11. Qada dan Qadar

"Oppa, ini semua salah kamu!"

"Kamu bisa pelan-pelan nggak?"

"Kalau aja kamu nggak melarang aku buat gugurin kandungan, aku nggak akan repot sekarang."

"Nara ada di rumah."

"Nara sudah besar, tidak masalah kalau dia tahu. Karena Nara, pekerjaan aku jadi berantakan."

"Stop it!!"

Tangan Nara gemetar sesaat setelah mendengar ucapan sang mama beberapa detik lalu dalam bahasa Korea. Nara hampir saja lupa untuk bernapas kala mendengar namanya kembali disebut dalam pertengkaran kedua orang tuanya. Tangan kanannya terlepas dari gagang pintu kamar seusai menutup. Ia beranjak pergi sebelum air matanya menetes.

"Eonni," ucap Nara saat berpapasan dengan kakaknya yang entah sejak kapan telah pulang ke rumah.

"See? Kamu dengar, kan, tadi? Semua berantakan karena kamu," kata Yuna, kakak Nara yang tidak lain putri pertama dari pernikahan papanya terdahulu.

Tubuh Nara mematung. Ia bergeming, tidak bisa berkata apa pun untuk menampik kalimat pedas dari kakak tirinya. Yuna segera pergi setelah mengucapkan kata-kata yang selama ini dipendamnya sendiri. Ia memasuki kamar tanpa ingin diketahui keberadaan oleh sang papa.

Kedua tangan Nara segera menghapus air matanya yang tiba-tiba menetes tanpa izin. Ia pun langsung pergi meninggalkan rumah tanpa berpamitan kepada siapa pun. Pergi untuk menyendiri seperti biasa.

♡♡♡

Ketika mobil mendekati tikungan, Rhys memindahkan kopling ke gigi 2. Kemudian ia menekan gas untuk meningkatkan kecepatan hingga 4500 rpm. Kekuatan mendadak tersebut akan membuat ban belakang mobil berputar dengan sangat cepat hingga sampai kehilangan traksi, dan bagian belakang mobil bergerak melintir. Suara sorak sorai bergemuruh kala drifting Rhys berhasil, terlihat sempurna dan mengagumkan.

Di putaran selanjutnya, Rhys berganti menggunakan teknik drifting yang lain. Ia menginjak kopling bersamaan dengan hand-brake yang kemudian ditarik secara cepat untuk menghilangkan traksi. Saat traksi sudah hilang, kopling dapat dilepaskan perlahan. Secara cepat gas pedal ditekan sambil melakukan counter streering. Para penonton kembali berteriak, ketika Rhys berhasil melakukan drifting-nya dengan begitu apik.

Coach Rifat tersenyum bangga, menyambut Rhys yang baru saja keluar dari mobil balap. "Good job, Boy!"

"Thanks, Coach," sahut Rhys menerima pelukan hangat dari pelatihnya.

"Minggu depan kita ketemu lagi."

Rhys memberi hormat, "Siap, Coach."

"Ghina, bersiap!" Coach Rifat kembali berteriak pada muridnya yang lain.

Rhys tersenyum menerima sebuah botol minuman isotonik dari salah satu staf tim balapnya. Ia menenggak minuman itu hingga tidak bersisa. Pandangannya mengedar. Melihat para penonton yang sedari tadi masih setia menjadi penyemangat sesi latihan drifting sore ini. Sedari siang tadi, mereka sudah mengantri untuk bisa menonton di tempat favorit mereka sendiri.

Perlahan kepala Rhys memiring, ketika melihat sosok perempuan yang mirip dengan kekasihnya. Meski Nara mengenakan topi dan masker, tapi Rhys yakin jika gadis itu adalah pujaan hatinya. Rhys kembali meminta minuman, lalu beranjak pergi ke tempat Nara.

Dari jauh, Nara tampak menonton dalam diam. Kedua matanya seperti sedang fokus di satu titik arena drifting. Sementara pikirannya mengembara jauh tak terkira. Memikirkan semua perkataan mamanya saat bertengkar dengan sang papa, serta ucapan kakak tirinya yang selalu ketus setiap mereka bertemu. Tiba-tiba pandangan Nara terganggu saat ada sebuah botol minuman berada tepat di depan wajahnya.

