Chapter 11
🎶Playlist🎶
iKON - Im OK
.
.
.
Hi...Apakah kalian merindukan ff ini???
.
Yang rindu, angkat tangan dunk
🙌🙌🙌🙌🙌🙌🙌🙌
.
VOTE X KOMEN
.
JANGAN SAMPAI LUPA
😉😉😉😉
.
.
.
.
Happy Reading
📖📖📖📖
.
.
.
Terkadang, hidup itu memiliki banyak kejutan.
Akan terlihat seperti ledakan bom atau serbuan kembang api di langit gelap.
Tak ada prediksi yang tepat karena kenyataannya kita terlalu sibuk untuk menemukan cara agar bisa mengatasi kejutan itu sendiri.
Jadi dari pada berfikir untuk menjadi lemah atau mengucapkan sesuatu yang palsu, seperti aku akan baik-baik saja.
Aku lebih memilih diam, melakukan sesuatu yang mungkin masih bisa ku lakukan.
Seperti itu lah cara bertahan dengan sedikit harga diri.
---***---
Hanbin berjalan semakin dekat, menepuk bahu Sinb beberapa kali agar gadis itu memperhatikan dirinya. Sepertinya Hanbin telah memutuskan untuk melakukan sesuatu dan semua itu hanya untuk melindungi Sinb.
"Wae?" tanya Sinb menoleh, memperhatikan Hanbin seolah berusaha mencari sesuatu yang sepupunya ini fikirkan.
"Aku harus pergi. Bisakah kau mengantarku?" pintanya dan Sinb sedikit terkejut.
"Kenapa tiba-tiba? Katanya kau ingin berkunjung kerumahku?" Tanya Sinb, cukup mengherankan, tiba-tiba saja Hanbin ingin pergi, padahal beberapa menit lalu ia terlihat berat untuk meninggalkannya.
"Aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan." lirih Hanbin yang sebenarnya hatinya tak rela berpisah cepat seperti ini. "June keparat itu tiba-tiba memiliki ide untuk meluncurkan game baru dan dengan cerobohnya ia membocorkan game rancangannya itu di akun sosialnya, padahal game itu belum di riset." rancau Hanbin. Seakan kekesalannya ini tak cukup dan sekaligus untuk menutupi rasa ketidak relaannya harus berpisah dengan Sinb begitu cepat.
"Ah, bisakah kau mengomelnya nanti. Setidaknya kau bilang padanya untuk tak menjadi sialan, aku akan cepat tua setiap kali menghadapinya." lagi-lagi ia mengeluh dan Sinb hanya bisa menanggapinya dengan senyum gelinya. Ia sungguh merindukan ocehan serta umpatan Hanbin yang seperti ini dan Sinb pun tak rela Hanbin pergi meninggalkannya.
Entah, setiap kali bertemu teman-temannya yang dulu, Sinb begitu sedih. Mengingat semua kenangan yang indah yang kini berubah menjadi memilukan seperti ini.
Jujur, Sinb merasa hatinya pun bergejolak. Ingin rasanya ia merengek dan meminta ini dan itu kepada Hanbin, seperti dulu. Tapi, kali ini ia tak bisa karena Sinb berusaha keras menerima takdirnya.
Semuanya terasa semakin jauh dan terbatasi. Kenyataan yang cukup menampar, bahkan menghancurkan hatinya adalah bahwa ia sebatang kara sekarang dan tidak selamanya semua orang akan mengulurkan tangan untuk dirinya.
Tidak akan ada lagi kehidupan seperti dulu dan Sinb harus segera menyadarkan dirinya untuk ini.
"Baiklah, paman dan bibi kami pergi." Sinb pun memaksakan dirinya untuk berpamitan.
"Hati-hati nak." nasehat Kai yang seolah bertingkah seperti orang tua mereka dan keduanya pun mengangguk.
"Ne paman." balas Sinb yang mencoba untuk tersenyum.
Keduanya pun berjalan keluar toko, Hanbin beberapa kali menoleh untuk memperhatikan Krystal dan Jongin. Membuat, Sinb juga ikutan menoleh. Mencoba bertingkah senormal mungkin, menyembunyikan semua yang ia rasakan.
Kini, ia fokus pada tingkah Hanbin yang menurutnya aneh, seketika Hanbin menjadi pendiam, padahal tadinya ia hampir bertengkar dengan Bobby.
