3. Variabel Kontinu
Rhys, Bagas dan Leo keluar dari kelas satu per satu. Senyum manis Gigi telah menyambut mereka di depan pintu kelas. Ditemani oleh Jojo yang sedang menunggu kedatangan Prince dan Queen. Terlihat Prince dan kekasihnya baru saja keluar dari kelas, XI IPA 2.
"Tumben, lama banget keluarnya," keluh Gigi ketika Bagas sudah bersiap untuk mengusap pucuk kepalanya.
Bagas dan Rhys merupakan rival abadi dalam pelajaran Matematika. Kepintaran dan ketegasannya telah membawa Bagas menjadi Ketua Osis SMA Biru yang disegani. Bagas adalah salah satu alasan Rhys serta teman-temannya berpindah dari International School ke Sekolah Swasta--Sekolah Pradita Nusantara, ialah sekolah swasta unggulan dengan menerapkan kurikulum nasional plus. Dimana kurikulum tersebut mengadopsi kurikulum nasional dan International Baccalaureate (IB).
Rhys dan teman-temannya bertemu dengan Bagas saat mereka duduk di bangku SMP. Bagas mendapatkan beasiswa prestasi untuk bersekolah di Nusantara International School atau NIS. Di sana Bagas dibantu oleh Rhys dan teman-temannya agar bisa bertahan di NIS--melawan segala perbedaan yang ada. Status pekerjaan orang tua yang sering menjadi kesenjangan sosial di NIS. Apalagi jika siswa tersebut masuk karena mendapat beasiswa. Penerima beasiswa adalah kasta terendah di NIS.
"Miss Afgriz ngamuk lagi?" tebak Jojo yang sebelumnya di jam pertama mengalami hal serupa--Guru Matematikanya marah karena beberapa siswa lupa mengerjakan PR.
"Gara-gara kamu pasti," tuduh Rhys.
"Ya, Tuhan, Jendral. Gue kalau nggak bisa ngerjain PR, pasti diselesain walaupun mengarang indah." Jojo membela diri.
"Ini bukan soal PR aja, tapi kayaknya si Miss lagi bad mood parah," terang Leo.
"Why?" tanya Queen yang baru saja datang.
"Serius banget," sambung Prince yang sedang digandeng Queen.
"Miss Afgriz marah karena kelas kita lama ngerjain soalnya," jelas Rhys sembari berjalan di samping Leo.
"Lha, kok tumben kelasnya Einstein lemot?" Prince menyela.
"Iya. Kalau kelas gue lemot mah wajar," imbuh Jojo yang langsung mendapat cubitan di lengan dari Gigi.
"Gue nggak lemot, ya!" sungut Gigi.
"You nggak lemot kalau bahas Bagas doang," cibir Queen.
"Bangke!" balas Gigi yang mengiyakan ucapan Queen dalam hati.
"Kamu sama Rhys nggak ada yang maju, Yang?" tanya Gigi penasaran.
Bagas menyahut singkat, "Enggak."
"Ya, masa tiap pelajaran Matematika cuma aku sama Bagas yang maju. Males banget," sindir Rhys pada Leo.
"Aiya..., aku nggak mau disangka sok pintar kalau maju dulu," sanggah Leo.
"Udah, guys. Kita salat Jum'at dulu," pungkas Bagas sebelum berbelok ke arah tempat beribadah berada. "Ayo, Rhys."
"Yang, mau dipesenin makanan dulu nggak?" tanya Gigi menghentikan langkah Bagas.
"Iya, samain aja sama kamu," jawab Bagas.
"Aku juga, Gi. Nanti aku transfer kayak biasa," ujar Rhys sebelum menyusul Bagas.
Gigi menyahut patuh, "Oke."
Rhys mengejar Bagas yang sudah berlari terlebih dahulu. Mereka tidak ingin tertinggal khutbah yang sepertinya sudah berkumandang beberapa menit lalu. Melewati bangunan gereja, pura, vihara dan kelenteng sebelum akhirnya sampai di masjid. Sekolah Pradita Nusantara, atau terkenal dengan sebutan Sekolah Biru, memiliki fasilitas tempat beribadah yang lengkap. Dari PAUD, TK, SD, SMP dan SMA akan berkumpul bersama di tempat beribadat mereka masing-masing.
♡♡♡
Vernon, ketua kelas X2 memasuki kelasnya setelah bertemu dengan semua ketua kelas X lainnya. Merundingkan bagaimana caranya mereka masuk ke kantin sekolah. Ada kabar bahwa murid kelas X dilarang memasuki kantin. Informasi ini memang sudah tersiar sejak para murid baru SMA Biru mengikuti MOS di hari pertama. Larangan tersebut ternyata sudah turun temurun entah sejak kapan.
