🌴|| Serial Ibnu Qiyya #04
This is part of their story
-- happy reading --
Minggu pagi ini dapur rumah Qiyya sudah heboh dengan squad yang sedang berkolaborasi bersama bi Marni untuk memasak beberapa menu sarapan pagi.
Ba'da subuh ini Ibnu langsung mengajak Qiyya berdiskusi di kamar mereka. Bukan masalah apa-apa, hanya saja sepertinya Ibnu ingin mendengar cerita dari Qiyya terkait dengan tumbuh kembang kelima buah hati mereka.
Beberapa kali mereka Ibnu memberikan masukan kepada Qiyya.
"Mas Ibnu ingin sarapan apa? Qiyya siapkan dulu ya." Kata Qiyya ketika perbincangan mereka dirasakan telah cukup.
"Jangan keluar, di sini dulu saja. Sekali sekali biarkan bi Marni bereksplorasi dengan bumbu-bumbu dapurnya." Kata Ibnu.
"Tumben, biasanya mas Ibnu lebih suka kalau Qiyya yang masak. Ada apa hmmmm?" tanya Qiyya yang mulai menangkap maksud tersembunyi dari suaminya.
"Ya di sini saja, berdua. Memangnya ada larangan?" tanya Ibnu dengan sebuah alis terangkat.
"Emang siapa yang akan melarang kita berduaan. Eh, tapi tumben juga ya anak-anak belum pada ribut gedor-gedor pintu. Biasanya ada aja ulah mereka kalau hari minggu pagi." Kata Qiyya sambil berpikir kemudian menggeleng perlahan.
Ibnu akhirnya menawarkan kepada Qiyya untuk jalan jalan pagi bersama. Jam dinding juga masih menunjukkan pukul 05.30 udara pagi masih segar untuk paru-paru mereka.
"Sudah siap?"
Qiyya hanya mengangguk setelah mengikatkan tali sepatunya.
Ketika mereka keluar dari kamar seketika Qiyya melihat beberapa pemandangan yang menurutnya sangat luar biasa.
Si kembar akur banget sedang membersihkan lantai rumah. Sementara adik kecilnya membereskan beberapa buku, majalah dan kertas yang berserakan di atas meja ruang keluarga.
Hanif dan Hafizh begitu gantengnya dengan apron celemek yang dipasangkan di badan mereka dan tak lupa mengenakan topi koki di kepalanya. Tak kalah dengan gantengnya chef Juna yang seringkali muncul di layar televisi mereka.
"Wow, Bunda surprises banget loh ini. Hari minggu yang biasanya bebas tugas semuanya kompak bantuin bunda dan bi Marni. Kalian nggak pengen ikut bunda dan daddy jalan pagi?" tanya Qiyya kepada kelima anaknya.
"Jelas dong Bun. Kita kan anak-anak yang smart." Jawab si kecil Hawwaiz.
"Jadi ___ nggak ada yang mau ikut daddy sama bunda ni?" tanya Qiyya sekali lagi kepada mereka.
"No thanks." Jawab semuanya kompak.
Ibnu hanya tersenyum melihat polah tingkah anak-anaknya. Semalam memang mereka telah izin kepada daddy untuk melarang sang bunda melakukan pekerjaan rumah hari ini.
"Please Dad, besok Daddy bantu kami ya, ya, ya?" pinta Hafizh.
"Iya Dad, biarkanlah bunda istirahat sehari saja tidak melakukan pekerjaannya. Kami yang akan mengambil alih." Lanjut Hanif.
"Kalian yakin?" tanya Ibnu.
"Yakin. Sehari saja biarlah kita yang melayani bunda setelah sekian tahun bunda merawat kami dengan limpahan kasih sayang tanpa minta balasan apapun." Jawab Hanif.
"Baiklah, deal. Daddy setuju." Kata Ibnu kepada anak-anaknya.
Akhirnya ba'da subuh Ibnu membuatkan acara tersendiri untuk Qiyya supaya dia tidak mengganggu kegiatan anak-anak mereka.
