8 - Cewek Edan

'Cinta bisa membuat orang gila. Apalagi kalau sudah dalam tahap cinta gila, sudah tidak ada kewarasan lagi yang tersisa.'

***

Niko hampir saja melempar ponsel saat membuka pesan WhatsApp dari salah satu kontaknya. Padahal itu ponsel mahal, kalau rusak bisa kena omel emak.

Ada untung dan ruginya jadi orang terkenal. Salah satu keuntungan adalah bisa punya mata-mata gratisan. Tanpa menemui atau menanyai Niki, dia sudah tahu di mana detail posisi, sedang apa, bahkan sedang dengan siapa cewek itu. Hanya saja, informasi yang didapatnya pagi ini benar-benar membuat gerah.

Niki sedang berduaan dengan cowok di perpustakaan. Cowoknya memunggungi kamera, jadi Niko tidak bisa kirim santet dan sejenisnya.

"Napa kau?" Reza muncul sambil membawa sebotol minuman.

Niko mendengkus lalu membuang muka.

"Eileh, gebetanmu digondol maling?" terka cowok yang lebih tinggi dua senti dari Niko itu.

Niko lagi-lagi menghela napas. Dia menatap sinis saat Reza dengan santai duduk di pinggiran mejanya. Ralat, meja cewek yang sedang diincarnya.

"Nik! Nik! Nik! NIKOOO!"

Kelas yang sedikit ramai pun jadi sepi saat seorang cowok masuk sambil teriak-teriak heboh.

Sebelum itu, sebuah fakta harus terungkap dulu. Bahwa dalam siklus berteman, bagi mereka yang punya wajah rupawan, pasti masuk cirlce "mahal" yang syarat masuk utamanya harus tampan atau mapan.

Meski Niko tidak menganut paham itu, kedua teman barunya memang terbilang lumayan. Reza, wajahnya cukup tampan, meski tidak setampan dirinya. Dari segi fisik, Dicky mungkin kalah oleh beberapa cowok, tetapi dari kekayaan, bolehlah dia diadu. Cowok bertubuh tinggi berisi—170 sentimeter dan berat 70 kilogram—dengan kulit sawo matang itu merupakan anak salah satu pengusaha terkemuka di Bandung.

"Apaan, sih, heboh bener," ketus Niko yang terlihat kesal.

"Kamu sembunyi, buruan! SEMBUNYI SEGERA, BRADER!" Dicky memang pembawaannya sudah heboh, jadi seisi X-IPS 3 harus menyetok kesabaran sebanyak mungin ....

Tidak, lebih tepatnya menyetok banyak umpatan dan kulit sapi kering buat ganti gendang telinga yang serasa rusak kalau cowok itu sudah teriak.

"Ya ap ...."

"A Nikooo!" Jeritan seorang cewek yang terkesan dimanja-manjakan terdengar samar-samar.

Mata Niko memelotot ngeri, kemudian beralih tajam saat menatap pada Dicky. Menginterogasi cowok yang sedang ngos-ngosan itu.

"Udah, cepet kamu sembunyi sana!" Dicky mendorong tubuh Niko menuju pojok kelas, tempat segerombolan cowok sedang kumpul main gim.

"Ayang Nikooo!" Suara itu makin keras saja. Dari kaca jendela, terlihat seorang cewek tengah berjalan menuju X-IPS 5.

Niko segera menyembunyikan diri dengan meringkuk di balik tubuh besar seorang cowok. Cowok itu menggeram karena terganggu yang hanya dibalas kata 'sorry' berulang kali darinya.

"Ayang?" Cewek itu melongok sembari memasang muka seimut mungkin—baginya. Tangan kananya memainkan ujung rambut.

"Niko nggak ada di sini," kata Reza yang selalu bertugas sebagai panglima Niko.

"Masa? Tapi, aku bisa nyium baunya. Di sini kuat banget, lho." Cewek itu ngotot.

Dia memang tidak sepenuhnya bohong karena rumusnya selalu sama, cinta bisa bikin orang gila. Cewek itu sudah cinta gila pada Niko, makanya melakukan hal-hal nekat dan ekstrem sampai dia pantas dapat gelar sassaeng seandainya Niko seorang idol.

Dari hal umum sampai spesifik tentang Niko dia tahu. Aroma parfum justru masuk kategori paling normal dari segelintir informasi tentang Niko yang dia tahu.

"Niko ada di sini, lho." Cewek itu mengendus-endus udara. "Bohong, ya, kamu? Kalo bohong tambah ganteng, lho." Senyum manisnya merekah.

Reza bergidik ngeri. Dicky yang mendengarnya juga jadi muntah-muntah—tentu saja pura-pura—sambil menatap jeri.

"Nggak ada. Otakmu terlalu penuh sama Niko, makanya sampe bayangin dia ada di mana-mana." Reza beranjak berdiri, siap menyeret cewek ini keluar kelas.

Beberapa siswi menatap ke arah mereka sambil berbisik-bisik dengan topiknya adalah si cewek gila itu.

"Tapi—"

"Nah, itu Niko!" potong Dicky sambil menunjuk ke sebuah arah.

Niko refleks menyembul dari tubuh cowok di depannya. Dia melayangkan umpatan tanpa suara kepada Dicky.

Untungnya cowok itu segera sadar dan langsung memberi kode pada Niko bahwa dia sedang melakukan trik pengalihan.

"Mana, ah?"

"Itu! Kamu coba lebih jeli, deh. Calon masa depan masa nggak keliatan," kata Reza, berupaya meyakinkan.

