ia melihat June memeluk Sinb dan gadis itu menangis. Jinwan khawatir serta ketakutan, apa yang membuat gadis itu nampak terluka?

Pengawal June pun melangkah mendekati Jinwan dan menyapanya dengan hormat.

"Bisakah anda mengikuti saya? Ada sesuatu yang perlu saya katakan kepada Anda dan juga nenek," katanya yang mau tak mau Jinwan harus menurutinya.

"Baiklah..." ucap Jinwan menyetujuinya.

Mereka pertiga pun segera pergi dan mencari tempat yang lebih nyaman yaitu cafe rumah sakit.

Nenek Kwon dan Jinwan duduk berhadapan dengan pengawal June yang sepertinya tengah siap untuk mendengarkan kemungkinan terburuk sekali pun tentang Sinb. Gadis malang yang memiliki banyak luka.

"Aku akan mengatakan ini karena kalian adalah orang yang peduli dengan nona Sinb," ucapnya.

"Sinb?" seru nenek dan Jinwan, bersamaan.

"Ya, namanya adalah Hwang Sinb merupakan puteri dari direktur  Hwang group. Selama ini ia dibesarkan dengan segala fasilitas yang mewah, namun karena suatu sebab, Nona Hwang Sinb meninggalkan rumah dan mencoba untuk bersembunyi. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh tuan kami kecuali membantunya, namun karena keberadaannya diketahui oleh rival perusahaan Tn. Hwang, mereka menjadikan kesempatan ini untuk menyerangnya. Karena itu, kami tak ingin melihatnya terluka lagi. Sebentar lagi, keluarga Hwang akan datang dan membawanya untuk merawatnya dengan baik," terangnya yang sepenuhnya tak benar, June tak memiliki cara lain kecuali sedikit berbohong demi kebaikan semuanya dan hal ini tentu membuat nenek bahkan Jinwan membisu.

Mereka sungguh tak menyangka, jika Sinb adalah sosok diluar bayangan mereka. Nenek pun menghela napas panjang.

"Syukurlah jika orang tuanya kembali menerimanya. Memang tempat untuk kembali adalah rumah sendiri, nenek hanya bisa mendoakannya," lirih nenek yang kini memandang Jinwan. "Nak, ayo kita pergi. Jangan membuatnya semakin bimbang dengan keberadaan kita disini. Meskipun berat, kita harus merelakannya karena ini untuk kebahagiaan Sua," tegas nenek dan Jinwan pun tak bisa melakukan apapun kecuali menurutinya.

Pria ini nampak masih tak percaya dengan apa yang ia dengar, jati diri gadis yang membuat hatinya selalu berbunga-bunga ketika di dekatnya ini, membuatnya masih sangat tak percaya dan menimbulkan banyak spekulasi dalam benaknya. Namun, ia tidak bisa melangkah terlalu jauh karena ia menyadari jika jarak dirinya dan gadis itu seolah seperti terhalang oleh pegunungan kokoh yang membentang.

"Baik, ayo nenek..." Jinwan pun menuntun nenek dengan segenap perhatiannya.

Pengawal June pun menghela napas panjang. "Maafkan kami..." lirihnya saat melihat dua manusia baik itu pergi. "Hanya ini yang kami bisa usahakan untuk kalian," lanjutnya.

---***---

1 bulan kemudian, New York city

Awan suram menggantung, sebelum pukulan petir menyambar-menyabar, membelah langit, mengantam puluhan gedung pencakar langit. Hujan datang seolah mengiringi perasaan terdalam seseorang. Memberikan makna kesakitan tak terkira.

Hanbin duduk diantara bangku cafe berlapis kaca, menatap sendu orang-orang, jalanan, bangunan bahkan  mobil berlalu lalang yang mulai terguyur oleh hujan.

Perasaannya cukup buruk, ia merasa hidup namun tak merasakan apapun. Perasaan ini lebih menakutkan dari pukulan bertubi-tubi kawanan preman di beberapa sudut jalanan ini.

"Kau disini rupanya? Appa menelepon dan menyuruh kita untuk segera fiting baju," Jiso pun duduk dihadapan Hanbin. Pria ini nampak seperti biasanya tak peduli.

Jiso kesal, sangat kesal. Sampai kapan pria ini akan terus mengabaikannya? Ini sudah satu bulan mereka tinggal di New York dan Hanbin masih tetap bersikap menyebalkan.

"Apa dengan ia menghilang, kau akan mulai memperhatikan aku?" Hanbin pun menatapnya tajam.

"Sekali pun ia lenyap, ia akan tetap menjadi satu-satunya gadis yang akan aku pikirkan setelah eomma," sahut Hanbin yang kini pergi meninggalkan Jiso.

"Hanbin! Jangan mencoba mempersulit dirinya dengan bersikap seperti ini kepadaku!" teriak Jiso dengan segala ke frustasiannya.

"Sialan! Kenapa juga paman tak membiarkanku melenyapkan Sinb? Apa perjanjian yang dibuat oleh mereka? Sampai paman tak menyetujui semua rencanaku? Ah, ini tidak bisa dibiarkan! Aku akan menghubungi Minyeon dan kami akan bergerak bersama, lihat saja!" gumamnya sebelum akhirnya berjalan meninggalkan cafe.

Disisi lain, Hanbin kembali lagi ke masionnya dan membaca surel dari June. Selama ini, mereka hanya bisa saling berkomunikasi lewat surel karena pertimbangan keamanan. June pun bertanggung jawab untuk menjaga agar surel ini tak terhack oleh siapapun.

June, hanya mengatakan bahwa Sinb baik-baik saja dan semuanya yang ada disekitar mereka nampak normal.

Hanbin pun menghela napas dan membanting tubuhnya ke kasur king size miliknya. Menatap langit-langit kamarnya dengan sendu.

"Syukurlah kau baik-baik saja dan maafkan aku Hwang. Aku harap kau tak terlalu membenciku," guman Hanbin yang kini memejamkan matanya, mencoba untuk mengistirahatkan pikirannya yang terus-terusan memikirkan Sinb.

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top