Sebenarnya bukan surprise, ini lebih pada ucapan terima kasih anak anaknya saja. Bertepatan dengan tanggal 25 Maret adalah ulang tahun Qiyyara. Tahu dengan ajaran Islam yang tidak menganjurkan untuk merayakan haul atau ulang tahun dan semacamnya. Karena memang kegiatan itu tidak pernah dicontohkan oleh para nabi dan sahabat mereka. Squad Ibnu hanya ingin memberikan ucapan terima kasih dengan membebastugaskan sang bunda dari rutinitas sehari-hari yang biasanya dia lakukan.
Tidak ada hadiah, tidak juga dengan acara tiup lilin yang didahului make a wish sebelum meniupnya. Hi guys, berdoa itu kepada Allah manakala kening kita menyentuh bumi, itu jarak paling dekat kita dengan Allahu Rabb, dzat maha digdaya diatas segala-galanya. Bukan di depan lilin sambil merapalkan tangan. Jelas tidak ada tuntunan tentang hal itu.
"Mas tidak sedang menyembunyikan sesuatu kan?" tanya Qiyya ketika mereka sudah meninggalkan rumah.
"Menyembunyikan apa?"
"Itu anak-anak ____"
"Oh itu, semalam mereka minta untuk membantunya. Jadi mereka memberikan waktu untuk kita sementara tugas rumah tanggamu akan diambil alih oleh mereka seharian ini. So, congratulation and enjoy be a quenn in my kingdom." Kata Ibnu.
"Bukannya memang aku sudah menjadi ratumu sejak membacakan kalimat paling romantis di depan ayah dulu?" jawab Qiyya dengan lembut.
"Maksudnya?"
"Qobiltu nikahaha ___?" mengingatkan Ibnu yang sepertinya terlupa akan hal itu.
"Ouhhhh, jelas itu. Selamanya akan menjadi ratuku." Jawabnya kemudian menarik lengan Qiyya untuk berjalan lebih cepat lagi
Siapa yang tidak bahagia. Duduk manis, semua telah disiapkan. Bahkan sarapan pun juga telah siap ketika Qiyya dan Ibnu selesai dari jalan pagi mereka.
"Hmmm, harum banget baunya. Masak apa sih Mas? Sepertinya enak banget rasanya." Tanya Qiyya sambil melihat meja makan yang telah siap dengan berbagai menu yang telah dimasak oleh Hanif dan Hafizh.
"Bi Marni bantuin nggak tadi?" lanjut Qiyya menatap ART yang telah 8 tahun ikut dengannya.
"Hehehe, hanya nyiapin bumbu-bumbunya Mbak Qiyya. Selebihnya mas Hanif dan bang Hafizh yang mengolahnya." Jawab bi Marni.
"Hebat anak-anak bunda. Ok after this, we will take a breakfast together but bunda wanna take a bath first. Lengket semua badannya. Nggak sabar ngicipi masakan mas Hanif ini, hmmmm, nyam nyam nyam." Kata Qiyya kemudian berlalu menuju ke kamar. Anak-anaknya telah duduk manis di depan televisi dengan pakaian yang telah rapi. Sepertinya memang semuanya telah selesai mandi.
Bergantian dengan Ibnu, Qiyya mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya. Membersihkan badannya dan memperoleh kesegaran setelahnya.
Lima belas menit, kini Qiyya telah siap dengan sebuah gamis berwarna maroon senada dengan jilbab yang dia kenakan. Sementara Ibnu kemungkinan sudah bercengkerama dengan anak-anak mereka di ruang keluarga.
"Bunda cantik banget sih." Kata Ayyana ketika menyadari sang bunda telah berada diantara mereka.
"Exactly. Siapa dulu dong bidadari surganya daddy." Kata Ibnu tanpa menoleh ke arah Qiyya berdiri.
Kata kata Ayyana membuat yang lain segera melihat sang bunda. Sebenarnya sama seperti hari-hari biasanya. Qiyya jarang menggunakan make up tebal. Keluar pun paling hanya memakai nude lipstik dan eyeliner tidak lebih dari itu. Hingga saat sekarang pipinya bersemu kemerahan Ibnu lebih mudah menggodanya di depan anak-anak mereka.
"Tumben bunda pake blush on Dad." kata Hanif.
