Dream

"APA? 2078? PAMAN TAK BERCANDA KAN?"

Aldrick melongo tak percaya. Laki-laki 12 tahun itu memutar pandangannya ke segala arah. Pemandangan yang sangat jauh dari kata biasa. Bayangkan saja, selama ia menghirup udara di bumi, Aldrick baru pertama kali melihat banyak orang berlalu lalang dengan berbagai kendaraan anehnya. Seingat Aldrick, sekarang ini masih tahun 2015. Namun kenapa ia terlempar jauh di tahun 2078?

Seorang pria paruh baya masih menatap Aldrick dengan pandangan bingung. Pasalnya Aldrick hanya terdiam dengan mata yang tak henti memandang keadaan sekitar.

"Apa kamu baik-baik saja, Nak? di mana orang tuamu?"

Aldrick terhenyak. Jika ditanya tentang keberadaan orang tuanya, Aldrick bungkam. Seingatnya, tadi Aldrick tengah asyik bermain game di ponselnya, lalu matanya memberat dan akhirnya terlelap. Bahkan ia sempat mendengar suara mamanya mengomel perihal kebiasaannya yang tak meletakkan sepatu pada tempatnya.

"Aldrick nggak tahu, Paman. Mungkin saja Aldrick nyasar."

Aldrick tak mau dianggap gila karena menceritakan keanehan yang terjadi pada dirinya. Pria asing di hadapannya ini bisa saja menertawakannya. Namun yang terjadi, Aldrick hanya mendapati tatapan lembut dari pria itu.

"Mau ikut Paman? Besok Paman akan membantumu mencari tempat tinggalmu."

Aldrick mengangguk. Dilihatnya pria itu menaiki sebuah kendaraan aneh. Mata bulat anak itu berbinar. Agaknya anak itu sudah tak sabar untuk mencoba kendaraan itu.

Sebuah mobil dengan bentuk aneh tapi elegan. Aldrick malangkah kecil, lalu naik ke ke dalam kendaraan unik itu. Bola matanya bergerak penasaran ke segala arah. Sang pria yang diketahui bernama Kim Taegi itu duduk berhadapan dengan Aldrick.

Taegi menekan layar transparan yang ada di hadapannya. Tak lama kemudian mobil unik itu mulai melaju pelan membelah jalanan. Tentu saja hal itu mengundang rasa penasaran di benak Aldrick. Anak laki-laki itu tampak berbinar melihat setiap sudut mobil.

"Paman? Bagaimana bisa mobil ini bergerak sendiri tanpa kemudi? Apa ini adalah sihir?" tanya Aldrick antusias.

Taegi mengerutkan keningnya heran. Anak kecil di depannya ini seperti manusia peradaban yang tak pernah tersentuh teknologi. Bahkan mobil biasa seperti ini saja mampu menyilaukan mata Aldrick.

"Sihir apa maksudmu, Nak? Mobil ini memang memiliki kemampuan menyetir sendiri. Semua orang bahkan sudah tak asing dengan mobil ini," Taegi kembali menekan layar transparan di hadapannya. "Paman hanya perlu menuliskan tujuan kita di layar ini, maka kita akan sampai dengan selamat."

Aldrick melongo. Anak kecil itu takjub dengan teknologi yang baru ia kenal ini. Meskipun ia sempat bingung dengan kejadian aneh itu tapi rasa senang anak itu mampu membuatnya lupa segalanya.

"Apa kau tak ingat tempat tinggalmu, Nak?"

Aldrick menggeleng polos. "Bagaimana Aldrick tahu, Paman? Seinget Aldrick, sekarang ini masih tahun 2015."

"A-Apa?"

Taegi tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya. Dalam benaknya, Taegi menduga anak aneh itu terlalu banyak menonton film fantasi.

****

"Makanlah, Nak. Paman yakin kau sudah lapar."

Aldrick hanya mengangguk pelan. Kedua bola matanya bergulir mengikuti objek yang sekarang mengitari meja makan sembari membawa berbagai hidangan.

Berulang kali bibirnya berdecak kagum melihat keajaiban yang baru saja ia rasakan. Ia seakan hidup dalam dunia mimpi. Berkali-kali ia memimpikan melihat robot secara langsung. Namun kini impiannya terkabul secara ajaib. Dua robot berwarna perak yang dulunya hanya bisa ia lihat di berbagai film tampak nyata ada di depan matanya.

"Se-la-mat me-nik-ma-ti hi-da-ngan kami." Salah satu robot berbicara kaku pada Aldrick dan Albert.

Mereka pun pergi meninggalkan dua manusia itu. Aldrick masih tak mengalihkan perhatiannya pada robot itu. Si pria paruh baya itu pun hanya bisa menggelengkan kepalanya maklum.

"Makanlah, Aldrick. Besok kita pikirkan cara agar kau bisa pulang," ucap Taegi.

"Terima kasih, Paman."

Aldrick memulai ritual makannya. Anak itu melahap seluruh hidangan yang tersedia dengan sukacita. Bahkan ia tak memedulikan tatapan gemas pria di hadapannya.

