5. Momentum Berharga

Tepat pukul dua belas siang bel berbunyi. Pertanda waktunya istirahat kedua. Semua murid kelas X hingga kelas XII langsung berhamburan keluar kelas. Dari lantai satu hingga lantai empat gedung belajar SMA Pradita Nusantara terlihat riuh dan bergemuruh. Semua siswa melangkahkan kaki mereka ke arah kantin sekolah. Siswa kelas X yang tidak ingin bertemu dengan kakak kelas mereka tampak tergesa-gesa menuju kantin.

Semenjak kelas X berani menapakkan kaki mereka ke kantin, suasana tempat makan itu serasa mencekam. Keadaan terlihat semakin ramai dengan kehadiran kelas X, namun hanya suara langkah kaki dengan decitan sepatu dan dentingan peralatan makan yang terdengar. Tidak ada suara manusia yang meriuhkannya. Hal itu tak luput dari pengamatan Rhys dan teman-teman dekatnya.

"Kalau jalan pakai mata, dong!" teriak Bella yang mengagetkan semua orang di kantin, setelah suara peralatan makan berjatuhan di atas lantai.

Bella dengan sengaja melintangkan kaki kanannya. Ia bermaksud untuk menjatuhkan Nara yang akan melewati meja makannya. Tetapi nahas, karena Nara dan Rosie melihat tingkahnya. Hal itu membuat Nara menumpahkan isi nampannya di tepi meja Bella sebelum terjatuh.

"Jalan itu pakai kaki!" sungut Rosie yang berada di sebelah Nara.

"Kaki kamu sengaja melintang," terang Nara sembari menatap kedua mata Bella tanpa takut.

"Suka-suka kaki gue, lah. Mau melintang kek, mau tiarap juga bukan urusan lu," pekik Bella yang sudah geregetan dengan keberanian Nara.

"Ya, emang suka-suka situ. Tapi kaki situ, tuh, melintang di jalan, Kakak Bella yang terhormat. Mengganggu!" sahut Rosie sebal.

"Berani banget, lu!" Hani beranjak dari tempat duduknya.

"Oh, harus itu. Aku cuma takut sama Tuhan Yang Maha Esa. Emang situ Tuhan?!" oceh Rosie yang membuat Leo langsung turun tangan.

Leo, Rhys, dan Bagas yang baru saja akan mengambil makanan segera mengurungkan niatnya karena melihat Bella berulah kembali. Sementara Jojo, Gigi, Queen, dan Prince sudah duduk manis menonton keributan yang telah berlangsung beberapa menit lalu. Mereka menonton sambil menikmati makan siang.

"Ayo, duduk!" ajak Leo menggiring Rosie yang sepertinya akan melempar nampan pada Hani.

"Ih! Aku belum selesai, Ge," tolak Rosie yang tidak diindahkan Leo.

"Ayo." Rhys menarik salah satu tangan Nara untuk mengikuti Rosie.

"Yang lain, lanjutkan makan!" perintah Bagas yang disambut seringaian bangga dari Choi Seungcheol di barisan tengah tempat makan.

Bella menarik tangan kiri Nara, "Urusan gue belum selesai sama dia. Lu nggak usah ikut campur, deh, Rhys."

"Iya, Rhys. Emang dia pacar Lu?" olok Febri.

Rhys berbalik. Ia menatap Bella dan anak-anak tim cheers dengan tatapan mengintimidasi. Tatapan yang tiba-tiba membuat perempuan-perempuan itu diam tidak berkutik. Rhys jarang sekali menampilkan wajah marahnya selama ini. Ia salah satu orang yang terkenal sabar di antara teman satu gengnya selain Bagas.

"Iya, Nara cewekku. Sekali lagi kalian semua ganggu dia, bersiap-siaplah pindah dari sekolah ini," peringat Rhys sebelum mengajak Nara pergi.