"Iya, mana kebanyakan lagi ini." Ibnu menunjuk pipi Qiyya sebelum mengecupnya mesra.
Pemandangan seperti ini sudah bukan pemandangan yang asing lagi bagi anggota keluarga Ibnu. Jadi mereka menganggap itu adalah hal yang lumrah.
"Ish, kalian ini suka banget menggoda bunda. Ayo sarapan, semua sudah lapar kan?" ajak Qiyya menuntun semua anak-anaknya ke meja makan.
Saat Qiyya selesai mengambilkan nasi beserta lauk yang diinginkan oleh Ibnu, Hanif segera berdiri dan meminta Qiyya untuk duduk kembali.
"Mas Hanif tidak akan mengambil hak surganya bunda untuk melayani daddy. Namun, izinkan kami juga untuk bisa mengecap manisnya surga dengan melayani bunda seperti bunda telah menyayangi kami." Kata Hanif yang dengan sigap mendekat kepada Qiyya dan dengan skinshipnya Hanif meminta kepada Qiyya untuk duduk kembali.
Terharu, tentu saja. Bahkan Qiyya sempat meneteskan air mata bahagianya. Tidak pernah ia sangka, Allah melengkapkan kesempurnaan hidupnya dengan menghadirkan malaikat-malaikat penjaga seperti mereka.
"Bunda excited banget hari ini. Benar kata daddy kalian. Hari ini bunda seperti Ratu. Duduk manis ada yang melayani semuanya." Kata Qiyya.
Senyum Ibnu tak kalah merekahnya dari kelima anak-anak mereka.
"Kami ingin mengucapkan terima kasih sekaligus syukur kepada Bunda. Alhamdulillah, jazakhillah khair. Bunda menyayangi kami dengan tanpa batas. Bunda menghujani kami dengan cinta yang sempurna. Bunda memperhatikan semua kebutuhan kami tanpa cela sedikit pun di mata kami. Jika ada nanti malaikat bertanya kepada kami jawaban kami inshaallah akan tetap sama. Bunda yang paling istimewa, bunda yang terbaik, dan bunda yang paling keceh sedunia." Lanjut Hafizh.
"Aamiin." Qiyya menjawab ditengah perasaan harunya.
Almira sesaat memandang saudara kembarnya kemudian bersuara juga. Namun kali ini ia tujukan kepada sang daddy. "Dad, syukraan telah memilih bunda untuk menjadi ibu dari kami. Menjadi rumah kami untuk pulang setelah lelah seharian belajar dan bermain di sekolah."
Sarapan pagi keluarga Ibnu benar-benar penuh keharuan. Sesaat akhirnya Qiyya menyadari sesuatu. "Ini bukan karena bunda besok ___?"
"Ulang tahun?" kata Ayyana.
"Tidak ada tuntunan bunda untuk merayakan ulang tahun. Kami melakukan ini murni karena ingin berterima kasih kepada bunda sekaligus untuk saling mengingatkan. Jika besok adalah tanggal lahir bunda berarti tabungan umur bunda berkurang satu di catatan Allah. Sehingga harus semakin rajin untuk bermunajah dan memohon ampun kepadaNya." Jelas Hanif kepada bundanya.
"Jika kamu memberikan nasihat seperti ini. Benar-benar Allah memberikan kemiripan sifat dan fisikmu dengan daddy." Kata Qiyya yang langsung mendapat protesan dari anak-anaknya yang lain.
"Emang aku nggak mirip daddy, Bun? tanya Almira.
"Jadi cuma mas Hanif saja yang mirip, Bunda?" Ayyana tidak ingin kalah.
"Adek juga anaknya daddy kan Bunda?" Ucap Hawwaiz.
"Fix, bunda membuat kami patah hati." Tutup Hafizh dengan protesnya.
Ibnu mengangkat kedua tangannya ketika melihat Qiyya meminta bantuan untuk menjawab protesan dari anak-anak mereka.
"Bukan begitu maksud Bunda. Iya, kalian semua anak-anaknya daddy dong. Semua juga mirip sama daddy, hanya saja kalau kalian memilih mirip daddy semua terus yang mirip bunda siapa? Kan bunda jadi sedih. Padahal bunda loh yang mengandung kalian selama 9 bulan masa nggak mau dibilang mirip bunda?" jawab Qiyya akhirnya yang berakhir dengan pelukan dari putra putrinya.
