24 - Ngobrol Sama Niko

'Orang bilang, persahabatan selalu diuji ketika akan direkatkan makin erat.'

***

Setelah sekian purnama, akhirnya dua sahabat sejak orok itu bisa bersama lagi. Itu pun gara-gara Sintia yang berkunjung ke rumah Arin. Dua wanita itu langsung saja menempel bak kertas dan perangko karena beberapa hari kemarin terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan.

Arin dan Sintia terdengar membahas masalah rumah tangga mereka. Sesekali tertawa, tawa yang menggelegar sampai merambat ke dalam ruangan.

"Nik." Niki memanggil, tidak tahan sekaligus rindu mengobrolkan apa saja bersama Niko.

Cowok itu malah asyik dan fokus main game. Sesekali terdengar mengumpat karena heronya mati terus.

"Niko," panggil Niki sekali lagi. Kali ini dengan suara lebih keras.

"Hmmm." Cowok itu menyahut dengan tidak niat.

"Akunya masa dicuekin, sih?" Niki berupaya merajuk, siapa tahu triknya berhasil.

Sayangnya tidak. Padahal biasanya dulu, trik itu lumayan ampuh untuk meluluhkan ego di hati Niko. Ah, mungkin telah banyak yang berubah dari mereka dan termasuk hubungan persahabatan itu.

"Tanggung," kata Niko sambil tetap fokus menatap ponsel.

Double kill!

Suara ponsel yang bising karena sedang ada pertempuran sengit, benar-benar menyita perhatian cowok itu, pun mengganggu Niki yang merasa makin kesal.

Cewek itu berakhir main ponsel juga. Untung di ponselnya ada aplikasi baca gratis online-offline sehingga dia segera saja mengetikkan judul dan mulai membaca.

"Apa?" Rupanya Niko telah selesai menyelesaikan turnamen.

Tiga puluh menit kemudian, dua wanita itu masih asyik mengobrol di kursi halaman samping. Di depan mereka ada sebuah meja kecil bercat putih, di atasnya tersaji dua piring camilan dan dua piring kopi dingin.

Kopinya memang diseduh dengan air dari kulkas, plus es batu. Bukan benar-benar dingin karena diabaikan. Jadinya, dua gelas kopi dingin itu lebih tepat disebut kopi dingin yang sudah tidak dingin lagi.

"Hmmm." Kini giliran Niki yang membalas. Dia tertunduk, fokus membaca. Tanggung, beberapa halaman lagi habis bab. Baginya, berhenti baca di akhir bab itu lebih bagus dan lebih disarankan karena konflik yang dibahas akan mudah diingat.

"Dih, balas dendam, nih?" Tangan Niko mulai nakal dengan menarik-narik rambut Niki yang diikat dua sore itu.

Cewek itu habis keramas sehingga rambutnya tercium harum dan lembut saat dipegang. Niko jadi suka memainkannya sehingga berakhir mengganggu Niki. Tangannya tidak berhenti memainkan rambut Niki, membayangkan dirinya memeganngi tali kekang kuda.

"Nikooo," rajuk Niki yang merasa terganggu. Dia akhirnya selesai baca, jadi segera menutup ponsel, kemudian memusatkan pandangan pada Niko.

Cowok itu cengengesan sesaat, kemudian memasang tampang jutek lagi. "Tumben ke sini," sindirnya.

"Aku, kan, sahabat kamu," balas Niki, merasa heran mengapa cowok itu masih ketus terhadapnya.

"Sahabat?" Niko tergelitik dengan kata itu sehingga tanpa sadar dia tertawa singkat. "Kita sahabatan, ya, Nik?"

Ditatap oleh Niko, Niki balas menatap sambil menunduk. Di antara lautan manusia, dia lumayan bisa beradu tatap dengan Niko dan Sintia.

"Aku pikir kamu udah beralih ke kakak kelas songong itu." Niko mendengkus, melipat kedua tangan di dada, kemudian mengalihkan pandangan ke depan.

"Niko ...." Ucapan Niki terhenti, suaranya pun memelan. Ada gejolak yang membuat hatinya serasa mulai pedih.

Perasaan apa yang menyerangnya? Sedih karena ternyata Niko masih marah pada Joshua? Harusnya tidak, karena cowok itu ternyata juga berpaling pada sahabat baru.

Jika dipikir ulang juga, harusnya Niki yang berujar demikian karena selama ini Niko seperti menghindar dan menjauh. Contoh kemarin, ketika Niki memiliki acara penting dan cowok itu tidak datang.

"Aku nungguin kamu di acara lamaran ibuku. Aku kira kamu bakal datang, seenggaknya datang sebentar aja." Suara Niki begitu pelan, lebih menyamai sebuah bisikan.

Kedua mata cewek itu terasa memanas, belum lagi gemuruh di dalam dada. Namun, entah mengapa, kali ini dia begitu ingin mengungkapkan segala isi hatinya. Cukup selama ini kekecewaan dan kemarahan ditimbun olehnya.

"Malam itu aku harusnya bahagia, tapi aku nangis. Aku nangis karena ... aku nggak tahu. Aku juga sedih karena ternyata kamu nggak datang, padahal itu hari penting buatku," sambung Niki.

Tanpa bisa dicegah, air mata cewek itu mulai berjatuhan. Untung di sana hanya ada mereka berdua, sementara dua wanita di luar sana masih sibuk curhat tentang apa saja.