"Lu selama ini nolak kita semua cuma buat cewek kayak gini?!" ejek Bella yang pernah ditolak cintanya oleh Rhys.

"Selera Lu rendah banget, Rhys," cela Febri yang juga pernah ditolak Rhys.

Rhys mengembuskan napas kasarnya sebelum menyahut, "Justru kalau aku milih kalian itu berarti seleraku terlalu rendah. That's why, aku nggak tertarik sama kalian. Selalu membuat masalah dengan orang-orang yang kalian anggap lemah, itu benar-benar perbuatan rendahan."

"Lu--" Bella, Febri, dan yang lain tidak terima.

"Kalian nggak lupa, kan, siapa aku?! Jangan membuat masalah denganku!" tegas Rhys keras yang membuat semua terhenyak, tidak terkecuali Nara.

Rhys membawa Nara ke tempat makan teman-temannya. Sementara itu, Bagas berbalik arah meminta petugas kebersihan untuk membereskan makanan yang berserakan di lantai. Setelahnya ia mengambil makan siang yang tertunda.

"Duduk di sini sama Rosie. Abang ambil makanan buat kamu," titah Rhys pada Nara yang tidak ingin dibantah.

Nara hanya terdiam. Ia tidak menyahut atau menganggukkan kepala untuk menjawab kalimat perintah dari Rhys. Ia hanya memandang Rhys seraya menutupi degup jantungnya yang masih berdetak kencang. Rhys telah berhasil membuat kinerja otak dan sarafnya melambat dalam hitungan detik.

"Jo, ayo!" ajak Rhys pada Jojo untuk membantu membawakannya makanan.

"Oh. Siap, Jendral," ujar Jojo sambil memerhatikan raut serius Rhys, lalu bergantian memandang wajah cantik Nara yang tanpa ekspresi.

Leo pun berpamitan pada Rosie, "Gege ambil makanan dulu."

Suara berisik mulai terdengar dari seluruh penjuru kantin. Kasak-kisik itu berasal dari para siswa yang mendengar ucapan Rhys. Hal itu membuat Nara tersadar akan apa yang telah terjadi beberapa menit lalu. Nara teringat dengan pernyataan Rhys yang sempat membuatnya terkejut bukan main. Rhys berkata bahwa ia adalah kekasihnya.

"Ini tanggal berapa?" tanya Gigi pada teman-temannya.

"Nggak tahu. You ngapain tanya tanggalan?" jawab Queen singkat.

Rosie melihat jam tangannya, "Senin, 17 Juli."

"Catat, guys. Hari ini Rhys jadian sama Nara," ujar Gigi sambil tersenyum-senyum memandang Nara.

Prince tersedak karena kaget. "Heh?!"

"Be careful, Beib," ucap Queen sebelum memberikan air mineral pada Prince.

"Ra, jinjja?" tanya Rosie dengan bahasa Korea sederhananya--Benarkah, Ra?

"Geojinmariya," sahut Nara yang berarti 'bohong itu', sambil memerhatikan orang sekitar yang sedang membicarakannya.

"Artinya?" tanya Gigi dan Queen serempak.

"Kakak tanya aja sama Bang Rhys," ujar Nara bingung menjelaskan.

"Abang dong...," ledek Gigi dan Rosie, membuat Nara seakan kekurangan energi untuk menyahut.

"Cuma Rosie dan Nara yang manggil abang sama Rhys," terang Prince.

"You benar, Beib." Queen menambahkan sambil tersenyum bahagia.

♡♡♡

"Momentum dan Impuls," baca Rhys dalam hati sebelum mengerjakan soal fisika yang sudah membuat pusing.

Rhys mengulang kembali membaca pengertian kedua kata tersebut dalam buku paket Fisikanya. Ia juga membaca catatan yang sempat diterangkan gurunya setengah jam lalu. Impuls dan momentum termasuk dalam besaran vektor, sehingga akan memiliki nilai dan arah. Momentum memiliki arah yang sama (searah) dengan kecepatannya. Arah impuls searah dengan gaya impulsifnya.