"Iya ya. Kalau begitu aku mirip bunda aja." Kata Ayyana.
"Aku juga."
"Aku juga."
"Aku juga."
Ibnu dan Hanif menggelengkan kepala mereka melihat anak dan adik-adiknya menyerang sang bunda untuk dipeluk.
Setelah sholat dhuha tiba-tiba Ibnu mengajak mereka semua untuk jalan-jalan ke Batu.
"Mampir Dewi Sri ya Dad?" tanya Hafizh.
"Ngapain?"
"Biasanya bunda minta mampir ke sana, beli jeruk isep. Kan kita bisa makan bakso beranak yang di depan pasar sambil nungguin bunda belanja." Kata Hafizh.
"Ok, siapa takut."
Setelah semuanya siap, Qiyya akhirnya berangkat. Tak lupa mengajak serta sang asisten rumah tangga yang paling setia.
"Mau ngapain bibi ikut Mbak Qiyya?" tanya bi Marni saat disuruh Qiyya untuk siap-siap juga.
"Jagain Hawwaiz Bi, kan Qiyya mau kencan sama mas Ibnu. Ah, sudah ayo ikut nggak boleh nolak." Kata Qiyya sambil terkekeh riang.
Kini akhirnya Ibnu mengemudikan mobilnya menuju ke arah Batu. Hanif yang siap menjadi navigator duduk disamping Ibnu sementara Qiyya, Hawwaiz dan bi Marni duduk di jok tengah sedangkan si kembar dan Hafizh memilih untuk duduk di jok paling belakang.
Sepanjang perjalanan di dominasi dengan celoteh Hawwaiz yang begitu takjupnya melihat sawah dan sungai yang bersih.
"Dek, pengen lihat bagaimana caranya memerah sapi nggak?" tanya Ibnu kepada Hawwaiz yang sedang bercerita dengan bundanya.
"Mau, dimana Dad?"
"Ok, kita mampir ke peternakan di Semen ya. Mas Hanif tolong carikan namanya pak Masngud di phonebook daddy kemudian telponkan nanti kalau sudah tersambung baru daddy yang bicara." Perintah Ibnu kepada anak sulungnya.
Akhirnya, di peternakan sapi perah milik pak H. Masngud, Hawwaiz bisa leluasa melihat sapi-sapi itu diperah diambil susunya. Memberikan beberapa pakan dan berfoto ria bersama kakak-kakaknya.
Anak dari pak Masngud ini pernah mengalami kecelakaan dan dioperasi oleh Ibnu. Itu yang menjadi alasan mengapa bapak yang rambutnya telah dipenuhi uban ini begitu akrab dengan Ibnu.
Batu Screet Zoo, adalah tempat tujuan utama yang diminta oleh Ayyana dan Almira. Melihat beberapa hewan dari dekat. Hingga mereka terdampar di manisnya pusat kota Batu, aloon-aloon kota Batu. Dekat dengan masjid Jami' dan banyak taman yang teduh itu alasan Ibnu mengajak mereka ke sana.
Ketika Hawwaiz sedang asyik bermain bola bersama kakaknya. Tiba-tiba bola plastik yang mereka mainkan mengenai kepala seseorang. Tentu saja karena Hanif sebagai kakak tertua wajib memintakan permohonan maaf kepada orang tersebut.
"Maaf Om, adik kami tidak sengaja." Kata Hanif ketika akan mengambil bola yang ada di tangan pria itu.
"Hanif."
"Om Andrian." Kata Hanif terkejut mendapati bahwa orang yang terkena lemparan bola Hawwaiz adalah Andrian. Laki-laki yang pernah dia ketahui beberapa kali berkunjung ke rumah akungnya .
"Sama siapa?"
"Semuanya."
"Wah ini adekmu ya? Ganteng banget dia. Mirip kamu Nif."
"Iyalah om mirip, kita kan bersaudara."
"Sudah makan tadi? Makan yuk sama om Andri. Mau?" ajak Andrian.
"Boleh, tapi nanti bunda nyariin. Gimana dong Om?" tanya Hanif.