"Annyeong," sapa Rhys seperti biasa saat bertemu dengan Nara.

Nara terkejut melihat Rhys telah berada di sampingnya sambil memberikan sebotol minuman isotonik yang berisi ion water. Ia merasa tidak pernah memberi tahu Rhys tentang keberadaannya saat ini. Ia dan Rhys biasanya akan bertemu di sekolah saja. Terkecuali jika Rhys tidak sibuk, atau Nara ada kegiatan di coffee shop saat malam minggu tiba. Itu pun atas seizin Nara, apakah bisa bertemu atau tidak. Hubungan Rhys dan Nara memang tidak mengharuskan untuk selalu bertemu setiap hari seperti kebanyakan remaja lain.

"Annyeong," jawab Nara kala menerima minuman dari Rhys. "Gomawo."

Nara memerhatikan pakaian yang dikenakan oleh Rhys. Rhys memakai pakaian balap berwarna hitam. Nara sepertinya lupa bahwa Rhys adalah seorang pembalap. Selama ini ia memang tidak pernah menanyakan hal itu langsung kepada Rhys. Ia lebih sering menjawab pertanyaaan dari Rhys, dibandingkan bertanya balik.

"Kok, nggak bilang mau ke sini? Abang, kan, bisa jemput kamu," ucap Rhys setelah Nara minum.

"Abang ngapain di sini?" tanya Nara.

Rhys tersenyum kecil sebelum menyahut, "Abang lagi latihan drifting. Bukannya Abang udah cerita, ya?"

"Abang cuma bilang ada latihan," cerita Nara setelah meminum minuman dari Rhys lagi.

"Masa?"

"Eung."

"Mian."

"Aniyo. Aku lupa, kalau Abang itu pembalap."

"Jadi selama ini kamu sudah mencari tahu siapa Abang?" ledek Rhys yang tahu betul bahwa Nara jarang sekali menanyakan ini itu kepadanya.

Rhys tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan Nara setelah pernyataan cintanya diterima. Ia selalu berusaha memberikan perhatian penuh kepada sang kekasih meski dirinya sedang sibuk. Ia juga tidak pernah lelah untuk memulai mengobrol, mengirim pesan, bahkan menelepon Nara terlebih dahulu.

Nara terdiam sejenak setelah mendengar ucapan Rhys yang terdengar seperti serangan sekakmat dalam permainan catur. Ia memutar tutup botol minuman dengan perlahan. Menutupi kegugupannya atas pertanyaan tidak terduga dari Rhys.

"Apa yang mau kamu tahu soal Abang? Kamu bisa bertanya langsung sekarang," kata Rhys yang tidak ingin membuat Nara merasa tersudut. "Karena nggak semua yang kamu baca di internet itu benar adanya."

Kedua tangan Rhys terangkat. Ia memakaikan kembali masker Nara yang sempat diturunkan sebelum minum. Membuat Nara menatapnya dengan lekat.

"Di sini banyak wartawan. Abang nggak mau kamu jadi headline berita nanti," ucap Rhys yang seakan mengetahui isi kepala Nara.

"Abang malu punya pacar kayak aku?" tanya Nara serius.

Rhys tersenyum setelah merapikan masker dan topi Nara, "Ani. Abang cuma nggak mau privasi kamu hilang karena Abang. Kecuali kamu udah siap, kalau setelah hari ini kemana pun kamu pergi akan ada yang selalu memerhatikan. Gwenchana?"

Perlahan kepala Nara menggeleng. Ia sudah cukup muak menjadi pusat perhatian di sekolah karena menjadi kekasih Rhys. Sementara di luar sekolah, ia pun akan menjadi tontonan ketika jalan berdua bersama sang kekasih. Semua yang ada pada diri Rhys seakan memiliki magnet tersendiri--Menarik perhatian semua orang di sekitarnya.

"Abang nggak mungkin malu punya pacar secantik kamu," puji Rhys seraya mengulas senyum manis hingga nenampilkan kedua gigi taring khasnya.

