🌴|| Serial Ibnu Qiyya #06

This is part of their story
-- happy reading --

Perempuan berjihad? Ada? Bagaimanakah caranya. Huh benar-benar membuat Qiyya membuka lagi beberapa Hadist besar yang biasa dia kaji bersama suami dan sahabat sesurganya.

Nanti sore adalah jadwal Qiyya untuk menyampaikan materi pengajian.

"Saya bukan seorang ustadzah, Bu Nyai. Ilmu agama juga masih cethek ya Rabb. Bagaimana mungkin saya bisa mengkaji di depan saudara muslimah yang lain jika saya sendiri merasa masih miskin ilmu?" kata Qiyya ketika bu nyai kelompok menugasinya untuk memberikan nasehat kajian ibu-ibu dan remaja putri

"Nasihatnya masalah keputrian saja mbak Qiyya, nggak usah yang terlalu berat. Atau masalah keluarga bahagia saja, seperti mbak Qiyya dan dokter Ibnu, kita kita juga mau diberikan tipsnya seperti apa biar selalu seperti pengantin baru kaya mbak Qiyya. Meski buntutnya sudah 5." Jawab bu nyai dengan penuh semangat.

"Ah ibu bisa saja. Saya malah nggak merasa seperti itu."

"Masa? Padahal kita kita yang melihat merasa seperti itu loh. Melihat bagaimana dokter Ibnu menatap mbak Qiyya saya jadi pengen cepet-cepet pulang untuk mempraktikan sama bapaknya anak-anak." Cerita bu Nyai antusias.

Qiyya tersenyum lebar kemudian berkata, "Itu buktinya Bu Nyai saget."

Bukannya menjawab malah bu nyai tertawa renyah. "Iya Mbak Qiyya, tapi terus bapaknya anak-anak bilang. Gek ngunu kui ngopo to Bu. Eling umur mosok sik pengen nambah meneh ora isin karo mantune?"

Percakapan yang membuat Qiyya tertawa geli jika mengingatnya.

Seperti pagi ini selepas Qiyya menunaikan shalat subuh bersama keluarganya. Dia beberapa kali membolak balik hadist Sunan Ibnu Majah, Hadist besar Bukhori juga dengan sarah Asmaul Husna. Harusnya Qiyya bisa serius dengan hadist-hadist di depannya. Namun Ibnu melihat bahwa pandangan Qiyya tengah menerawang dengan lengkungan bibir tipisnya ke atas.

"Lagi melamun apa? Kok buka hadist bisa senyum begitu sih."

Seperti dikagetkan akan sesuatu. Qiyya tersentak mendengar suara merdu suaminya. Suara yang selalu dia rindu setiap malamnya. Suara yang selalu menjadi candu sebagai pengantar tidurnya. Suara yang dengan mesranya selalu berdengung di samping telinga di sepertiga malam terakhir untuk membangunkannya dari tidur.

"Eh, mas ini loh nanti sore kan jadwal ngaji ibu-ibu dan remaja putri. Qiyya diminta untuk ngisi nasihatnya. Tapi masih bingung mau ngomong apa." Jawab Qiyya jujur

"Diambil yang dasar saja, yang mudah untuk disampaikan. Jihat muslimah millenial dengan cara seperti apa? Sepertinya temanya cocok dengan kondisi sekarang yang banyak salah kaprahnya." Kata Ibnu memberikan solusi.

"Mas Ibnu bisa memberikan sedikit gambaran?" pinta Qiyya sekali lagi.

"Masyarakat millenial, atau anggaplah remaja millenial yang hidup di jaman teknologi yang semakin canggih. Media sosial bertebaran dimana-mana. Info apa pun bisa di akses melalui media internet, yang menyeramkan adalah media ghibah menjadi terbuka lebar, media riya' bukan hal yang sulit lagi. Mau pamer apa pun tinggal foto cekrik upload, terima kasih ya suamiku gambar berlian 500 ton di lehernya. Makan siang yang sempurna cekrik restoran bintang lima. Berjilbab, berniqab tapi masih sempatnya berselfie upload sosmednya. Astaghfirullah, dan masih banyak yang lainnya sayang. Pasti kamu mengerti maksud mas seperti apa." Jawab Ibnu sambil mengusap kepala Qiyya.