Tangan kiri Rhys sudah sibuk menulis rumus momentum dan impuls secara berurutan. Ia menghubungkan keduanya untuk mendapatkan sebuah persamaan matematika sebelum mengerjakan soal. Hubungan itu dijelaskan dalam teorema impuls-momentum yang menyatakan bahwa impuls yang bekerja pada benda akan sama dengan perubahan momentum dari benda tersebut.

"Hubungan momentum dan impuls dari persamaan matematika:

F = m.a (sesuai Hukum Newton II)

dimana,

a = Δv/Δt = (v2-v1) / Δt

sehingga,

F = m ((v2-v1) / Δt)

F.Δt = m.v2 - m.v1

F.Δt = p2 - p1

I = Δp "

Rhys menuliskannya dengan teliti. Setelah mendapatkan pola-pola yang dicarinya, ia mulai membaca soal-soal fisika di buku catatannya dalam diam. Keningnya perlahan mengerut setelah membaca kembali soal tersebut. Kemudian ia memandang sang guru fisika yang ternyata juga sedang menatapnya sembari tersenyum sumringah.

"Bapak nggak lagi menyindir seseorang, kan?" tanya Rhys serius, dan membuat teman-temannya menatapnya heran.

"Kamu merasa?" tebak Bagas yang duduk di sebelah kanan Rhys.

"Siapa lagi yang paling tinggi di kelas? Terus ada gitu yang berat badannya hampir 70 kilo?" ungkap Rhys menahan kesal.

Tawa Pak Fuji meledak, "Itu perumpamaan, Rhys--Contoh. Tapi siapa tahu akan berguna nanti."

"Seorang jomblo tampan nan rupawan bertubuh tinggi tegap bermassa 75 kilogram berjalan santai ke target cintanya dengan kecepatan 1,4 meter per detik. Berapakah momentum berharga jomblo tersebut?" baca Leo lantang. "Aiya...."

"Apa woy?!"

"Jomblo tampan nan rupawan."

"Bertubuh tinggi tegap."

"Jomlonya Rhys?"

"Heh?!"

"Apa?"

"Have you finish?" tanya Pak Fuji mengecek.

"Not yet, Pak!!!"

"Kalian sengaja?" tebak Pak Fuji yang baru saja melihat jam tangannya--Pukul 15.17 WIB.

"Hehehe."

"Tanggung, Pak."

"Iya, Pak. Kita sudah lelah, letih dan lesu."

"Jam rawan ngantuk, Pak."

Pak Fuji langsung menunjuk murid kesayangannya, "Rhys, apa jawabannya?"

"Lha, kok, aku?" sahut Rhys sebal.

"Cepat, apa jawabannya? Ini soal spesial buat kamu," ledek Pak Fuji.

"Rhys udah nggak jomlo lagi, Pak."

"Iya, Pak. Tadi jadian di kantin."

"Siapa cewek itu?" Pak Fuji ingin tahu.

"Cewek Korea di lantai satu, Pak."

"Kelas X?" sahut Pak Fuji tidak percaya.

"Berisik, kalian!" pekik Rhys dan hanya dibalas kikikan dari teman-temannya. "Jawabannya, 105 kg m/s."

"Coba ditulis di papan tulis," perintah Pak Fuji.

"Duh, Pak. Kelamaan kalau harus nulis di depan juga. Saya baca aja, ya.

Jawaban:
Momentum (p) = massa (m) x kecepatan (v)
p = 75 kg x 1,4 m/s = 105 kg m/s." Rhys mendikte teman-temannya yang akan menulis jawaban dengan intonasi cepat.

"Jangan cepat-cepat, Rhys!"

"Ulang, Rhys!!"

"Riris!!"

"Ulangi!"

