Chapter 13

🎶Playlist🎶

Bigbang - If You
(Aku saranin bacanya pakai lagu ini)
.
.
.
Siapin tisue
😢😢😢
.
.
Karena di chapter ini kalian dibuat nangis
😂😂😂
.
.
.
Bagi yang bener2 ngeresapi sih, aku aja sampai sembab mataku ini 😳😳😳
.
.
Vote x komen wajib ya
😉😉😉
.
.
T H A N K S
Untuk para readers setia...Kalian lah semangatku 😢😢😢
.
.
.
Happy Ready
📖📖📖
.
.
.

Melukai dan dilukai adalah sebuah petaka yang tak akan terhindari.

Luka fisik dan bantin terkadang cukup menghancurkan diri, mengubah poros dunia yang terkadang condong hanya pada satu sisi.

Semakin memporak-porandakan keadilan yang mungkin telah hancur berabad-abad lamanya.

Meninggalkan kekacauan dan kesengsaraan hidup.

---***---

Di dalam mobil, dengan dua orang asing nan misterius, mencoba membawanya pergi, bahkan menodongnya dengan pistol. Hingga Sinb membulatkan keberaniannya untuk bertindak.

Sinb pun mencoba mengangkat kakinya dan menendang pria dihadapnnya ini, sehingga pria ini melepaskan Sinb dan mencoba mencari pistol yang terpental, Sinb pun mencoba terus menghalanginya.

"Kau urus dia, sekarang!" bentaknya.

Supir itu pun mengarahkan pistolnya pada Sinb yang masih berusaha menghalangi pria disebelahnya untuk mengambil pistol yang terjatuh disampingnya.

DOR

Suara tembakan memecah keheningan dan beberapa orang di luar mobil segera berlari mendekat.

"Sinb!" pekik seseorang yang terlihat berusaha untuk masuk. Nampak kacau, mencoba membuka pintu dan menendang-nendangnya.

Sementara keadaan di dalam mobil, berbanding terbalik. Hening, pergulatan menegangkan itu berakhir dengan tragedi menang dan kalah. Pria dihadapan Sinb menghela napas panjang dan tersenyum sangat puas, memandangi Sinb yang masih terdiam dengan mata kosongnya.

"Sinb!" panggil seseorang lagi dan gadis itu pun menatap pria di balik pintu mobil. Ia melihat June yang terus saja mencoba membuka pintu mobil.

PYAAARRR

Bahkan June berusaha memecahkan kaca mobil, hanya untuk dapat membuka pintunya. Kepanikan yang hampir mendekati gila. Sinb tidak pernah melihat June bertingkah seperti ini sebelumnya. June, namja gila itu? begitu mengkhawatirkannya?

"Jun..." ucapnya dengan suara lemahnya. Sinb pun menangis, terus memandangi sosok June.

Apakah ini akhir? June, dia melihatku menjadi sekarat seperti ini?
June, tolong aku....Aku takut...Aku takut tak bisa melihatmu lagi...

Sinb merasakan begitu kesakitan pada bagian perutnya dan matanya terus mengabur, sebelum akhirnya pingsan.

"SINB!" pekik June yang kini memaksa masuk kedalam mobil tapi pria itu menghalanginya. Seolah berusaha mengulur waktu June untuk menyelamatkan Sinb dan semua itu bertujuan agar Sinb tak tertolong lagi. Seperti tujuan awal, mereka menginginkan kematian Sinb.

"KALIAN URUS DIA!" teriak June, meminta bantuan beberapa pengawalnya. 

Beberapa pengawal June pun datang dan berhasil membuat pria di dalam mobil itu terdorong, bahkan mereka menyeretnya keluar.

BAK

BUK

BUAAK

"Arrrggghhh" jerit sang sopir penculik Sinb karena tinjuan dari para pengawal June yang sepertinya lebih hebat dari mereka.

"Sinb..." Lirih June yang tak mendapatkan respon dari sosok lemah, tergulai dalam mobil. June pun segera menggendong Sinb dan berlari ke dalam mobilnya.