"Yes, I see. Sepertinya memang ngerjain sesuatu kalau sama Mas itu cepat selesai. Ini buktinya, ah mengapa Qiyya jadi terlalu bergantung sama Mas Ibnu ya?" kata Qiyya kemudian membuka beberapa lembar hadistnya yang bisa dijadikan referensi untuk nasihatnya nanti

"Itu karena mas adalah suamimu, dan kamu adalah serpih rusuk mas yang hilang. Makanya kita harus saling melengkapi untuk bisa jadi sempurna, setuju?" Ibnu kembali mengerlingkan mata kemudian berjalan meninggalkan Qiyya yang masih sibuk dengan kegiatannya.

Tholabul 'ilmi fariidhotun 'alaa kulli muslim(in). Mencari ilmu itu hukumnya wajib untuk semua umat Islam. Bukan hanya ilmu dunia terlebih adalah ilmu akhirat.

Sampai pada akhirnya Qiyya telah siap dengan bahan yang akan disampaikan.

Mendadak ustadzah.

Semua harus belajar, itu yang dikatakan suaminya sewaktu dia pamit untuk berangkat ke majelis kajian ibu-ibu dan remaja putri. Ilmu itu dibagi supaya manfaat, untuk apa kaya ilmu tapi tidak dibagi. Bahkan jarang diaplikasikan untuk diri sendiri.

Perkara orang lain mau ikut atau tidak itu juga hak mereka. Tujuan kita satu, mengajak. Bukankah Allah telah memilih dan menentukan makhluknya yang Dia cintai? Lalu, bagaimana mungkin kita berpaling dari-Nya. Hidayah itu harus di jemput. Allah tidak pernah butuh ibadah kita, tetapi kita yang selalu membutuhkan-Nya. Kita butuh beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, dekatilah Dia selalu, rayulah Dia untuk menjadikan kita sebagai kekasih yang begitu Dia cintai.

Dengan senyum mengembang, dan bacaan basmalah mengiringi langkah kaki Qiyya menuju masjid tempat ia bertalabul ilmi bersama dengan sahabat sesurganya.

'Millenial dengan Al Haya'

Itulah judul yang dimaknai sarat dengan kontroversi. Mengapa, ya pasti ada yang pro dan juga tentu ada yang kontra.

Namun manakala niat kita untuk beribadah, apa iya bisa andaikata sholat kita bersin kemudian mengucapkan hamdalah. Ya itu memang bacaan yang sudah semestinya kita baca setelah bersin tetapi ketika sholat? Bahkan bacaan yang baik pun tidak diizinkan.

Jika masih ada yang berpendapat, kita itu memiliki budaya sendiri. Indonesia kaya akan budaya, jangan hanya karena sudah kearab-araban jadi mencemooh budaya sendiri.

Tidak, justru karena kita ingin memurnikan itu alasannya.

Apa hanya karena kita menggunakan sapaan ana, ukhti, akhi, antunna, antum, syukraan lantas kita dimaksud didalam budaya yang ke arab araban? Tentu tidak bukan. Itu hanyalah soal bahasa. Sama halnya seorang Ibnu yang biasa mengatakan I, we, you, she, he, thanks. Itu adalah hal yang sama hanya berbeda dalam bahasa.

Mengapa? Lingkungan jawabannya.

Ibarat kita berteman dengan seorang pandai besi, maka bau kita juga akan sama dengan seorang pandai besi tersebut. Sebaliknya jika kita berteman dengan penjual parfum maka kemungkinan juga kita akan tertular harumnya parfum yang dia jual.

Kembali pada masalah al haya', Qiyya mencoba interaktif dengan seluruh majlis taklim yang ia pimpin.

"Para umi atau semua ukhti di sini ada yang tahu apa itu artinya Al Haya'?" tanya Qiyya sebelum memaparkan nasihatnya lebih jauh lagi.

"Al Haya itu rasa malu Ukhti Qiyya." Jawab seorang wanita muda yang berada tepat di depannya.

"Yes, right. Addunyaa mataun wakhoiru, mataa'iddunya almaratus shoolikatu. Dunia itu adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita saliha. Mutlak ya, pasti sudah tahu semuanya dalil itu. Dan sebaik-baik perhiasan seorang wanita adalah rasa malunya." Kata Qiyya menanggapi.

"Hai, apa kabar akhwat berjilbab lebar, berniqab, sudahkah antunna semua bangga dengan rasa malu yang seharusnya memang menjadi milik kita?" tanya Qiyya. Retoris memang pertanyaannya karena sudah jelas jawabannya tanpa harus Qiyya pertanyakan

Qiyya juga wanita dengan jilbab lebar menutup dada.