"Siapa yang mau ke kantin? Kita akan ke kantin bersama-sama," kata Vernon kepada teman-teman sekelasnya.
"Apa kamu sudah tanya wali kelas?" tanya Haruka ragu.
"Sudah. Miss Afgriz bilang, kalau kalian ingin mengubah tradisi buruk, maka kita semua harus melawan bersama-sama. Miss Afgriz akan maju jika terjadi keributan nanti," terang Vernon. "Gimana? Lapar, nih."
"Lu bisa bela diri nggak?" tanya Iwan.
"Aku bisa muay thai," pungkas Vernon.
"Gue bisa karate," ungkap Dino yang mulai berjalan ke depan untuk mengikuti ajakan Vernon ke kantin.
"Aku bisa wushu. Yang lain?" ajak Eisa di belakang Dino, diikuti siswa lelaki lainnya. "Kita harus ke kantin sama-sama."
"Nara jago taekwondo. Ling-ling ahli kungfu. Cukup, kan, buat rusuh kantin?" tutur Vernon.
"Aku juga bisa taekwondo," ucap Rosie yang baru saja memasuki kelas Nara tanpa izin, diikuti ketua kelasnya X3. "Aku akan maju dulu nanti. Katanya, di sini yang suka ribut itu senior-senior cewek."
Deka, ketua kelas X3 berdiri di samping Vernon, "Kelas gue dan kelas lain sudah menunggu di luar. Kita serbu kantin sekarang. Ayo!"
"Kalian nggak lapar?!"
"Ya, kali, istirahat kedua makan sandwich sama sosis lagi."
"Cacing perut gue butuh nasi, guys."
"Ayo cewek-cewek. Kalian bisa jambak-jambakan, bukan?"
"Kelas lain udah nunggu, nih."
Nara beranjak dari tempat duduknya, lantas mengajak teman-teman perempuannya untuk ikut ke kantin, "Gaja. Orang tua kita sudah bayar mahal untuk biaya makan di sekolah setiap hari."
Rosie menggandeng Nara untuk bergabung melawan tradisi aneh di SMA Biru. Nara pernah mendengar adat tersebut sedari duduk di bangku SMP. Nara, Eisa, Deka, Vernon, dan Dino adalah murid-murid setia di Sekolah Biru sejak duduk di TK.
♡♡♡
Sementara itu di kantin SMA terlihat ramai dan tertib seperti biasa. Semua makan dengan tenang di kursi masing-masing. Antrian di bagian makanan dan minuman sudah sepi sejak beberapa menit lalu. Namun suasana sunyi itu langsung berubah ketika murid-murid kelas X memasuki kantin untuk makan siang. Hal itu membuat kakak kelas mereka berhenti serempak untuk memakan makanan mereka.
Vernon, Dino, Deka, Eisa, Nara dan Rosie langsung mengantri untuk mengambil makanan setelah men-scan kartu pelajar mereka di pintu masuk diikuti siswa-siswi dari semua kelas X. Keberanian mereka membuat para senior mematung di tempat. Tiba-tiba saja segerombolan siswi dari kelas XI IPS beranjak dari tempat duduknya. Mereka adalah grup Cheers yang terkenal vokal menjaga adat budaya di SMA Biru.
Langkah Nara, Rosie, Deka, dan Vernon di hadang oleh lima orang kakak kelas yang sudah berbanjar membentuk palang agar murid kelas X tidak masuk ke tempat duduk. Sementara itu, Rhys dan Geng Kancil-nya memerhatikan mereka dari jauh. Tatapan tajam Rhys telah mengarah pada Nara yang tampak santai meski nampan kayu makanannya telah bersentuhan dengan dada sang senior.
"Wah! Perang ini," ujar Jojo.
"Kayaknya beneran ni anak bakal calon Nyonya Jendral," ledek Gigi yang memerhatikan kemana arah pandang Rhys.
"Anak kelas X tahun ini kayaknya berani-berani," ungkap Queen.
"Kita juga berani dulu," tutur Prince tidak mau kalah.
"Cuma kita nggak mau ribut aja di sekolah baru," imbuh Leo.
"Alasan!" Gigi menimpali.
"Taruhan, siapa yang bakal menang? Nara atau Bella?" Jojo kembali dengan ide gilanya.
"Nara bukan barang, tidak untuk bertaruh," pungkas Rhys setelah selesai mengunyah makanannya.
