🌴|| Serial Ibnu Qiyya #03

This is part of their story
-- happy reading --

Sore ini seluruh anak-anak Qiyya disibukkan dengan membersihkan rumah setelah selesai diadakannya arisan RT. Tidak pada jaman nabi tidak jaman sekarang, jika sudah ada ibu-ibu berkumpul pasti ujung ujungnya tidak akan jauh berbeda. Ada sekitar 30 ibu-ibu berkumpul di rumah Qiyya.

Benar benar membuat Ibnu dan kedua anak lelaki mereka yang tumbuh remaja tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Walah Jeng, saya jadi kerasan loh di sini, adem, nyaman lagi ___" Hafizh terkekeh geli menirukan salah seorang dari ibu-ibu yang datang ke rumah mereka.

"Hush, nggak boleh seperti itu. Mereka juga tetangga kita. Kita harus bersikap baik dengan mereka." Kata Qiyya memperingatkan.

"Siap Bunda. Tapi abang bener-bener pengen ketawa Bunda." Kata Hafizh cemberut dan langsung disambut gelak tawa oleh Hanif.

"Ya tertawa saja sekarang, itu Mas Hanif sudah tertawa." Kata Qiyya tersenyum juga melihat kedua anak remajanya.

"Mas Hanif, Abang ayo cepetan itu lama banget bersih-bersihnya. Kakak Al nggak kuat angkat ini."

"Iya, ayo cepetan. Sebentar lagi mau maghrib nanti tidak dapat onta lagi kalau terlambat seperti kemarin." Hawwaiz menambahkan.

Bi Marni tersenyum melihat kekompakan anak-anak bosnya. Dari awal memang seringkali dia dilarang oleh Qiyya untuk membantu mereka. Ingin mengajarkan tanggung jawab pada kelima anaknya, seperti itu kata Qiyya kepada bi Marni ketika ia ingin membantu mereka.

"Rapikan setelah mereka selesai membersihkan ya Bi, jangan dibantu dulu. Biar mereka belajar bertanggung jawab." Pesan Qiyya kepada bi Marni sebelum meninggalkan kelima anaknya yang sedang membersihkan ruang tamu dan ruang keluarga.

"Have been finished?" tanya Ibnu ketika Qiyya sudah berada di kamar berdua bersama Ibnu.

"Not yet. Biarkan saja dulu mereka juga harus belajar bertanggung jawab."

"So?"

"Babe____"

"Hmmmmm, what's up dear?" tanya Ibnu yang masih fokus dengan layar datar yang ada di tangannya.

"Nonton yuk. Sudah lama kita nggak pacaran." Ajak Qiyya mendekat Ibnu dan mengalungkan kedua lengannya ke leher sang suami.

"Just two of us?" tanya Ibnu yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Qiyya. "Happy wife happy life," kata Ibnu dengan mencomot salah satu ungkapan dari seseorang yang beritanya sedang hits di Indonesia ini benar-benar membuat pipi Qiyya merona sempurna.

"Hmmmmm."

"Mengapa merah seperti ini?" tanya Ibnu sambil menunjuk jarinya ke pipi Qiyya sementara kedua lengan Qiyya masih setia di leher suaminya.

"Malu ____ ckk." Sungut Qiyya.

"Sudah lama nikah, masih juga malu. Cup." Terakhir bibir mereka bersatu singkat. "Mau nonton apa?" tanya Ibnu kemudian.

"Dilan, may be." Kata Qiyya dengan senyum merekahnya.

"Dilan? Are you sure? Itu film anak muda loh Sayang." Kata Ibnu meyakinkan Qiyya.

"Sudah setua itukah kita hingga tidak layak menonton film anak muda?" jawab Qiyya kemudian berlalu dari hadapan Ibnu.

"Hmmmmm, don't be angry. Everything for you dear, lets prepare to think a reason for our children of it." Kata Ibnu meraih tubuh Qiyya dalam pelukannya.