"Ka-u ma-u mem-ba-wanya ke-ma-na..." sesosok tiba-tiba saja muncul, membuat June menoleh dan ia mengenalinya meskipun wajahnya dipenuhi memar. Ia adalah Jinwan yang berusaha tetap bangun meskipun rasanya seluruh tubuhnya rontok.

"Aku akan menyelamatkannya, kau tidak perlu khawatir. Tempat ini sudah tak aman lagi baginya," terang June.

"Wae? Kenapa gadis SMA sepertinya harus menghadapi ini?" Jinwan menyentuh wajah Sinb dan mulai menangis.

June tidak tau harus mengatakan apa? Ia sangat panik sampai seperti akan gila karena mengkhawatirkan Sinb, tapi ia juga harus berakting dan menutupi segalanya yang ia ketahui tentang Sinb. Itu lebih buruk dari perasaannya saat semua riset datanya hilang karena di retas seseorang. Anggap saja ini seperti perang Cyber yang terkadang membuat June harus melupakan keinginannya untuk tidur karena ia harus menemani komputernya sampai ia berhasil menemukan dan membantai lawannya. "Aku harus pergi, pengawal ku akan mengurus semua kekacauannya. Tolong rahasiakan ini dari siapapun! Demi Sua..." kata June yang kini berbalik dan masuk kedalam mobilnya, meninggalkan Jinwan dengan kebingungannya.

Kwon Sua, siapa sebenarnya dirimu? Kenapa mereka semua mengincarmu?
Ottokae? Aku, tidak bisa melakukan apapun untukmu...Maafkan aku, aku menyukaimu...
Haruskan kita berpisah dengan cara seperti ini?
Dapat kah, kita bertemu lagi suatu saat nanti?

Mata Jinwan pun berkaca-kaca melihat mobil June mulai menghilang ditengah kegelapan malam.

---***---

Hanbin terlihat tak sabar, mondar-mandir di dalam kereta. Wajahnya sudah sangat kacau seperti June. Handphonenya tak pernah lepas dari telinganya, seolah ada perekat yang membuatnya terus tertempel disana.

"Angkat June..." gumannya tapi masih tak ada jawaban, membuat Hanbin semakin nampak frustasi.

Ia pun mengganti sambungan teleponnya dengan Appanya dan tersambung. 

"WAE!" bentak Hanbin yang kali ini menyita perhatian banyak orang. Mereka heran dan kesal karena Hanbin semenjak tadi membuat kegaduhan.

"Kembali! Kau tak perlu mengurusinya," perintah Tn. Kim di seberang.

Hanbin mengeram, merasa sesuatu akan meledak dalam dirinya. Sungguh, ingin sekali ia menghajar satu manusia ini yang tak lain adalah Appa nya sendiri.

"Lepaskan dia!" tekan Hanbin.

"Sudah ku katakan, kau tak perlu mempedulikannya!" bentak Tn. Kim.

"Apa yang harus ku lakukan, asal kau bisa melepaskannya Appa!" Hanbin memekik, "Dia bukan siapa-siapa yang harus kau pedulikan!" kali ini Hanbin berteriak.

"Jika kau menuruti perkataanku, aku akan melepaskannya," Tn. Kim membuka penawaran dan Hanbin pun tak dapat membendung lagi air matanya.

"Katakan!" desak Hanbin.

"Jangan menemuinya selamanya dan pergi ke Amerika bersama Jisoo setelah kalian bertunangan." Syarat dari Tn. Kim membuat Hanbin merasa seluruh tubuhnya lemas, terjatuh dan bersandar pada gerbong.

"Lupakan dia! Fokus saja untuk membesarkan perusahaan. Jika kau menyetujui ini, aku benar-benar akan membiarkanya hidup," ucap Tn. Kim yang tentu membuat Hanbin begitu sedih dan hancur.