Jojo, Leo, Prince, dan Queen terperanjat akan ucapan Rhys. Tidak biasanya Rhys berurusan dengan masalah perempuan, terkecuali Gigi dan Queen. Berbeda dengan Gigi dan Bagas yang sepertinya sudah mengerti akan perasaan Rhys pada Nara.
"Kalian tahu nggak, kalau di SMA Biru itu ada larangan yang harus kalian patuhi?" ungkap Bella seraya menatap tajam Nara di hadapannya.
"Larangan apa?" tanya Vernon berpura-pura tidak tahu.
"Tidak ada larangan tertulis jika kami dilarang makan di kantin sekolah," tambah Deka berani.
"Larangan ini tidak tertulis di mana pun. Tetapi semua yang bersekolah di sini harus patuh pada larangan itu, sampai kapan pun. Jika tidak, kalian akan celaka. Bahkan kalian bisa didepak dari sekolah ini." Febri menjelaskan dengan lugas di depan wajah Deka.
"Murid-murid kelas X dilarang masuk ke kantin apa pun alasannya. Kalian hanya diizinkan masuk ke koperasi sebelah," tegas Bella. "Keluar kalian dari sini!"
"Gimana kalau kita nggak mau keluar?" tolak Rosie yang membuat Leo bersiap sedia untuk bangkit dari tempat duduknya.
"Coba saja kalau berani!" Hani melawan Rosie.
"Apa perlu gue umumin di sini kalau Mama Lu itu pemilik Bar sekaligus Germo?" lirih Bella yang bisa didengar Rosie dan Vernon.
Nara meremas nampan kayu untuk menahan amarahnya, "Lalu apa yang akan terjadi jika semua orang di sini tahu kalau Mama kamu paling suka dengan brondong di bar Eomma-ku?" ungkap Nara yang membuat beberapa orang di dekatnya terkejut.
"Berani Lu, ya!" pekik Bella marah.
Nara maju selangkah bersamaan dengan Bella yang juga maju untuk menjatuhkannya. Tetapi gerakan Nara jauh lebih cepat dari perhitungan Bella. Nara menjatuhkan nampan makanannya tepat di dada Bella dengan sengaja. Suara nampan kayu beserta peralatan makan yang jatuh terdengar nyaring dan menggema di kantin. Nara tampak tidak takut saat Bella meneriakinya dengan keras karena marah bukan main.
"Shit!!!"
"Eoteoke?!" ucap Nara penuh penekanan dalam bahasa Korea yang berarti 'bagaimana'.
"Lu!!!" teriak Bella marah.
Tangan kanan Bella yang akan memukul wajah Nara langsung ditampik dengan keras. Nara tidak akan membiarkan siapa pun menghinanya, dimana pun itu. Meski apa yang mungkin dikatakan semua orang benar akan kondisi keluarganya, tapi Nara tidak akan membuat dirinya tunduk pada siapa pun.
Plak!
Giliran Nara menampar pipi Bella. Ia melampiaskan rasa kesalnya yang sudah dipendam selama MOS berlangsung beberapa hari lalu. Bella terlihat murka. Ia telah menjadikan Nara musuh bebuyutannya sejak hari ini. Semua orang terlihat terkejut atas apa yang sudah dilakukan Nara pada Bella.
"Kalian semua, duduk dan makan dengan tenang di tempat masing-masing!!" perintah Choi Seungcheol, mantan Ketua Osis SMA Biru, pada murid-murid kelas X.
"Bersihkan baju kamu!" Seungcheol meminta Bella dan teman-temannya untuk pergi.
Seungcheol dan Nara masih bersaudara, karena marga dan dari darah keturunan leluhur yang sama. Ia menarik tangan Nara untuk duduk di kursi kosong. Diikuti semua murid-murid kelas X yang sudah selesai mengambil makanan.
"Duduk di sini. Oppa ambilkan makanan buat kamu," ucap Seungcheol lembut sebelum mengusap pucuk kepala Nara. "Good girl!"
"Siapa dia, Ra?" tanya Rosie berbisik.
"Choi Seungcheol, biasa dipanggil Cheol Hyung. Mantan Ketua Osis SMA Biru, anak kelas XII IPA 1," terang Dino yang sudah duduk di sebelah Rosie.
"Oppa kamu, Ra?" tanya Haruka.
"Ani. Kita masih saudara," ujar Nara setelah mengembuskan napas leganya.
"Apa yang bakal kamu lakukan kalau Cheol Hyung tidak datang tadi?" tanya Vernon sambil mengunyah makanan.
"Menghajar mereka sampai kita bisa duduk untuk makan," kata Nara sebelum membuka mulutnya ketika Rosie menyuapinya makan.
"Eoteoke?" tanya Rosie mengalihkan pembicaraan.