"Aku juga sedih karena ... kamu belakangan ngejauh dari aku, ya? Kenapa, Niko?"

Suara Niki yang penuh lara berhasil membuat Niko terdiam. Pertama kali, dia mendengar kejujuran dari hati cewek itu.

Bukan, selama ini Niki selalu jujur dan terbuka terhadapnya. Hanya saja, untuk masalah yang dialami, cewek itu selalu berusaha keras menyimpannya sendiri. Dan, tugas Niko adalah mencari tahu, kemudian membantunya.

Hening, tetapi samar-samar mulai terdengar tangis tertahan Niki. Kedua tangan cewek itu terkepal di atas paha. Dia menggertakkan gigi, menggulung lidah sehingga menyentuh langit-langit mulut, dan mati-matian merapatkan bibir agar tangisnya tidak terdengar siapa pun.

Niko masih diam. Hatinya mulai diserbu beragam rasa, tetapi yang dominan adalah kemarahan dan penyesalan.

"Kenapa kamu ngejauh dari aku, Niko?" Niki bertanya dengan suara yang pelan dan gemetar. Tubuhnya ikut bergetar, sementara air mata masih terus berjatuhan.

Takut ketahuan oleh orang lain, Niki menghela napas dan dilakukan berulang-ulang. Cara itu cukup ampuh baginya untuk meringankan beban di dada. Sekarang tangisnya mulai mereda, sesak di dada juga perlahan mengendur.

Dia tergesa-gesa menghapus air mata. Niko menyodorkan boks tisu kepadanya yang segera diserbu untuk menghapus jejak air mata. Setelah kering air mata, cewek itu memutuskan ke kamar mandi untuk membasuh muka.

Saat kembali, Niko masih di tempat semula, tengah duduk melamun. Cowok itu agak tergemap ketika Niki muncul di belakangnya.

"Aku nggak akan pergi ninggalin kamu, Nik," ungkap Niko ketika Niki telah duduk rapi. "Orang bilang, persahabatan selalu diuji ketika akan direkatkan makin erat. Aku harap kita juga gitu."

Niko tahu dirinya hanya sedang membual, tetapi kalimat-kalimat semacam itu selalu berhasil menenangkan hati Niki. Sekarang buktinya cewek itu langsung memasang senyum.

"Aku harap juga gitu," balas Niki dengan suara yang lebih tenang. "Aku hanya takut kehilangan kamu, Niko, seperti aku kehilangan Ayah. Aku nggak sanggup lagi."

Niko menggeleng tanpa sadar. Kemudian, tangan kananya terangkat. Dia menggeser duduk dan mengelus-elus kepala cewek di sampingnya dengan penuh kasih sayang.

"Apa aku perlu jauhin Kak Shua, Niko?" Mata Niki bertumbukkan dengan mata cokelat Niko.

Niko menggeleng lagi, padahal hatinya mengatakan yang sebaliknya. "Selama dia cowok baik, aku nggak masalah."

"Tapi, Niko marah kalo aku deket sama dia. Kenapa?" Suara Niki diiringi reaksi penasaran yang menunjukkan bahwa saat ini juga, dia butuh penjelasan dari Niko.

Lagi-lagi Niko menggeleng. Dia bohong terus sore ini. "Aku nggak marah."

"Terus, kenapa judes terus kalo aku lagi deket sama Kak Shua? Bahkan, kalo aku nyebut nama Kak Shua, Niko langsung masang muka jutek," ungkap Niki, masih membiarkan Niko mengelus kepalanya. Sebuah kegiatan yang paling disukainya.

Tangan kanan Niko berhenti bergerak di kepaal Niki, kemudian ditarik olehnya. "Aku cuma nggak suka aja," dia menghela napas, "soalnya, takut kamu berpaling dari aku, terus lebih deket dengan cowok itu."

Sejujurnya, kalimat polos Niko itu memiliki makna lain. Dia sedang mengungkapkan kejujuran, bahwa hatinya cemburu tiap melihat Niki berduaan dengan Joshua. Hanya saja, memang dasar Niki yang kelewat tidak peka, dia hanya menangkap makna kasar dari kalimat sahabatnya.

"Jadi, Niko nggak marah kalo aku deket sama Kak Shua?" Mata Niki berbinar.

Melihatnya, Niko makin tidak tega saja. Dia merutuki diri sendiri yang bersikap dan bertindak terlalu kekanakan. "Nggak, kok," kilahnya sambil memasang senyum palsu.

***

Seorang cewek tampak mengintai. Matanya awas meneliti setiap orang yang lewat. Sampai sekarang, target belum terlihat. Sementara itu, dia sudah mengumpulkan informasi mengenai target dari beragam sumber.

Dia sejujurnya agak kaget saat ternyata calon saudara barunya satu sekolah dengannya. Lebih mengejutkan lagi, targetnya merupakan salah satu nama yang belakangan sedang booming.

Sudut bibir tipis kemerahan cewek itu melengkung selama sesaat. Matanya yang bulat dan beriris hitam jernih, terkunci pada seorang cewek yang sedang berjalan ke arahnya. Tidak, lebih tepatnya melewati lorong di dekat tempatnya bersembunyi.

Niki terkaget saat tangannya ditarik secara tiba-tiba oleh seseorang. Dia makin kaget saat berhadapan dengan seorang cewek yang memasang wajah sangar. Lebih mengejutkan lagi, wajah cewek itu rupanya cukup familier. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top