Nara terpaku sesaat sebelum melontarkan pertanyaan yang membuat Rhys menjadi semakin fokus padanya, "Abang sayang nggak sama aku?"

"Abang sayang banget sama kamu. Kalau Abang nggak sayang sama kamu, Abang nggak akan pernah ikut campur urusan kamu dan Bella di sekolah," tegas Rhys lugas.

"Kalau aku pergi, Abang sedih nggak?" Lagi, Nara melemparkan pertanyaan aneh kepada Rhys.

"Kamu mau pergi kemana? Apa Abang boleh nemenin kamu?" tanya Rhys balik sambil menerka-nerka arti kata 'pergi' yang terucap dari mulut manis sang terkasih.

"Andwe," larang Nara agar Rhys tidak mengikutinya.

"Wae? Kamu mau kemana? Kamu mau ninggalin Abang?" cecar Rhys yang semakin penasaran dengan kata-kata Nara saat ini.

"Seandainya aku nggak ada, apa Abang akan sedih?" ulang Nara ingin tahu.

"Sure. Abang pasti sedih. Kalau kamu mengizinkan, Abang akan berusaha untuk selalu menemani kamu kemana pun itu."

Kedua mata Nara berkaca-kaca setelah mendengar jawaban Rhys. "Gomawoyo, Abang."

Rhys terdiam sejenak. Ia menatap Nara dengan lekat. Merekam segala kesedihan yang terpancar di kedua mata Nara. Nara mengalihkan pandangannya ke segala arah kala ia berusaha menahan diri agar tidak menangis di hadapan Rhys. Rhys pun langsung mengerti, jika Nara sedang tidak baik- baik saja saat ini. Tangan kanannya terulur, lalu mengusap lembut kepala Nara yang tertutup topi dengan begitu sayang.

"Kamu masih ingat nggak materi tentang Qada dan Qadar?" tanya Rhys yang telah mengetahui bahwa Nara selalu mengikuti kelas pelajaran Agama Islam sedari duduk di bangku SD, dan dua tahun lalu kekasihnya itu sudah memeluk agama yang sama dengannya.

"Eung," jawab Nara singkat setelah berhasil menghapus air mata yang sempat menetes dalam hitungan detik.

"Masih ingat, apa itu Qada dan Qadar?" Rhys mencoba memulai untuk menasehati Nara tanpa bermaksud menggurui.

Nara kembali memandang Rhys yang masih setia duduk di sampingnya, "Takdir."

"Huum. Kedua kata itu jika dipisah akan memiliki makna yang sama, yaitu takdir dari Allah SWT," terang Rhys sabar. "Tetapi sebenarnya kedua kata itu memiliki arti yang berbeda. Qada adalah ketetapan Allah SWT sejak dahulu kala (zaman sebelum penciptaan alam semesta) menurut kehendak-Nya mengenai ciptaan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Sedang Qadar merupakan perwujudan dari qada, atau ketetapan Allah SWT menurut kehendak-Nya.

Semua yang terjadi pada kita saat ini, adalah takdir dan ketetapan dari Allah. Apa pun yang kita inginkan dan rencanakan, Allah yang akan menentukan."

"Apa takdir bisa diubah?" tanya Nara serius.

"Tentu. Ketetapan tersebut tidak meniadakan adanya usaha dari ikhtiar manusia. Maksudnya, takdir dari Allah itu juga berkaitan dengan usaha maksimal dari manusia.

Contohnya takdir rezeki dan kematian. Rezeki dan ajal merupakan takdir dari Allah, tidak ada seorang pun yang bisa menolaknya.

Manusia memiliki usaha untuk menjemput rezeki tersebut. Semakin dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjemput rezeki, maka ia akan mendapatkan apa yang dia usahakan."

"Bagaimana dengan seseorang yang meninggal karena bunuh diri?"