"Mas-issda," jawab Nara yang berarti enak, dengan mulutnya yang penuh dengan suapan Rosie.
Rosie berseru gembira, "Selamat makan siang teman-teman...."
Di meja lain terdengar kasak-kusuk atas apa yang terjadi beberapa menit lalu. Ada yang memuji, tetapi tidak sedikit pula yang memaki. Berbeda dengan suasana di meja makan Geng Kancil. Rhys kembali makan dengan tenang sembari memerhatikan tingkah Nara dan Rosie dari jauh. Ia merasa lega karena kedua gadis itu berani mendobrak tradisi aneh di SMA Biru. Tetapi Rhys harus bersiap, jika setelah ini akan ada serangan susulan pada Nara atau pun Rosie dari teman seangkatannya.
"Gue kira bakalan ada drama Korea tadi," Prince.
"I kira juga gitu." Queen menimpali.
"Choi Seungcheol. Choi Nara. Mereka kakak adik?" tanya Jojo ingin tahu.
"Rhys, ujian cinta Lu berat," ledek Gigi.
Prince kembali menyahut, "Lewati Cheol Hyung dulu."
"Mereka saudara satu keturunan. Marga mereka sama--Choi," terang Leo.
"Tahu dari mana?" tanya Jojo lagi.
"You udah jadian sama Rosie?" tebak Queen.
"Serius?!" sambung Prince.
"Jadi sahabat," jawab Leo setelah meminum susu kotaknya, diiringi gelak tawa teman-temannya.
"Hahaha...."
Bagas bersuara, "Sudah berapa variabel yang terkumpul?"
Rhys mendongak. Memandang Bagas yang berada di hadapannya. Sedang Prince, Queen, Leo, Gigi dan Jojo langsung menatap Rhys serta Bagas bergantian. Bingung akan pertanyaan Bagas.
"Lumayan," tegas Rhys.
"Materi Matematika tadi tentang variabel?" tanya Prince.
"Materi Variabel, kan, waktu kelas X dulu," jawab Queen mencoba mengingat-ingat.
"Variabel itu banyak jenisnya. Kalau dalam penelitian ada variabel diskrit, dan variable kontinu." Leo sepertinya mulai mengerti arah pembicaraan Rhys dan Bagas. "Variabel diskrit itu variabel yang berupa data pengkategorian, atau membedakan, atau mengelompokkan jenis tertentu. Biasanya data untuk jenis variabel ini didapatkan dari hasil menghitung.
Sedangkan variabel kontinu itu variabel yang datanya bisa dioperasikan secara matematika. Contoh, nilai tes, ranking, tinggi badan, berat badan, panjang, jarak, dan lain-lain."
"Wait. Bukannya variabel itu simbol a, b, x, y, dan z di aljabar?" sanggah Queen.
"Aiya, Queen. Kan, tadi aku bilang kalau variabel itu banyak macamnya. Itu juga termasuk," timpal Leo.
"Duh. Bahas matematika lagi, pusing gue." Jojo mengeluh.
"Jadi, kamu bakalan ngikut sektenya gue, Bagas dan Sinyo, Rhys?" tanya Gigi antusias.
"Kenapa aku dibawa-bawa?" ujar Leo tidak suka.
"Nyo, kalau Lu beneran sama Rosie, berarti kita satu sekte," ungkap Gigi bangga. "Hehehe...."
"Ah. Gue tahu. Sekte LDR, kan?" Jojo bersemangat.
"LDR?" Pince dan Queen masih bingung.
"Love Different Relationship," jawab Jojo. "Jangan bilang, Lu sama...."
Bagas langsung membungkam mulut Jojo sembari memberi tatapan tajam. Jojo mulai mengerti akan situasi yang sedang terjadi saat ini. Firasatnya akan sikap Rhys pada Nara tempo hari sempat menjadi tanda tanya. Rhys tidak pernah akrab dengan teman-teman perempuan selain Queen dan Gigi. Meski ia tidak cuek atau dingin pada setiap murid perempuan.
"Katanya orang Korea banyak yang Ateis," lirih Jojo.
"Bukan Ateis. Hampir 50% lebih penduduk Korea itu dikabarkan tidak beragama. Mereka lebih ke Agnostisisme dan Deisme," terang Queen.
"Agno itu yang ada atau tidak adanya Tuhan adalah sesuatu yang tidak ketahui, kan? Mirip sama Ateis," sela Gigi.
"Orang tua Lu nggak apa-apa kalau cewek Lu Ateis, Jendral?" tanya Jojo ingin tahu.
"Heh?!" Prince baru menyadari, siapa yang sedang menjadi topik pembicaraan. "Wah..., Rhys."