****

Sebuah jubah berwarna hitam melekat sempurna di tubuh kecil Aldrick. Anak itu tak bosan memandang pantulan dirinya di dalam cermin. Satu lagi keajaiban yang baru saja ia dapatkan. Ada cahaya kerlap-kerlip yang menghiasi pakaiannya. Padahal keajaiban menurut anak itu sudah sangat biasa bagi Taegi.

"Paman, aku pergi dulu ya. Aku ingin melihat lingkungan sekitar," ujar Aldrick. "Aku nggak akan lama."

Taegi yang sedang mengutak-atik robot miliknya menoleh sebentar. Pria itu tersenyum tipis.

"Jangan terlalu jauh. Paman tak mau kamu semakin tersesat."

Aldrick mengangguk antusias. "Sip Paman. Aku pergi dulu ya."

****

Aldrick melangkah tak tentu arah melewati gedung-gedung pencakar langit. Beberapa baliho berukuran besar terpampang jelas di berbagai tempat. Bahkan di antaranya menampilkan idol berwajah rupawan. Angin yang berembus membelai kulitnya tak menghalangi anak itu untuk terus menyusuri tempat asing ini.

Bibir kecilnya tak bosan menggumamkan kata wow setiap kali kedua manik kembarnya menangkap satu objek baru. Beberapa kendaraan aneh berlalu lalang melewati jalanan.

"Hai anak manis? Kenapa kau sendirian? Di mana orang tuamu?" Aldrick memiringkan kepalanya sembari menatap pria asing di hadapannya.

"Aku sedang jalan-jalan, Paman," jawab Aldrick singkat. "Kalau begitu saya pergi dulu, Paman."

Aldrick membungkukkan tubuhnya 90 derajat pada pria itu, lalu kembali melangkah menyusuri setiap jalan yang ia pijak.

****

"Apa itu?" tanya Aldrick penasaran.

Mata Aldrick menyipit saat sebuah cahaya menyilau menyapanya. Seperti anak kecil pada umumnya, Aldrick melangkahkan kaki-kaki pendeknya ke sana.

Tanpa memedulikan keadaan di sekitarnya, Aldrick terus melangkah ke arah cahaya itu. Tangan kanannya terangkat ke depan di mana cahaya itu berada.

Awalnya tak ada apa pun yang aneh. Namun Aldrick seketika merasa tubuhnya tertarik ke dalam cahaya putih itu.

"Mommy! Tolong Aldrick!" teriak anak itu.

Tubuhnya melayang di antara cahaya putih itu. Ia tak berani membuka matanya. Setiap maniknya terbuka, cahaya itu seakan menusuk retinanya. Hanya teriakan memanggil ibunya yang tak bosan keluar dari bibirnya.

Beberapa menit ia merasakan hal yang sama. Tubuhnya kian melemas karena ketakutan yang ia alami.

Bugh!

Aldrick merasa tubuhnya mendarat di suatu tempat. Dengan ragu, anak itu membuka matanya. Tak ada lagi cahaya yang menyilaukan. Aldrick sampai di suatu ruangan yang tak asing baginya.

"MOMMY! Di mana Mommy?"

Orang yang Aldrick panggil tak kunjung datang. Anak itu pun kembali panik. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya.

"MOMMY!" teriak Aldrick.

"Mommy!!" pekiknya.

Hah! Hah!

"Al, kau kenapa? Bangunlah. Ini Mommy!"

Aldrick membuka kelopak matanya. Di depan matanya, sosok ibunya dengan raut wajah khawatirnya. Perlahan anak itu menegakkan tubuhnya. Matanya bergulir ke segala arah. Tak ada hal aneh yang tertangkap di indra penglihatannya. Semua tampak normal.

"Aldrick udah kembali ke masa sekarang ya?"

Sang ibu mengerutkan keningnya bingung. "Apa maksudmu, Al?"

"Barusan Al baru saja terdampar di tahun 2078, Mom! Al bahkan naik mobil canggih! Dan baju Al juga unik!"

Aldrick berniat menunjuk baju unik yang ia maksud, tapi yang didapatinya hanyalah sebuah piyama bergambar Batman yang melekat di tubuhnya.

Tuk!

Sang ibu menyentil pelan kening Aldrick. Ia terkekeh geli mendengar cerita luar biasa dari anaknya. Tangannya terulur untuk mengusap helaian rambut Aldrick.

"Kau pasti cuma mimpi, Anakku sayang. Kita masih ada di tahun 2015," sang ibu menatap lembut Aldrick, " dan jangan kebanyakan menonton animasi. Kau jadi banyak berkhayal."

Aldrick membulatkan matanya shock. Jadi kejadian unik itu hanya mimpinya saja?

"Bangunlah. Sebentar lagi Bryan akan datang. Ini kan hari pertamamu sekolah."

Sang ibu mendaratkan satu kecupan sayang di kening Aldrick. Wanita setengah baya itu pun melangkahkan kakinya meninggalkan sang anak yang masih terdiam dalam posisinya.

"Jadi ... hanya mimpi?!"

-Selesai-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top