Sangat mencurigakan dan Sinb tidak bisa mengabaikan ini begitu saja.
"Wae? Kau mengenal ajussi itu?" tanya Sinb penasaran dan Hanbin menggeleng.
"Tidak, ya sudah aku pergi. Jangan terlalu lama disini, teman-temanmu telah menunggumu." Hanbin memperingatkannya dan Sinb pun mengangguk. Meskipun ia sangat tidak percaya jika Hanbin hanya akan pergi begitu saja, tapi Sinb memutuskan untuk tak mengatakan apapun lagi.
SADARLAH! KAU TIDAK BOLEH TERGANTUNG LAGI KEPADANYA!
Batin Sinb berteriak lantang, memperingatkan dirinya untuk tak melangkah lebih jauh lagi. Sinb pun mengalihkan fikirannya pada beberapa hal yanh harus segera ia selesaikan. Sepertinya ia sangat sibuk saat ini dan Sinb memang harus lebih menyibukkan dirinya untuk melupakan segalanya.
"Baiklah, apa aku juga perlu mengantarmu ke terminal?" tawar Sinb, entah mengapa ia merasa harus mengatakan ini dan Hanbin segera menggeleng dan respon Hanbin ini membuat Sinb semakin sedih.
"Tidak, kau masuk saja. Aku pergi." Hanbin pun memeluk Sinb, pelukan hangat yang cukup gadis ini rindukan.
Kemudian, ia pergi begitu saja. Namun, setelah Sinb masuk kembali, Hanbin berhenti berjalan dan menghilang, di antara semak. Mengamati toko tersebut sampai sosok Jinhwan datang.
"Sua-ya..." Panggilnya lembut, membuat Sinb keluar dari toko, kali ini dengan membawa rangselnya kembali.
"Saem, wae? Kenapa anda berada disini?" Sinb sedikit terkejut dan bingung dalam bersamaan.
Interaksi mereka berdua pun membuat Hanbin bertanya-tanya. Pria ini siapa? Kenapa Sinbnya terlihat begitu menghormatinya. Demi apapun, Sinb itu adalah seorang gadis kasar yang hanya akan sok imut di depan Yunhyeong, bahkan padanya saja Sinb masih suka menyerangnya tanpa sebab, seperti menjitaknya atau menedangnya secara tiba-tiba.
"Aku mengkhawatirkanmu, karena kau tak kunjung datang, jadi aku datang kemari untuk menjemputmu." terang Jinhwan sambil menunjukkan senyum menawan nan menenangkan itu. Sinb tanpa sadar terpana, melihat sosok yang sangat menarik ini di hadapannya. Bukan karena rupa yang rupawan tapi karena rasa pedulinya yang sering kali mengejutkan gadis ini.
"Ah saem, seharusnya anda tak perlu melakukan ini. Aku akan selalu baik-baik saja, percayalah." kata Sinb dengan begitu meyakinkan. Jinhwan pun mengangkat tangannya dan mengacak rambut Sinb secara tiba-tiba.
"Kiyowo..." Gumannya yang tentu membuat semu merah di kedua pipi Sinb muncul. Gadis mana yang tidak malu diperlakukan seperti ini?
Hanbin yang melihatnya sedikit shock. Seketika, Hanbin merasa jika pria itu memiliki maksud tertentu kepada Sinb. Hanbin berharap, pria itu tak memiliki niat jahat, jadi dirinya tak perlu melukai seseorang terlalu banyak di dekat Sinb. Kenapa Hanbin berpikir seperti ini, karena Hanbin ingin tetap melindungi Sinb secara diam-diam. Ia ingin menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi Sinb tanpa menimbulkan kecurigaan dari sepupu palsunya itu.
"Ah saem..." keluhan keluar dari mulut Sinb begitu saja. Terlihat sekali jika gadis ini risih dan cukup geli mendapat perlakuan seperti ini. Hanya Yunhyeong yang selalu melakukan hal lembut nan manis seperti ini kepadanya, sementara Hanbin dan yang lainnya, mereka hanya suka sekali menjahilinya.
"Kajja..." Jinhwan pun meraih tangan Sinb dan mengajaknya berjalan bersama.
Hanbin masih terus memperhatikan mereka cukup lama sampai keduanya tak terlihat lagi. Ia hampir saja lupa dengan rencananya yang beberapa menit lalu ia susun.