Rhys bergeming kala Nara mengucapkan kata bunuh diri. Ia menoleh ke samping kanannya. Memandang Nara dengan tatapan tajam khasnya. Mencoba mengorek apa yang sedang ada di kepala pacarnya itu. Percakapan kali ini seakan terasa berat bagi Rhys. Nara tampak sangat serius membahasnya, dan terus bertanya hal-hal yang tidak terduga. Tidak seperti Nara yang biasanya--Polos dan pasrah menerima.

Rhys membasahi bibir dengan lidahnya seraya berpikir dan menyusun kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Nara. Ia semakin berhati-hati untuk berbicara kali ini.

"Ajal atau kematian itu sudah ditentukan oleh Allah, baik itu waktu dan tempatnya. Ketika seseorang bunuh diri dan meninggal dunia, maka itu adalah takdir. Tetapi ia berdosa karena telah membunuh dirinya sendiri, sehingga nanti ia akan disiksa di neraka.

Larangan untuk bunuh diri, serta ancaman bagi yang melakukannya sudah tertulis di dalam Alquran. Ada di surat An-Nisa. Kamu bisa mengeceknya nanti. Walaupun mati adalah takdir, tetapi manusia memiliki kontribusi dalam prosesnya. Kehendak inilah yang kemudian menjadi sebab ia akan mendapatkan siksa," terang Rhys mencoba tenang di hadapan Nara, meski emosi mulai membakar dadanya.

"Semua hal di dunia ini sudah ditakdirkan, tapi manusia memiliki kehendak dan ikhtiar. Kaya atau miskin, bahagia atau sedih, pintar atau bodoh, berpasangan atau sendiri, semua itu adalah pilihan bagi manusia.

Manusia memiliki kehendak dan ikhtiar untuk menentukan serta memilih yang yang terbaik baginya. Istilahnya seperti, 'Beralih dari satu takdir ke takdir lainnya', karena kita tidak tahu yang mana takdir kita. Karena itu, tetaplah yakin dengan takdir Allah. Terus berusaha untuk menjadi yang terbaik dan selalu melakukan hal-hal baik agar kehidupan kita berakhir dalam kebaikan. Berakhir di surga sebagai tempat keabadian. Wallahu a'lam," pungkas Rhys yang berharap Nara memahami setiap perkataannya dengan baik.

Nara terdiam. Mencoba mencerna kata-kata Rhys dengan pemahaman sederhananya. Ada hal-hal yang baru diketahuinya sekarang. Tentang takdir yang ternyata bisa diubah dengan segala daya dan usaha kita sebagai manusia. Meski takdir telah tertulis di langit, tetapi Pemilik Semesta masih berbaik sangka untuk memberikan kita beberapa pilihan. Pilihan yang akan menentukan kehidupan kita kelak nanti.

"Mau ikut Abang nge-drift?" ajak Rhys. "Kamu mungkin bisa membuktikan sendiri, apakah hari ini takdir kamu itu baik atau tidak."

"Mworago?" Nara meminta Rhys untuk mengulang perkataannya dalam bahasa Korea--Apa kata kamu?

"Kalau kamu berdoa yang baik-baik, InsyaAllah Allah pasti akan mengabulkan. Tapi kalau pikiran kamu sedang berburuk sangka, bisa saja nanti kamu yang akan celaka. Wanna try?" tantang Rhys berani sambil mengulurkan tangannya di hadapan Nara, "Kita nge-drift bersama."

Kedua mata Nara menatap Rhys yang sedang menanti jawaban darinya. Rhys terlihat begitu serius saat ini. Tatapan tajamnya, serta raut wajah yang tanpa senyum telah membuat Nara takut. Mengingatkan Nara ketika Rhys sedang memberi peringatan keras pada Bella beserta teman-temannya kala itu.

Dengan ragu tangan kanan Nara terulur. Ia menerima ajakan Rhys yang sempat terdengar menakutkan di telinganya. Tetapi ia ingin tahu apa yang dimaksudkan Rhys sebenarnya. Pikirannya yang sedang berantakan, semakin dibuat kacau balau oleh perkataan sang pacar.

Rhys segera membawa Nara ke mobil pribadinya. Ia mengambil sebuah baju balap milik kakaknya yang selalu tersimpan di bagasi mobil. Kakaknya terkadang juga ikut berlatih balap meski tidak menggelutinya secara profesional.