Bagaimana bisa aku harus melupakanmu? Disaat, aku selalu merindukanmu.

Bagaimana bisa aku meninggalkanmu? Saat bahkan aku selalu terbayang rengekanmu yang membuatku selalu mengkhawatirkanmu.

Dan, semua rasa bersalah ini. Aku tak sanggup mengatakannya.

Sinb...Bisakah kau memaafkanku?

Aku menyayangimu...

Menyukaimu...

Hanbin pun meringkuk, menangis dalam diam. Tak mempedulikan beberapa orang yang mendekat, mencoba untuk bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi.

Hari ini, ia hanya ingin menangis seperti akan gila, sampai hatinya merasa ringan, mungkin. Namun, semuanya jelas hanya omong kosong, hatinya tidak akan pernah merasa ringan. Saat, ia benar-benar harus meninggalkan sesuatu yang berharga. Sangat begitu ia sayangi.

Hwang Sinb, gadis yang selalu menghiasi hari-harinya dengan banyak hal, banyak momen. Ia terpaksa harus melepaskannya. Menerima kenyataan pahit yang menghantam batinnya terlalu keras, sampai membuatnya tak sangguh hanya membayangkannya.

Selamanya, seumur hidupnya, tak dapat menemuinya lagi.

"Ottokae? Aku belum benar-benar meninggalkanmu tapi aku sudah merindukanmu. Hwang, mungkin jika kau mendengarkannya, kau akan marah. Tapi, aku tidak tau lagi kapan bisa mengatakan ini." Hanbin diam, memberi jeda ucapannya sendiri yang seolah berbicara pada udara kosong, "Sepertinya, aku menyukaimu, ottokae?" Kali ini Hanbin mulai menangis sejadi-jadinya. Berusaha mengadu pada angin yang mungkin akan menjadi teman terbaiknya, dari pada kebisingan orang-orang yang terus bertanya tentang mengapa? Apa yang terjadi?

---***---

Sebuah lorong putih dengan suasana keheningan, beberapa orang berwajah pucat nampak lewat, suara decitan roda dari sebuah ranjang berisi manusia sekerat pun mondar-mandir dihadapan June, membuatnya bertambah kalut. Semenjak tadi, June menunggu dengan cemas di depan ruang operasi.

Dia nampak kacau dan akan gila. Ia pun sudah beberapa kali mengucapkan sumpah serapahnya pada udara dingin dan seperkian detik mencoba menjadi manusia naif, memohon pada Tuhan yang entah kapan terakhir kalinya ia memohon.

Sungguh, ia akan melakukan apapun untuk membuat Sinb kembali, kembali tersenyum, menyumpahinya atau bahkan melakukan hal yang membuatnya kesal yaitu menendang pantatnya.

Sinb lebih baik menjadi gadis menyebalkan nan kasar, seperti itu. Dari pada terbaring lemas dengan sisa nyawa mulai menipis seperti ini.

June pun mulai menangis saat mengingat bagaimana darah di bagian perut Sinb terus keluar, wajah pucat Sinb yang tak sadarkan diri. June sangat takut, takut tak dapat melihatnya, melihat gadis ini lagi

June pun semakin frustasi, saat ia hanya sendiri. Tak ada Hanbin atau Yunhyeong yang mungkin keadaannya lebih parah dari dirinya setelah ia mengirimkan pesan singkat kepada mereka dan tak mengangkat telpon keduanya saat pengawalnya memberitahukan percakapan Hanbin serta Yunhyeong dengan orang tua mereka.

June yang cukup jenius ini, cukup memahami apa yang terjadi? Jika, kini hanya akan ada dirinya yang harus tetap melindungi Sinb. Gadis malang nan menyedihkan.

June harus kuat! Karena hanya dirinya yang akan melindungi Sinb mulai dari sekarang. Tidak ada lagi yang mampu menangani semuanya.

"Tuan muda, operasinya telah selesai," ucap pengawalnya yang membungkuk dan mengguncang pelan tubuh June. Membuat namja ini tersadar dari ketermenungannya yang menyedihkan.