"Ini bukan hanya untuk antunna, terlebih untuk ana yang berbicara di depan. Yuk mari kita saling bermuhasabah diri. Kita mulai dari diri kita sendiri baru mengajak lingkungan kita untuk peduli. Apa makna dari Al Haya' sendiri?"

"Subhanallah umi, tadi pagi ana terdampar loh lihat instagram. Gara-gara ingin kepoin 'anak lanang' yang sudah beranjak remaja. Eh jadinya malah mampir gara-gara ada seorang akhwat berjilbab besar, beniqab lagi yang fotonya selfienya dijadikan profile picture dengan smirk yang begitu sempurna menggoda. Ana saja sesama akhwat langsung kepo dan tergoda untuk melihatnya apalagi rojulun, ajnabi. Tangan jahil ini yang lagi-lagi subhanallah langsung mengklik gambar gambar foto yang 75% selfie. Berjilbab loh, berniqab loh, selfie loh ya. Terus masalahnya dimana?" Qiyya sengaja memberikan jeda untuk mengajak audiencenya untuk berpikir.

"Yang katanya long march untuk sebuah acara keislaman dan astaghfirullah sekali lagi di jalan, dengan akhi dan akhwat berbaur menjadi satu, berikhtilat. Apa itu tidak membahayakan diri sendiri? Ada beberapa foto diantaranya mereka yang berniqab berswafoto bersama dengan berdesakan kemudian diunggah di sosial media. Adakah Islam selucu itu?"

Lagi-lagi jamaah taklim dibuat bungkam oleh pertanyaan Qiyya. Masih adakah diantara kita yang berbuat seperti itu? Bukan long march-nya tetapi selfienya dan diunggah di akun sosmed, astaghfirullah.

"Majlis taklim yang di rahmati Allah, mari kita kaji kembali Al-Qur'anul kareem. Surrah Al Ahzab ayat 59, hai Nabiullah, katakanlah kepada istri-istri dan anak-anak perempuanmu hendaknya mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, supaya mereka mudah dikenali, karenanya mereka tidak diganggu. Demikian Allah maha pengampun dan maha penyayang. Islam begitu memuliakan wanita hai para umi, sangat disayangkan apabila kita sebagai kaum yang dimuliakan tetapi tidak bisa memuliakan diri sendiri. Lanjut lagi kita kaji kembali surrah An Nur ayat 31, dan janganlah mereka (perempuan) menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Ayat inilah sebagai landasan bahwa kita tidak diperbolehkan tabarruj. Dalam hadist shahih Tirmidzi juga dijelaskan bahwa Rosulullah Sollallohualaihiwassalam bersabda wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaitonlah yang akan menghiasinya."

Qiyya sekali lagi mengatur nafasnya. Memberikan ruang kembali kepada sahabat sesurganya itu untuk menelaah yang telah ia sampaikan.

"Ana tidak pernah keluar ukhti Qiyya. Iya anti tidak pernah keluar namun exist di dunia maya. Upload photo sana sini, caption dakwah tetapi tak lupa photo selfie-nya. Hingga akhirnya banyak sekali komentar. 'Mashaallah, bidadari syurga', 'Mashaallah, hatinya pasti sebaik sorot matanya yang indah. Pasti cantik alami', 'Semoga ana bisa mendapat bidadari seindah ini ya Rabb'. Miris, itu kata kata yang ana keluarkan saat melihat semuanya. Bagaimana mungkin, akhwat niqabis meskipun tidak keluar rumah tetapi rojulun, ajnabi bisa menikmati foto selfie yang sengaja antunna unggah. Jika alasan berjilbab, berniqab itu adalah untuk menutupi, lantas apa fungsinya jika masih ingin menonjolkan eksistensi diri?"

"Jadi umi dan remaja putri, sahabat sesurga yang inshaallah tidak seperti itu. Ayo kita sama sama saling bermuhasabah, saling mengingatkan. Ada yang namanya amalah jariyah, amalan kita yang selalu akan mendapat pahala meskipun kita telah meninggal dunia. Namun jangan sampai kita membuat dosa jariyah, naudzubillahimindzalik."