"Ah, aku harus menemui mereka." gumannya yang kini keluar dari semak dan mulai berjalan memasuki toko kembali.
Para pengawal Kai sedikit bingung saat melihat Hanbin mulai memasuki toko. Bingung untuk menyuruhnya pergi atau membiarkannya. Salah satu diantara mereka hendak mendekat tapi Hanbin mengangkat tangannya.
"Aku hanya ingin berbicara dengan bibi Krystal dan paman Kai." ucap Hanbin yang membuat kedua pasangan yang sedang serius berbicara itu menoleh. Mereka nampak terkejut dengan kehadiran Hanbin.
Kai pun bangkit, mendekati Hanbin yang masih berdiri tak jauh dari pintu. "Wae? Apa kau ingin mengatakan sesuatu?" tanya Kai yang juga terlihat heran sekaligus waspada.
Terlihat tubuh Krystal menegang dengan segala prasangkanya di benaknya tentang apa yang akan di lakukan Hanbin.
Disisi lain, Hanbin masih menunjukkan sikap santainya dan menjawab pertanyaan Kai dengan santai pula. "Ya, bolehkah aku berbicara dengan kalian berdua?" pintanya dan Kai mengirutkan keningnya sebelum akhirnya mengangguk.
Kini mereka bertiga duduk bersama dengan Hanbin yang nampak mulai serius dan sepasang suami istri ini yang menunggunya dengan penuh prasangka, was-was serta penasaran.
"Aku tau bibi adalah dongsaeng dari bibi Jessica yang tak lain adalah eomma Sinb." ucap Hanbin langsung, tanpa berbasa-basi. Seolah ia melakukan serangan cepat dan akurat.
Krystal menganga dan Kai memandang tajam Hanbin. "Dari mana kau tau hal ini? Appamu? Apa niatmu datang kemari? Kau tidak sedang ingin melukai Sinb kan?" cerca Kai dengan segala dugaannya.
Hanbin menghela napas sebelum akhirnya menggeleng. "Ani, lebih tepatnya kami tau secara tidak sengaja. Paman dan bibi, aku memohon pada kalian berdua, tinggalkan Sinb sendiri." permohonan terakhir Hanbin tentu mengejutkan mereka. Atas dasar apa? Hanbin melarang mereka untuk bertemu?
Kai tersenyum, sedikit meremehkan Hanbin yang masih remaja ini dalam padangannya. "Sepertinya kau meniru ke argoanan Appamu." nilai Kai dan Krystal terlihat berusaha memegangi tangan Kai agar emosinya tak meledak. Seperti yang semua orang tau jika Kai adalah sosok yang dengan mudah meledak jika merasa terprovokasi.
Hanbin nampak biasa saja, ia sudah biasa menghadapi suasana menegangkan seperti ini. Lebih tepatnya, ia sering kali berada di posisi Kai yang emosinal, siap menghantam siapapun yang meninggungnya.
"Apa maksudmu sebenarnya?" Krystal mencoba mengambil kendali, masih memegangi tangan Kai.
"Mereka ingin membunuh anak bibi Jessica dan anakmu, aku masih ragu jika Sinb adalah anakmu karena wajahnya lebih mirip bibi Jessica. Jadi tolong, aku hanya bisa memberikan solusi ini untuk kalian." lirih Hanbin yang membuat keduanya membisu.
Mata Krystal berkaca-kaca, ia benar-benar marah dan sedih. Setelah semua yang mereka lakukan, mereka masih saja mencoba untuk melenyapkan keluarganya yang tersisa dan itu adalah seorang gadis remaja yang bahkan tidak tau apa yang terjadi.
"Wae? Kenapa mereka belum puas? Bahkan itu Hwang?" pekiknya dengan isakan tangis. Amarah Krystal semakin memuncak. Kai dengan sigap memeluknya.
Hanbin pun terlihat sekali menahan sedihnya. "Paman Hwang tak tau bibi. Ini hanya rencana Appa dan paman Song." lanjut Hanbin dengan suara beratnya. Ia sangat malu ketika harus menyampaikan hal ini, bahwa yang memiliki rencana jahat ini adalah orang tuanya.
Perkataan Hanbin pun seketika membuat tangis Krystal semakin menjadi. Ia mulai menyadari jika Hanbin cukup serius dengan ucapannya.
"Katakan kepadaku, kau mengetahuinya dari mana?" desak Kai.