June pun berdiri dengan cepat, sampai-sampai keseimbangannya oleng. Ia akan jatuh, kalau saja pengawalnya tak mencoba menangkapnya.

"Aku ingin bertanya pada dokter," pinta June dan pengawalnya mengangguk, menatap tuan mudanya ini prihatin.

Pertama kalinya, semenjak June terlahir di muka bumi ini. Tuan muda yang seperti anaknya ini merasa sengsara seperti ini.

"Ayo, Tuan muda," ajak sang pengawal.

Mereka pun berjalan cepat, mendekati dokter yang masih berbincang dengan perawatnya.

"Dokter, bagaimana keadaan Sinb?" tanya June membuat dokter itu menoleh.

"Anda, saudara pasien?" tanya sang dokter yang memakai kaca mata tebal, rambut putih mengkilau.

"Ya," jawab June berbohong. Ia cukup paham, jika hanya keluarga pasien lah yang bisa mengurus semuanya. Jadi, kali ini June akan berpura-pura menjadi saudara Sinb.

"Peluru itu tak sampai menembus organ dalam, jadi ia akan baik-baik saja jika tetap fokus pada pemulihan. Melakukan semua prosedural penyembuhan sesuai saran kami," ucap dokter itu membuat June cukup lega.

"Apakah saya bisa melihatnya?" tanya June

"Tentu, setelah ia kami pindah di kamar rawat inap," terang dokter dan June pun mengangguk.

"Khamsamida," serunya sambil membungkuk dan dokter beserta perawatnya pun pergi. Meninggalkan June yang mulai terlihat lebih tenang.

"Urus semua pembayarannya, aku akan menelepon seseorang," pinta June dan pria paruh bayah disampingnya pun mengangguk.

"Baik, Tuan muda," jawabnya yang kini pergi meninggalkan June.

Kini hanya tinggal June, yang nampak ragu-ragu menyentuh handphonenya yang tertera nama Hanbin disana. Tapi, ia juga tak mau temannya itu gila dalam kecemasan.

"Hanbin-ah..." panggil June lirih, setelah tersambung dengan sahabatnya ini.

"Hm..." jawab Hanbin pelan, sepertinya keadaannya benar-benar kacau. Biasanya, namja ini akan mengumpati June sebagai kata pembuka, namun sekarang? Hanya mengeluarkan kalimat sedikit panjang saja, Hanbin tak sanggup.

June yang memahami dengan benar perasaan Hanbin, mulai menangis lagi.

"Dia baik-baik saja kan?" Terdengar sekali suara Hanbin serak, mencoba untuk menahan tangis lemahnya.

"Hoh, peluru itu tak sampai melukai organ dalamnya," kata June.

Helaan napas, terdengar dari seberang.

"June, maafkan aku," ucap Hanbin yang membuat June semakin menangis.

"Bedebah! Apa kau benar-benar akan meninggalkan kami?" June, masih mempertanyakan keputusan yang sudah tak bisa dirubah.

"Aku dan Yunhyeong...Kami hanya bisa melindungi Sinb dengan cara ini, tolong jaga ia. Aku akan mengusahakan apapun, dari jauh untuk membuat kalian berdua aman," ucap Hanbin yang sepertinya mulai terisak.

"Aku tau, bedebah. Jadilah penguasa yang kuat," pesan June.

"Hoh, kau juga. Jangan merasa bosan untuk membuat inovasi baru di gamemu. Kau harus mempertahankan Ace sampai kau mati!" tekan Hanbin yang membuat June sedikit tersenyum.

"Kau tenang saja, aku akan melakukan segala cara untuk membuat Ace tetap berdiri," terang June.

"Jaga dirimu baik-baik June karena dengan itu kau bisa menjaganya," pesan Hanbin dan June pun mengerti.

"Hoh, kau juga, brengek!" maki June.