"Jihad seorang akhwat itu di rumah, bukan di jalan, bukan pula di medan perang. Jihad kita yang sesungguhnya adalah bagaimana menjaga harta suami, menjaga iffah, menjaga diri kita dan mendidik keluarga untuk tetap lurus berada di jalan-Nya. Sekali lagi, manfaatkanlah kecanggihan teknologi ini hal hal yang sekiranya bermanfaat. Terus terang ya para umi, ana dan suami memang tidak memberikan fasilitas HP untuk anak-anak, mengapa? Karena kami ingin mereka sibuk menghapal ayat-ayat Allah, bukan sibuk senam jari diatas tuts barang pipih canggih yang bisa disebut syaitan kotak untuk mencari berita yang fenomenal. Kuno, biarlah disebut seperti itu. Tips ini mungkin bisa juga dipakai untuk umi semuanya dan calon-calon umi ini nantinya."

"Sekali lagi al haya', perhiasan terindah seorang wanita itu adalah rasa malu dan harga dirinya. Menjadi generasi millenial yang cerdik dan santun. Santun dalam bersikap gadhul bashar, menundukkan pandangan ketika bertemu dengan ajnabi, bahkan dengan saudara pun yang bukan menjadi mahram kita. Kita juga harus tetap menjaganya. Tidak tabarruj, yaitu menampakkan kecantikan kita untuk dipuji dan dipuja oleh orang lain yang tidak berhak, hindarkan diri dari ikhtilat. Subhanallah. Cerdik dan santunlah dalam bersosial media. Hindarkan diri dari ghibah dan fitnah yang luar biasa dengan begitu mudahnya. Jika dahulu ada yang bilang 'mulutmu harimaumu', sekarang ana juga bisa bilang bahwa 'jarimu harimaumu'. Mengutip ucapan seorang sahabat bahwa kita itu ibarat sebuah teko. Apa yang dikeluarkannya akan sama dengan apa isi dari teko itu sendiri. Jika diisi teh, dituang pun juga akan keluar teh. Diisi kopi juga akan keluar kopi, pun demikian jika diisi air comberan dia juga akan mengeluarkan air comberan. Itulah yang harus kita sikapi, apa yang kita keluarkan dari mulut, apa yang kita tulis melalui ungkapan kadang itu adalah cerminan bagaimana hati kita. Kenal saja tidak, bertemu apalagi, tapi tangan nyinyir terus, ghibah, fitnah, subhanallah. Hijrah itu sangat mudah para umi dan ukhti remaja putri sahabat sesurga, yang berat itu adalah istiqomahnya. Bukan hanya rindunya dilan ya ternyata yang berat? Mengistiqomahkan hati untuk tetap tunduk, tawadhu, dan taat kepada Allah SWT, taat Rosul, taat imaroh, taat orang tua dan untuk para umi taat pada suaminya. Saget dipahami nggih umi-umi semua, ukhti sahabat sesurga?"

Kembali Qiyya mengedarkan pandangannya kepada jamaah taklim yang kelihatannya berpikir sambil mengangguk anggukan kepalanya.

"Lagi dan tidak akan pernah bosan ana mengingatkan. Luruskan kembali niat kita, niat lillah untuk menggapai ridhonya Allah, apapun itu. Kaji kembali ilmunya. Berjalan tanpa ilmu itu seperti orang yang tuli dan buta. Hidayah itu harus kita jemput dan kita pertahankan. Surga itu bukanlah sebuah bonus. Surga itu adalah tujuan yang harus kita perjuangkan, rumah abadi yang disiapkan oleh Allah untuk kita orang orang yang beriman. Ingatlah bahwa ketika kita mencari akhirat, dunia dan seisinya akan mengikuti."

"Jadi, jika ada yang berucap 'selfie untuk dakwah', dijawab apa umi?" tanya Qiyya kemudian.

"Subhanallah, musibah Ukhti."

"Right __ mashaallah, tidak ada larangan untuk berselfie bagi seorang akhwat. Tapi sebaik baiknya foto selfie adalah yang tetap tersimpan di galeri tanpa harus diperlihatkan kepada khalayak ramai apalagi diunggah di sosial media. Jangan salah artikan fungsi jilbab untuk menutupi namun justru kita sendiri yang mengundang ajnabi untuk berghibah dan berfitnah, astaghfirullah. Syukraan katsiran. Demikianlah yang bisa ana sampaikan, ana syukuri alhamdulillah jazakhumullah khair, semuanya ana kembalikan kepada Allah, ketidaksempurnaan adalah ana sepenuhnya sebagai hambaNya, dan sempurna hanya milikNya. Alhamdulillahirobbilalamiin, Allahumma solli'alaa muhammad, wa 'alaa alii muhammad, kamaa shollaita 'alaa alii ibrahiim, innaka khamiidum majiidun ____" akhir Qiyya dengan langsung membacakan sholawat serta doa dan salam setelahnya.