"Pakai ini," perintah Rhys yang terdengar tidak ingin dibantah. "Mbak Rani, tolong bantu Nara pakai baju itu."

"Oh. Oke," ucap Mbak Rani salah satu staf di tim balap Rhys saat di lapangan.

Terlihat Rhys meminta izin kepada pelatihnya untuk masuk kembali ke dalam arena. Beberapa orang pun segera berkumpul mengelilingi Rhys. Mereka segera menyiapkan serta mengosongkan arena balap agar Rhys bisa memakainya kembali.

Nara hanya terdiam saat Rhys memintanya masuk ke mobil balap yang dipakainya untuk drifting. Rhys membantu Nara mengenakan sabuk pengaman, dan memastikan keamanan sang kekasih sebelum dirinya masuk ke mobil tanpa berkata apa pun.

"Siap?" tanya Rhys setelah selesai mengenakan seat belt.

"Eung," sahut Nara lirih.

"Berdoa yang baik-baik. Kita nggak tahu akan ada apa di depan sana," peringat Rhys lugas.

"Eung."

"Kalau kamu takut, kamu boleh turun."

Nara terdiam membisu. Saat ini Rhys seperti bukan orang yang dikenalnya. Setiap ucapan yang Rhys katakan terdengar ketus dan menakutkan di telinga Nara. Nara hanya bisa memandang Rhys dalam diam. Seakan tidak mampu membalas perintah kasar dari Rhys.

"Kamu tahu, kan, Abang sayang banget sama kamu? Abang harap kamu percaya itu. Abang nggak akan menyakiti kamu. Abang cuma mau kamu belajar untuk selalu berpikir yang baik-baik. Karena apa pun yang kita pikirkan, hal itu bisa saja terjadi nanti," peringat Rhys lagi.

Tangan kiri Rhys terangkat, mengusap kepala Nara dengan penuh sayang. "Apa pun yang terjadi nanti, Abang akan berusaha ada buat kamu. Dan sekarang Abang sedang berusaha supaya kita berdua selalu baik-baik saja. Masih banyak hal yang ingin Abang tunjukkan sama kamu, kalau kita bisa bahagia saat bersama."

"Ready," ucap Rhys setelah memakai alat seperti handsfree di telinga untuk berkomunikasi pada para staf timnya.

Setelah itu staf membuka jalan bagi Rhys untuk masuk kembali ke dalam arena drifting. Jantung Nara berdebar kencang, mengiringi laju mobil balap Rhys yang bergerak semakin cepat. Kedua mata Nara langsung menutup rapat saat jantungnya seakan lolos dari rongga dada dalam sepersekian detik. Menahan rasa cemas dan takut ketika mobil Rhys memutar penuh 360° di lintasan arena balap. Hingga air mata mulai menetes, dan mengalir membasahi wajah ayu Nara tanpa bisa dicegah.

Nara menangis sejadinya. Melampiaskan rasa sakit hatinya yang tertahan sedari tadi. Namun hal itu tidak menghentikan Rhys untuk tetap melakukan drifting di putaran kedua. Rhys sengaja membiarkan Nara menangis sepuasnya sembari meredam gejolak emosi yang sempat hadir beberapa menit lalu.

"Geumanhae," ucap Nara sambil terisak, meminta Rhys untuk berhenti. "Abang, geumanhae. Stop it."

Rhys yang telah menghentikan mobilnya di tengah arena balap segera melepas seat belt. Ia langsung memeluk Nara dengan erat kala mendengar permintaan kekasihnya yang sedang menangis kencang karena ketakutan.

"Gwencana," bisik Rhys mencoba menenangkan. "Mianhae."

Tbc.
191023

Annyeong,
Terima kasih karena masih bersedia membaca cerita ini.

Silakan vote dan comments, ya. Di sini juga nggak papa. Gwencana....

Btw, jangan tanya Alrescha. Aku mau ngajak Alrescha pindah rumah. Nanti aku kabarin lagi kalau Alrescha bersedia. Wkwkwk.

See you soon, InsyaAllah. ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top