"Bedebah sialan!" balas Hanbin dan June pun tertawa mendengarnya.

"Selamat tinggal," lanjut Hanbin, kali ini ekspresi June berubah sedih. Menunggu, Hanbin menutup handphonenya.

---***---

Langit terlihat suram, dengan angin dingin menusuk kulit, memberikan sensasi merinding.

Sudah satu haru berlalu, Sinb belum menunjukkan perubahan. June, setia menantinya, menaikkan selimut agar gadis dihadapannya ini tak kedinginan dalam tidur panjangnya.

"Tuan muda, anda belum makan. Anda harus makan," ucap pengawal June yang selalu setia menemaninya.

"Tidak, aku tidak bisa. Bagaimana bisa, aku makan saat melihatnya bahkan tak bergerak," lirih June yang terlihat lemas. Seluruh tenaganya sudah habis dan dari semua hal yang menyulitkan dirinya ini, ia hanya ingin melihat Sinb segera membuka matanya.

"Tuan, lihat itu..." seru sang pengawal, mengarahkan jarinya pada tubuh Sinb yang berbaring dihadapannya.

Dilihatnya, jari-jari Sinb mulai bergerak. Kemudian, matanya yang tertutup berlahan dengan pelan membuka.

"Sinb..." June segera meraih tangan dingin Sinb.

Sinb memandang June sayu, ia berusaha menggerakkan bibir pucatnya itu.

"Jun...A-ku ma-sih hi-dup kan?" tanyanya dengan lirih.

Mata June berkaca-kaca, mengangguk dengan lega. Kali ini mata Sinb yang mulai berkaca-kaca.

"Ba-gai-ma-na de-ngan ke-luar-ga di An-seo? Ne-nek?" Sinb mengkhawatirkan nenek Kwon dan keluarga Kepala Desa Kim yang telah begitu baik kepadanya.

"Mereka baik-baik saja nona, bahkan sebentar lagi nenek Kwon akan kemari," ucap pengawal June yang memang telah mengurus segalanya.

"Kim songsaenim?" Sinb juga tak bisa mengabaikan Jinwan.

"Kami telah memberikan penjelasan yang tak akan membuatnya bertanya lagi. Ia hanya mengatakan jika anda harus tetap kuat," lanjut pengawal itu membuat Sinb sedikit tersenyum.

June pun masih memandangnya, membuat Sinb risih.

"Wae? Apa yang kau pikirkan?" tanyanya.

June mendesah, "Jangan seperti ini lagi, aku tidak bisa melihatmu seperti ini," mohonnya membuat Sinb menangis, ia mengulurkan tangannya dan June menyambutnya.

"Aku takut, ku pikir kemarin adalah hari terakhir aku melihatmu, bahkan jika aku tak bisa membuka mataku hari ini..." Sinb memberikan jeda pada ucapannya, "ku pikir, aku bermimpi bertemu denganmu, kemarin," akui Sinb yang membuat June mulai sedih lagi.

"Berjanjilah, mulai sekarang kau harus berada disampingku. Jangan kemana-mana, karena hanya aku yang akan melindungimu," ucap June yang membuat Sinb tak paham, namun juga tak mempertanyakannya lagi. Ia hanya mengangguk, merasa lega karena ada June disampingnya.

Aku masih hidup dan June menyelamatkan ku...

Meskipun kehadiran ku tak berarti untuk kebanyakan orang, setidaknya aku melihat satu orang menginginkan ku hidup, yaitu June.

Bedebah sialan yang terkadang lebih menyebalkan dari Park songsaenim.

Dan, harus ku akui, jika aku takut mati!

Tidak apa-apa hidup sebatang kara seperti ini, menjadi sampah dikehidupan orang lain.

Karena kenyataannya, seperti inilah hidup. Dapat menghirup udara segar di pagi hari sudah lebih dari cukup.

Aku, ingin sedikit mulai menghargai diriku...

Orang-orang yang ingin aku tetap hidup...

Hanya itu...

-Tbc-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top