Bu Nyai Rasunah sepertinya sangat puas dengan nasihat yang diberikan oleh Qiyya. Masuk kesemua kalangan. Baik ibu-ibu juga dengan remaja putri.

Ada beberapa para suami yang menjemput istri mereka. Tidak terkecuali dengan Ibnu dan si bungsu Hawwaiz.

"Mbak Qiyya, dua jempol loh langsung dari bapak-bapak ini." Kata Pak Nandar.

"Nanti lain kali kalau ada pengajian ibu-ibu daerah, mbak Qiyya lagi aja yang ngisi ustad. Bahasanya masuk tidak berbelit-belit, temanya juga kekinian, bukan begitu pak dokter Ibnu?" Sambung pak Zulfikar.

"Ah, bapak-bapak ini bisa saja. Istri saja juga masih belajar. Sama seperti saya juga." Jawab Ibnu merendah.

"Kita semua juga sedang belajar dokter, untuk memperbaiki diri. Harus selalu diingatkan dan dipupuk semangatnya supaya tidak berubah niatnya." Kata pak Zulfikar kembali.

Mashaallah,

Hidup ternyata memang bukan hanya soal dunia.

Hawwaiz yang kini berceloteh mengatakan bahwa dia sangat menyukai sang bunda jika berbicara menggunakan mikropon. Suaranya menggelegar.

"Jadi bunda sekarang sudah terkenal ya?" tanyanya dengan wajah polos.

"Maksudnya apa Sayang?"

"Jadi ustadzah kaya di tivi-tivi. Besok daddy bawa kamera ya, kita masukkan bunda di tivi kalau sedang bercerita." Kata Hawwaiz tertawa memperlihatkan gigi putihnya.

Ibnu langsung mencium Hawwaiz yang kini ada di gendongannya. Dan lagi-lagi Qiyya hanya memandang suaminya dengan penuh damba.

"Carilah mas nanti jika kamu tidak menemukanku di Surga. Katakanlah padaNya bahwa kita bersama-sama belajar meraih jannahNya." Kata Ibnu pada Qiyya.

"Inshaallah Mas, Qiyya pasti akan mengatakan pada Allah. Mas Ibnulah yang membimbing Qiyya sampai di tahapan seperti ini. Cari Qiyya juga jika Mas tidak menemukan Qiyya di surga."

"Tentu saja Dear, bagaimana mungkin mas bisa bahagia di surga tanpa bidadari surganya mas di dunia ini?" kata Ibnu kemudian mencium pucuk kepala Qiyya dan merangkul pinggangnya. Bersama berjalan kaki menuju ke rumah. Tentu saja Hawwaiz yang masih berada di gendongan Ibnu seperti anak kanguru.

Tidak ada yang lebih indah selain hidup untuk akhirat di dunia ini.

❣❣

Syukraan katsiran, ukhti Siti, ukhti Windarti, semua sahabat sesurga yang pernah thalabul ilmi bersama di masjid desa Mengelo, Mojokerto Jawa Timur. Merindukan kalian selalu 😍😘

Miss Prita dan keluarga. Ah, jadi kangen nginep di Padang Sambian, menikmati jalan jalan ke Pantai Padang Padang, Tanjung Benoa, Uluwatu. Nice visit there.

Bunda Lies, Ummi Mujiati, Ummi Srikaton, bunda-bunda yang senantiasa merangkul saat saya masih tertatih untuk berjalan hingga mampu berlari seiring bersama kalian. Allahuakbar, sahabat thalabul ilmi di masjid kelompok Sanankulon Blitar alhamdulillah jazakhumullah khair ilmu dan tempat berbagi pertanyaan. Al Ustad Asnawi, syukraan untuk mengkompliti makna sarah asmaul husna yang masih banyak bolongnya

Nasihat ini sebenarnya adalah untuk saya pribadi, for self reminder lebih tepatnya karena saya masih banyak kurangnya. Tetapi jika teman teman ingin menggunakan nasihat ini untuk dipakai juga, tiada lepas rasa syukur saya.

Bagi yang kurang atau tidak berkenan dengan pernyataan saya, mohon santunlah dalam berpendapat 🤗🤗

Dan terakhir, sahabat sesurga...telah ana tuntaskan sesuai janji ana untuk menulis pesan ini di cerita 'Khitbah Kedua'

Syukraan 🙏🙏🙏🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top