"Telpon saja bunda atau ayahmu."
"Kami kan nggak punya HP, Om." Kata Hanif sambil meringis. Qiyya memang menerapkan sistem less HP untuk anak-anaknya.
"Ya sudah pakai HP Om saja, ini." Andrian menyerahkan HPnya kepada Hanif.
Kemudian dengan cepat Hanif menekan nomor HP Qiyya, dan terkejut dengan sebuah nama yang tertera di sana. Apakah Hanif salah pencet nomor. Beberapa kali dia tekan nomor HP sang bunda tetapi nama yang yang muncul di layar adalah sama, 'Quenn of heart'.
Menyadari kesalahannya, Andrian hanya tersenyum pasrah menatap Hanif yang sepertinya sedang bingung.
"Hmmm, Om sepertinya kita nggak jadi ikut Om deh, di sini saja. Aku lupa nomor telpon Bunda. HPnya daddy juga lowbath tadi dipakai untuk foto-foto belum di charge lagi." Tolak Hanif sambil mengembalikan gawai milik Andrian.
"Okelah, kalau begitu lain kali saja ya. Om Andri makan dulu lapar. Dada kalian semua." Pamit Andrian meninggalkan anak-anak Ibnu.
Sementara di tempat lain, Ibnu sedang menemani Qiyya untuk membeli beberapa yogurt untuk anak-anaknya.
"Ayah dan ibu tidak dibelikan sekalian?"
"Biasanya nggak mau Mas, kita belikan yang lain saja. Atau mas telpon gih ayah. Siapa tahu ingin apa gitu, mumpung kita belum pulang." Kata Qiyya.
"Pinjam HPnya, HP Mas mati." Kata Ibnu sembari mengambil gawai milik istrinya di dalam tas yang dibawa Qiyya.
Ibnu menatap benda rosegold pipih itu. Sesaat ketika kombinasi angka berhasil dia buka. Ada 7 panggilan tak terjawab di gawai milik Qiyya dengan nama pemanggil 'Andrian'.
Raut muka Ibnu langsung berubah seketika. Setelah hampir 7 tahun berlalu mengapa nama itu kembali muncul di kehidupan mereka. 'Atau memang jangan-jangan ___' batin Ibnu.
"Sayang ini maksudnya apa?" dengan jelas Ibnu menunjukkan daftar panggilan tak terjawab atas nama Andrian.
Qiyya terhenyak seketika, menegang untuk beberapa saat kemudian menjawab "Qiyya nggak tahu Mas, Mas Ibnu telpon balik saja biar tidak salah paham."
"Kamu tidak sedang berbohong padaku bukan?" tanya Ibnu penuh selidik.
Mendengar kalimat tanya yang dilontarkan suaminya benar-benar membuat Qiyya tidak enak hati. Dia diam bukan berarti menghindari tatapan penuh intimidasi dari mata Ibnu. Qiyya hanya tidak ingin beradu mulut di depan banyak orang.
"Delapan tahun, Sayang. Kita telah bersama, saling berbagi dan saling mengisi. Mengapa, mengapa nama ini masih tersimpan di phonebook HPmu? Atau apa yang telah aku beri masih kurang bagimu?" kata Ibnu lirih di samping telinga Qiyya.
Rasanya seperti tersambar petir. Mendengar kalimat Ibnu yang terakhir membuat hatinya teriris.
Ibnu hanya tersenyum getir.
Qiyya langsung membayar belanjaan yang ada di tangannya. Pikirannya kembali mengembara. Suaminya mengapa berubah menjadi begitu sensitif, seperti wanita yang sedang mengalami pre mens syndrom. Atau jangan-jangan peristiwa akan adanya Almira dan Ayyana dahulu. Dalam hati Qiyya berkata 'Ah, tidak. Bukankah tadi pagi aku tidak sholat subuh? Itu menandakan bahwa siklus haidku masih teratur. Lantas? Mas Ibnu? Cemburu? Setelah sekian lama bersama dan dia mengenal aku dengan baik. Mungkinkah itu?'
"Sayang, dengarkan aku ____" kata Qiyya menyusul langkah Ibnu.
❣❣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top