"Yunhyeong, tak sengaja mendengarkan percakapan orang tua kami. Kemudian karena penasaran akhirnya ia menyadapnya."
Krystal pun melepaskan dirinya dari pelukan Kai. Menyeka sisa air matanya, menatap Hanbin serius.
"Kenapa kau memberitahu kami? Kau seharusnya berpihak kepada orang tuamu." kata Krystal yang seketika membuat Hanbin semakin murung.
"Kalian boleh mempercayainya atau tidak. Aku menyayangi Sinb sama seperti Hyunjin. Kami besar bersama dan melakukan apapun bersama. Aku tidak menyangka jika sepupuku itu bukanlah sepupuku. Namun, dari pada aku berfikir untuk kecewa, aku lebih mengkhawatirkannya." kali ini mata Hanbin mulai berkaca-kaca.
"Saat ia tiba-tiba menghilang, saat itu aku bertekat mencarinya kemana pun. Aku terbiasa hidup dengan mendengarkan kata-kata kasarnya." Hanbin memberi jeda, untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya agar sesak dalam dadanya berkurang.
"Sungguh, aku tidak tau harus mengatakan apa lagi. Kami sangat malu dan muak dengan semua ini. Bahkan hari ini pun, aku mencoba memberanikan diri untuk menjumpainya, meskipun hatiku dipenuhi dengan rasa bersalah." akui Hanbin.
"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" sepertinya Kai mulai mencoba memahami Hanbin.
"Mereka akan melacak keberadaan kalian, karena itulah aku berharap sementara waktu kalian menjauh dari Sinb. Aku akan mengatakan hal ini pada paman Hwang."
"Tidak! Kau tidak boleh mengatakannya." tolak Krystal dengan suara lantangnya.
"Wae?" Hanbin terlihat bingung.
"Hwang sangat berbahaya, kau tak bisa mempercayainya." kukuh Krystal.
"Mereka semua bersekongkol, apa kau tidak tau?" Kai menjelaskan untuk Hanbin.
"Aku tau, tapi sepertinya paman Hwang menyesalinya." nilai Hanbin dan sepasang suami istri itu menggeleng.
"Tidak, Hwang terlalu lemah. Ia tak akan bisa melawan Song dan Kim. Jadi, lebih baik kau beritahu kami rencanamu, selain melibatkan Hwang." desak Krystal.
"Aku tidak tau jika menyangkut mereka. Aku hanya fokus untuk melindungi Sinb dengan membiarkannya tinggal disini. Aku juga tidak akan lagi muncul lagi dihadapannya, bahkan Yunhyeong. Kami bersepakat jika June yang akan membantunya secara diam-diam. Dengan itu mereka tidak akan mengganggu Sinb lagi." ungkap Hanbin.
"June itu siapa?" tanya Krystal yang terlihat ingin memastikan semua.
"Yang pasti dia adalah sahabatku dan Sinb. Tenanglah bibi, ia dan keluarganya berada di lingkaran yang berbeda." untuk ucapan Hanbin kali ini, Krystal dapat bernapas lega. Ia cukup mengerti maksud perkataan Hanbin, jika June bukanlah bagian dari lingkaran piramid yang terdiri dari ketiga orang jahat itu.
"Kau bisa menjamin jika mereka tak akan menemukan Sinb dengan rencanamu ini?" Kai pun memastikannya sekali lagi.
Hanbin mengangguk. "Ya paman, mereka tidak akan tau selama paman dan bibi tidak berada di sekitar Sinb."
Suami-istri itu pun menghela napas. "Baiklah, kita kembali ke Seol sayang atau sebaiknya kau ikut denganku ke Jepang." tawar Kai dan Krystal diam, tak segera meresponnya.
"Hanbin bisa memberikanmu kabar secara berkala tentang Sinb, benarkan Hanbin?" Kai memandang Hanbin sembari mengerlingkan matanya, rupanya Kai ingin Hanbin bekerjasama dengannya dalam urusan menenangkan Krystal.
"Bibi tenang saja, aku akan memberikan nomer June. Mulai saat ini June yang akan memberikan kalian informasi tentang Sinb." kata Hanbin dan mereka pun diam, tidak mengiyakan atau menolaknya. Namun, mereka juga tidak bisa mengabaikannya begitu saja, saat realita mendesak mereka.
June, sepertinya mau tidak mau mereka harus tergantung kepadanya.