Demi menguatkan kebohongan itu, dia sampai menunjuk-nunjuk area lapang atau gerombolan murid yang sedang berlalu-lalang sambil menyeret si cewek keluar kelas.

Perjuangan mereka tidak sia-sia. Si cewek itu percaya dan segera lari saat melihat sosok yang diyakininya sebagai Niko.

Reza dan Dicky kembali ke kelas sambil kompak menghela napas lega. Niko beringsut berdiri, mengamati sekitar dengan teramat awas. Aman. Dia pun segera menghampiri kedua sahabatnya.

"Dasar cewek gila," celetuk cowok itu, kentara kesal sekaligus lega. Dia celingukan, masih waspada, siapa tahu cewek tadi kembali lagi.

"Edan malah," timpal Dicky. "Untung kamu punya dua bemper kek kita."

"Lagian, kamu kok bisa kecantol sama cewek edan kayak si Moris? Mana namanya kek anjing lagi." Reza memulai sesi julitnya.

Niko merengut, tidak terima dapat ejekan secara tidak langsung dari kedua kawannya yang setia. Bagaimanapun, seleranya mahal kalau menyangkut urusan cewek.

Tanpa berkata, dia segera meninggalkan kelas. Melupakan—atau mengabaikan—cewek yang menjadi alasannya datang kemari, yang dapat tugas dadakan dari guru. Padahal Niko sudah mengiakan akan menunggu cewek itu kembali.

Baginya, selama janji bukan datang dari hati, masih boleh diingkari.

***

Niki dapat durian runtuh sama pohon-pohonnya kali ini.

Ya, meski kiasan itu kelewat berlebihan.

Habisnya dia sedang bahagia. Pertama, diizinkan oleh Joshua untuk lebih dulu meminjam novel yang akan dipinjam juga oleh cowok itu. Kedua, cowok itu mau mengajarinya membuat tandu darurat.

Sebenarnya itu datang karena tidak disengaja. Karena tidak tahan lagi diam-diaman, akhirnya Niki mengucapkan sebuah kalimat tanya. Namun, karena di kepalanya hanya teringat tandu darurat saat melihat Joshua, jadi yang keluar adalah, 'a–aku masih kesulitan bikin tandu. Apa Kakak bisa ajarin?'

Setelah itu, Niki rasanya ingin menenggelamkan muka ke kolam ikan. Untung saja Joshua mengiakan permintaannya, jadi dia tidak jadi bertemu ikan-ikan.

Sekarang Niki sedang ketar-ketir di depan pintu masuk ruangan PMR. Tadi di perpustakaan mereka sepakat untuk praktik bikin tandu di sini. Joshua mengatakan akan mengajak Fitri dan Niki diperbolehkan mengajak teman-temannya untuk belajar bersama.

Karena kebetulan kenalan dekat Niki hanya Niko dan Aira, jadi cuma Aira yang diajaknya. Niko, sih, jangan ditanya. Tiap mendengar atau membahas nama Joshua saja cowok itu naik darah. Jadi, Niki memutuskan tidak mengajaknya.

"Niki!" Suara Aira yang mulai familier bagi Niki, terdengar bersemangat.

Niki berbalik dan menemukan Aira datang bersama dua cewek. Anggota junior PMR juga, hanya saja Niki tidak mengenal mereka.

"Kok, nggak masuk?" Aira menghampiri sambil menarik lengan kedua temannya.

"Engg, nunggu kamu, sih," jawab Niki, terlihat ragu-ragu.

"Okeee." Aira mengangguk-angguk sehingga rambutnya yang diikat dua kucir dua jadi bergerak-gerak. "Btw, kenalin ini Rara sama Nata."

Dua cewek yang diseret Aira tampak malu-malu, tidak ada bedanya dengan Niki. Jadi, acara perkenalan singkat ketiga cewek pemalu itu akhirnya terjadi.

Joshua terlihat berjalan sambil menunduk melihat ponsel menuju mereka. Mereka serempak minggir.

"Hai!"

Mereka melongo. Joshua lupa bahwa selama mengajar—bertemu junior hanya pas di ekstrakurikuler saja—seringnya dia memasang muka galak dan menguarkan aura killer.

Maka, wajar saja kalau dia dihadapkan dengan empat cewek yang melongo.

"Masuk!" Dia kembali bicara, kemudian mendahului empat cewek itu menuju pintu ruangan. Kebetulan kunci ruangan memang ada pada dirinya.

Keempat cewek tersadar ketika Fitri dengan hangat menyapa. Cewek itu bahkan mengajak mereka agar segera masuk.

Akhirnya mereka melangkah masuk setelah adu tatap untuk menentukan siapa yang memimpin.

Ternyata rumor yang beredar bahwa Joshua itu punya kepribadian ganda benar adanya. Kesan ketua PMR super-killer yang selama ini menakuti mereka, lenyap begitu saja ketika Joshua mulai mengoceh dengan nada lebih ramah.

"Meski kalian cewek, jangan jaim atau ragu buat ngeluarin tenaga. Dalam keadaan darurat, siapa pun harus sigap. Apalagi kalian ini, anak PMR." Joshua bicara sambil sibuk menyiapkan peralatan praktik.

Jam istirahat kedua berjalan sekitar 45 menitan. Setelah salat Zuhur, mereka masih punya waktu untuk melakukan aktivitas. Joshua memilih mengajari juniornya membuat tandu daripada gabut di kelas.

"Tim pertama siapa dulu, nih?" Cowok jangkung itu bertanya dengan nada ramah.

Namun, sebelum sempat ada yang menjawab, tiba-tiba saja pintu menjeblak terbuka. Seseorang muncul dengan wajah menyeramkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top