"Kadang Tuhan itu menguji manusia, apakah manusia itu lebih cinta kepada ciptaan-Nya, atau kepada pencipta-Nya," tutur Leo.
"Idih.... siap banget, nih, kayaknya manjat tembok tinggi buat Rosie," ledek Jojo.
"Sorry, nih. Tapi buat I, pacaran beda agama itu kayak Alphamart sama Indomart, berdekatan tapi tidak pernah bisa bersatu." Queen menimpali.
Prince menyetujui pendapat kekasihnya, "Betul, Beb."
"Tuhannya aja ditinggalin, gimana kamu yang cuma manusia doang?" celetuk Rhys.
"Lha, kan, kita nggak ninggalin Tuhan. Kita, tuh, kayak, berbeda-beda tapi tetap satu jua," ungkap Gigi membela diri.
"Bhinneka Tunggal Ika banget, ya," sahut Leo.
Gigi bertos ria dengan Leo, "Yoi, Nyo."
Jojo kembali bersuara setelah selesai minum, "Pacaran beda agama, tuh, kayak kondisi Indonesia yang mau jadi tuan rumah piala dunia kemarin. Udah keluar uang banyak, tapi akhirnya nggak jadi juga."
"Cakep. Tumben You pinter," puji Queen.
Jojo mencibir, "Sekatekate Lu, Queen."
"Tapi aku selalu percaya, bahwa apa yang disatukan oleh Tuhan tidak bisa dipisahkan oleh manusia," ucap Bagas yang sedari tadi terdiam, dan langsung membuat Jojo, Queen, Prince, Leo bahkan Gigi terkejut sekaligus membatu di tempat.
"Gas, Lu mau log in ke gereja?" tanya Jojo serius.
"Enggak," tegas Bagas.
"Run, Gi! Run!!" ujar Queen sambil bercanda.
"Weh! Bangke. Sekarang gue sama Bagas lagi berbahagia dengan pilihan kita. Urusan besok, nanti dipikirin lagi. SNMPTN sama ujian IB masih jauh," tutur Gigi.
"Tul." Jojo langsung menyahut asal.
"Rhys, kenapa diam?" tanya Leo penasaran. "Kalau dia nggak beragama, kamu ajak dia ke masjid."
"Benar."
"That's right."
"Nara muslim," ungkap Rhys santai.
"Serius?!"
"Tahu dari mana?"
"Waktu bimbingan keagamaan, Nara masuk ke Masjid. Di sana Pak Hidayat meminta Nara untuk mengaji, dan dia bisa membaca Alquran. Meski belum terlalu lancar. Kalau dia mualaf, dia adalah mualaf yang baik dan pintar," puji Bagas.
"Apa pun yang akan terjadi nanti, semoga kalian bisa menerima keputusanku." Rhys mencoba meminta pengertian teman-temannya.
"If you're happy, we'll be happy too," ungkap Queen bahagia.
"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, Rhys. Kita akan selalu ada buat kamu," tambah Gigi.
"Sinyo sama Ayang Rosie, Jendral sama Dedek gemes Koreyah, terus gue??" tutur Jojo berpura-pura sedih.
"You sama I dan Prince. Kita ke gereja bareng, berdoa minta jodoh di sana," canda Queen yang disambut gelak tawa Gigi, Leo, dan Prince.
"Atau mau ke masjid? Minta ta'aruf sama kenalannya Pak Ustadz," ledek Rhys yang semakin membuat suasana kantin menjadi lebih berisik tanpa memedulikan sekitar.
"Hahaha...."
Rhys kembali memandang Nara yang sedang bercanda dengan teman-temannya. Ia telah mengumpulkan banyak data dan variabel tentang Nara. Ia pun teringat akan ulasan Leo mengenai variabel kontinu. Variabel kontinu juga merupakan variabel dengan jumlah nilai tidak terbatas, contohnya adalah waktu dan bobot. Jika sebuah variabel bisa mengambil sembarang nilai di antara nilai minimum dan nilai maksimum, maka variabel itu disebut variabel kontinu. Seperti perasaannya pada Nara yang mulai bisa terhitung dengan caranya sendiri.
Tbc.
Mon, 17 April.23
02.06.23
Hai,
Selamat hari kejepit Nasional. Buat kalian yang bingung mau libur atau tetap kerja.
Hehehe....
Ada yang kayak Rhys nggak?
Ngumpulin variabel dulu buat deketin seseorang. Anaknya siapa ini? Wkwkwk.
Semoga bisa menghibur.
Jangan lupa vote and comments-nya.
See you soon, InsyaAllah.
🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top