---***---
Sinb dan Jinhwan berjalan bersama dengan kesunyian. Perasaan kikuk masih saja terasa, meskipun mereka cukup mengenal.
Disatu sisi, entah mengapa? Kenyataannya Sinb tidak dapat menghentikan fikirannya kepada Hanbin. Ia mengkhawatirkan Hanbin yang menunjukkan sikap tak biasa itu dan pasti ia masih merindukan sosok Hanbin untuk berlama-lama menghabiskan waktu dengannya. Ia sangat yakin jika sepupunya itu menyembunyikan sesuatu darinya, tapi apa? Segala bentuk praduga terus berputar, bercampur aduk dalam otaknya. Jinhwan tak berhenti untuk memandangnya.
"Kata anak-anak, ada temanmu dari seol." tiba-tiba saja Jinhwan bertanya dan Sinb yang tadinya melamun, nampak terkejut.
"Ah, ne..." responnya dengan sedikit gagap.
"Apa yang mengganggu fikiranmu?" tanya Jinhwan yang bisa menebak jika Sinb sedang memikirkan sesuatu.
"Saem..." Sinb mendongak, menatap pria ini dengan serius.
"Ne..." Jinhwan pun menatapnya dengan senyum yang masih merekah.
"Bisakah aku meminjam handphonemu?" permintaan yang tak terduga muncup dari mulut Sinb.
"Tentu saja, ini." Jinhwan dengan mudahnya memberikan handphonenya dan Sinb pun segera meraihnya, menyentuh beberapa angka pada layar dan menempelkannya pada telinganya segera.
Beberapa detik berlalu tapi tak kunjung ada jawaban di seberang. Sinb semakin cemas.
"Wae? Apa tak ada jawaban?" Tanya Jinhwan dan Sinb menggeleng.
"Saem, aku akan menelepon temanku yang lain. Bolehkan Saem?" mohon Sinb dan Jinhwan yang masih mencoba menerka pun mengangguk.
Sinb pun menyentuh beberapa nomer di layar handphone Jinhwan dan menempelkannya kembali di telinganya.
"Yeoboseob, June!" pekik Sinb yang cukup mengagetkan Jinhwan.
"Wae? Kenapa kau meneleponku? Apa kau ingin memakiku?"
Ingin rasanya Sinb mengumpatinya tapi disini ada Jinhwan, ia tidak bisa menunjukkan sikap kasarnya itu sekarang.
"Bukan, kau tau alasan Hanbin kemari? Ia tidak sedang merencanakan sesuatu yang konyol kan?" desak Sinb dan terdengarlah tawa June diseberang.
"Wkwkwk, kekonyolan terbesarnya adalah menjadi sepupumu dan kalian adalah para sinting yang menyebalkan."
"JUNE!" pekik Sinb yang begitu kesal mendengar candaan June. Ia merutuki dirinya sendiri karena dengan bodohnya menelepon pria gila itu.
Tutt~
Sinb pun memutuskan sambungan karena merasa malu pada Jinhwan.
"Wae? Kenapa kau memutusnya?" Jinhwan bertanya dan Sinb pun menggeleng, merasa kebingungan karena Hanbin tak dapat di hubungi.
"Bagaimana kalau kita ke stasiun? Mungkin ia masih belum berangkat?" Jinhwan memberikan solusinya.
"Ani Saem, mungkin aku saja yang berlebihan." kata Sinb yang kini berjalan lebih dulu dan Jinhwan pun mengikutinya.
Sinb memang sangat ingin berlari mengejar Hanbin dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, disisi lain hatinya menolak karena ia merasa tak pantas lagi untuk menjadi bagian di hidup Hanbin dan semua orang dimasa lalunya.
Aku tidak tau, apa yang harus ku lakukan? Kenyataannya aku masih merindukannya, perasaan ini semakin tak terkendali saat ia menatapku.
Hanbin...bagaimana ini? Setiap menatapmu aku merasa sedih mengenang semua hal yang telah kita lalui. Aku merasa tak ingin melepaskan genggaman tanganmu.
Aku tidak tau, bagaimana hubungan kita dihari esok. Namun yang pasti, aku sangat menyayangimu, June, Yunhyeong dan Jisoo.
Aku berharap kalian tetap bahagia meskipun kita tak akan berjumpa lagi nantinya.
-Tbc-
Hi...Aku kembali dengan FF ini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top