"Siapa yang jawabannya sama dengan Rhys?" tanya Pak Fuji, dan disambut acungan tangan dari sebagian murid di kelas XI IPA 1.

Pak Fuji memuji sebelum melanjutkan membahas soal, "Good. Soal nomor dua.

Seonggok cinta bermassa 1000 kilogram bergerak secara horizontal ke arah seorang jomlo dengan kecepatan 20 m/s dan memantul kembali. Jika cinta tersebut dipantulkan dengan laju yang sama besar, berapakah besar impuls cinta itu?"

"Ya elah, Pak. Udah jomlo, cintanya mantul lagi. Jomlo mengenaskan itu, mah," oceh Junior yang duduk di depan Rhys.

"Kayak Leo, cintanya mantul terus," imbuh Wawan yang dibalas gelak tawa teman-temannya.

"Hahaha...."

"Bagas maju ke depan," pinta Pak Fuji diiringi bel yang berbunyi.

"Pulang, Pak!"

"Time's up!!!"

"Let's go home!!"

"Gas, ayo!" perintah Pak Fuji.

Bagas segera maju ke depan. Tanpa banyak kata, ia menulis jawaban di papan tulis dengan begitu cepat.

"Diketahui:

m = 1000 kg
v1 = 20 m/s
v2 = -20 m/s

Impulsnya adalah:

I = Δp

I = m.Δv = m (v2 - v1)

I = 1000 (-20 - 20) = 1000 (-40) = -40.000 Ns."

Bagas menambahkan sebelum kembali ke mejanya, "Tanda minus di sini menunjukkan arah. Jadi arahnya berbeda dengan arah awal, karena cinta tersebut memang memantul."

"Eeeaaaak."

"Mantuuul...."

"Tul, tul, tul...."

Semua murid memotret jawaban Bagas yang tertulis rapi di papan tulis dengan smartphone-nya masing-masing. Sesaat setelah Bagas kembali ke kursinya, Hoshi sebagai ketua kelas langsung menyiapkan teman-temannya untuk berdoa sebelum pulang. Seusai berdoa bersama, satu per satu keluar dari kelas mengikuti guru fisika mereka. Di luar kelas, Jojo dan Gigi sudah menunggu Rhys, Leo serta Bagas seperti biasa. Disusul oleh kedatangan Prince dan Queen yang juga baru keluar dari ruang kelas sebelah.

♡♡♡

Kedua mata Rhys tiba-tiba saja terfokus pada satu titik. Ia memerhatikan segerombolan murid-murid perempuan yang berada di depan pintu masuk toilet wanita. Gigi yang berjalan di barisan terdepan bersama dengan Bagas langsung berhenti karena ingin tahu.

"Ada apa?" tanya Gigi pada salah satu siswi yang mengenakan badge seragam bertanda kelas X.

"Ada yang berantem, Kak," jelas siswi tersebut.

"Nara sama Rosie di dalam, Kak," tutur Haruka, salah satu teman sekelas Nara.

"Yang, boleh?" pamit Gigi pada Bagas sebelum membelah kerumunan di depannya.

"Jangan mulai duluan," peringat Bagas.

"Sure," sahut Gigi seraya memberi kode pada Queen. "Permisi semua...."

Rhys dan Leo mengikuti Gigi bersama Queen yang sudah berhasil membuka jalan di tengah kerumunan itu. Semua siswi tersebut langsung bergeser ketika melihat kedatangan Rhys. Seluruh penghuni sekolah seakan telah mengetahui bagaimana hubungan Rhys dan Nara. Pernyataan Rhys bahwa Nara adalah kekasihnya sudah menyebar di segala penjuru SMA Biru.

"Jadi cewek cantik di sekolah ini harus menuruti standard, Kakak? Serius?!" olok Rosie berani meski Hani sedang memegang gunting besar di sebelahnya.

"Heh!! Lu kalau mau jalan sama Leo, ya, jangan cupu. Pake rok di atas lutut, biar seksi," timpal Hani.

"Pacar anak basket nggak boleh kampungan!!" peringat Bella yang tidak lepas memandang sebal pada Nara.

"Kakak semua lahir dimana? Jakarta? Atau Depok? Itu lebih kampungan. Kampungnya Nara di Korea, Seoul. Kampung Gue di China, Shenzen," celoteh Rosie yang telah menampik tangan Hani dengan keras.

"Kalian benar-benar ngeselin, ya!" pekik Bella kesal.

"Shibal!!!" umpat Nara dalam bahasa Korea seraya menatap Bella dengan tajam, dan bersiap untuk menyerang.

"Apa Lu bilang?!" Bella ingin tahu.

Rosie tertawa, "Dih, kampungan! Makanya main ke Korea. Keparat, bajingan. Itu artinya!"

"Lu...!!"

"Wah! Ternyata kalian lagi," ucap Gigi yang menghentikan pergerakan tangan Bella dan teman-temannya.

"You semua nggak capek gitu berantem?" imbuh Queen yang langsung mengambil gunting dari tangan Hani dan Siska, lantas membuangnya. "I kasih tahu sama You semua. Kalau mau keren, beli barang branded dari desainer ternama. Kayak I, beli baju di Tex Saverio. Perawatannya jangan di tempat viral, nggak level."

"Cantik itu dari hati," kata Gigi.

"Dan you, you, you semua nggak cantik! Karena pada nggak punya hati," tambah Queen.

"Queen, hack cctv," bisik Rhys yang membuat Queen langsung mengambil smartphone-nya.

Bella beserta keempat temannya mematung. Mereka semua reflek mencari cctv toilet yang tidak diketahui keberadaannya. Rhys berjalan maju menghampiri Bella. Menahan diri untuk tidak marah atau pun memaki perempuan di hadapannya.

"Apa kamu nggak dengar ucapanku di kantin tadi? Apa perlu kita ke ruang BK sekarang?" tanya Rhys sambil menundukkan kepalanya.

"Lu yakin bisa ngeluarin gue dari sekolah ini? Orang tua gue salah satu donatur tetap di Yayasan Pradita Nusantara. Kita sama, Rhys," tutur Bella tidak takut.

"Kita beda! Aku dan Rosie adalah salah satu keturunan dari pemilik Yayasan Pradita Nusantara. Jadi menurut kamu, siapa yang paling berkuasa di sini?" ungkap Rhys--Semua orang terkejut mendengarnya.

"Jadi Rosie benaran adik Lu?" Febri tidak percaya.

"Kalian belum mengecek nama belakang Rosie?" ujar Leo sebelum menarik salah satu tangan Rosie. "Stupid!"

"Mami gue lebih kaya dari pada orang tua Lu. Ngerti!" sungut Rosie saat tangannya ditarik paksa oleh Leo agar keluar dari toilet. "Jadi donatur aja sombong!"

Gigi pun melakukan hal yang serupa pada Nara. Menggandeng Nara untuk segera pergi meninggalkan toilet. Diikuti Queen yang menunjukkan gambar cctv toilet pada Bella dan teman-temannya sambil tersenyum bahagia.

"Bye!" pamit Queen mengejek.

"Kalau kalian ingin tahu siapa yang paling berkuasa di sini, silakan dicoba," tegas Rhys keras.

♡♡♡

Rhys menyusul Nara ke dalam kelas. Sementara Rosie dan teman-teman dekat Rhys menunggu di luar. Nara terlihat membereskan buku dan perlengkapan menulisnya ke dalam tas ransel. Ia masih terdiam dengan wajah datarnya yang jarang tersenyum. Hal yang membuat Rhys begitu penasaran, bagaimana cara mengukir senyum di wajah ayu Nara itu.

Rhys teringat materi pelajaran Fisika tadi--Tentang momentum dan impuls. Ia mengenang candaan Pak Fuji di kelas. Sekarang ia akan menggunakan momentum berharganya untuk mendapatkan hati Nara. Ia yakin bahwa Nara memiliki perasaan kepadanya, walau hanya beberapa persentase saja.

"Abang antar kamu pulang," kata Rhys yang sudah berdiri di samping Nara.

"Aku bisa pulang sendiri," balas Nara singkat setelah selesai memakai sweater dan mencangklongkan tasnya.

"Di jemput?" tanya Rhys ingin tahu.

"Abang tahu nggak, kalau apa yang Abang lakukan hari ini buat musuhku bertambah," tutur Nara yang membuat Rhys semakin fokus kepadanya. "Jadi tolong, jangan pernah bantu atau dekati aku lagi."

Rhys tersenyum karena bisa mendengar suara Nara sedikit lebih lama, "Kamu nggak bisa melawan mereka sendirian."

"Aku bisa jaga diri sendiri."

"Abang akan tetap jaga kamu di sini."

"Terserah."

"Apa kamu pernah dengar kalau Choi Seungcheol Hyung akan dikeluarkan dari sekolah ini?"

Nara terpaku mendengar penuturan Rhys. Ia pernah mendengar hal tersebut. Tetapi ia tidak mengetahui apa yang telah Choi Seungcheol lakukan hingga hampir dikeluarkan dari sekolah.

"Apa yang sudah kamu dan Rosie lakukan itu sama dengan apa yang pernah Cheol Hyung lakukan dulu. Berani menapakkan kaki di kantin sekolah saat kelas X. Kakekku salah satu pemilik Yayasan Pradita Nusantara. Ayahku donatur tetap di yayasan. Ibuku ketua komite SMA Biru. Dia yang melindungi Cheol Hyung sampai sekarang," terang Rhys. "Dengan atau tanpa izin kamu, Abang akan menjaga kamu dan Rosie."

"Kenapa Abang melakukan itu?" tanya Nara serius.

"Joahaeyo," tegas Rhys singkat tetapi membuat Nara terkejut bukan main.

Rhys mengatakan bahwa ia menyukai Nara. Kata-kata itu telah menghapuskan semua kosakata Nara yang akan disampaikan pada Rhys. Saat ini Nara hanya mampu terdiam membisu. Merasakan desiran hebat di dadanya, diiringi detak jantung yang berdegup kencang.

"Apa kamu mau jadi pacar Abang?" tanya Rhys berani.

Rhys mengulurkan tangan kanannya pada Nara, "Abang akan memberikan semuanya untuk kamu. Kamu bisa memanfaatkan Abang untuk melawan mereka. Just hold my hand, nan ne-kkeoya," ucap Rhys.

Nan ne-kkeoya, aku milikmu seorang. Kalimat terakhir Rhys memberikan penegasan yang terdengar seperti perintah di telinga Nara. Perasaan Nara seakan bersambut. Ia memang sering memikirkan Rhys. Tetapi ia tidak pernah berharap memiliki hubungan khusus pada Rhys. Ia tidak seberani itu untuk berhubungan dengan lelaki selain papanya.

Kedua mata Rhys terus memandang Nara tanpa lelah. Mengagumi Nara sejak pertama kali bertemu. Rhys ingin menjadi seseorang yang bisa mengukir senyum manis di wajah cantik Nara. Entah bagaimana pun caranya. Sekaligus menjaga Nara layaknya melindungi Rosie dan sang kakak tercinta.

"Gomawo," ungkap Rhys berterima kasih, seraya tersenyum sumringah kala Nara menggenggam tangannya dengan erat. "Let's grow old together."


Tbc.
Fri, 19 May.
14.06.23

Hai guys,
annyeong....
eotteokhae?
Apakah kalian terhibur?
Semoga ceritanya bisa selalu menghibur, ya.

Jangan lupa vote and comments-nya.

See you soon,

🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top