Dan akhirnya setelah sholat maghrib Ibnu bersama keluarga menuju rumah orang tua Qiyya untuk sementara menitipkan anak-anak mereka dengan alasan bahwa sang bunda mendapat undangan reuni di rumah temannya dan tidak diperkenankan mengajak anak anaknya. Karena akan banyak pembicaraan orang dewasa.

Syukurlah mereka bisa mengerti. Hanya Hanif yang sepertinya menginginkan penjelasan lebih detail kepada Ibnu.

"Bunda ingin berduaan dengan daddy, Mas. Tolong jaga adik-adikmu sama akung dan uti," jelas Ibnu lirih di samping telinga anak sulungnya.

"Some like a dating, Dad?" kekeh Hanif dengan kerlingan matanya.

Ibnu tersenyum kemudian mengacak rambut putranya. "Have a nice date Dad. Give us a young sibling more."

Kalimat terakhir putranya benar-benar membuat mata Ibnu melotot sempurna kepada Hanif.

"Bunda, mas Hanif pesan 1 cewek ya." Kata Hanif ketika kedua orang tuanya kembali ke mobil untuk pergi ke cinema.

Tangan Ibnu langsung terkebas mendengar ucapan anaknya. "Maksud mas Hanif pesan 1 cewek? Dia ingin punya pacar? Kemarin kan sudah berjanji tidak ingin pacaran mengapa se___" kata Qiyya ketika mereka berdua sudah berada di mobil.

"Bukan pacar, tapi adik." Jawab Ibnu enteng sambil pandangannya masih fokus dengan jalanan yang ada di depan mereka.

"Haahhh???" Qiyya benar-benar kaget mendengar jawaban Ibnu.

"Kenapa? Nggak ada yang salah kan? Kita berdua juga masih sehat," jawab Ibnu.

"Bukan begitu tapi___"

"Kamu nggak mau?"

"Jika Allah sudah mengatakan kun, sebagai hambanya kita bisa apa? Hanya, mengapa jadi ngomongin seperti itu sama Hanif." Protes Qiyya.

"Mas bilang kalau kita akan kencan. Terus dia bilang seperti itu." Jawab Ibnu.

"Ishhhhh."

Tangan kiri Ibnu segera meraih tangan Qiyya dalam genggaman kemudian membawanya ke atas pahanya. "Dengar, Hanif itu sudah beranjak dewasa dia pasti memiliki rasa ingin tahu bagaimana menjadi orang dewasa. Jika tadi kamu mengajarkan bagaimana bertanggung jawab dengan pekerjaan mereka. Kali ini Mas ingin mengajarkan mereka untuk sebuah kepercayaan, serta memberikan sedikit pendidikan sex. Bagaimana caranya memperlakukan wanita dengan baik, menghormati wanita dan mencintai wanita yang telah halal untuk laki-laki."

"Tapi Mas ___"

"Tabu?" tanya Ibnu. "Justru akan lebih berbahaya jika dia belajar dari orang lain atau dari dunia maya. Percayalah, kami laki laki berbeda pemikiran dengan kaum perempuan. Mas pernah di usianya kini. Dan berikan kepercayaan padanya untuk bisa menjaga keempat adiknya dengan baik." Kata Ibnu memberikan ketenangan untuk Qiyya yang sepertinya tidak setuju dengan cara Ibnu.

Blitar Square, malam ini tidak terlalu banyak pengunjungnya. Sehingga Ibnu dengan mudah mendapatkan tempat parkir ketika berada di basement.

Naik ke lantai 3 menggunakan eskalator, mengingat beberapa tahun yang telah silam dimana di tempat yang sama juga Ibnu untuk pertama kalinya mengkhitbah Qiyya untuk menjadi bagian dalam perjalanan hidupnya. Tangan keduanya masih saling terkait dengan erat. Bahkan sesekali kepala Qiyya bersandar di bahu kokoh Ibnu sebelah kiri.

Setelah 2 tiket ditangan Qiyya, kini ia berjalan menuju ke CGV's corner untuk membeli popcorn dan es milo favorit Ibnu. Namun tiba-tiba Ibnu merasakan genggaman tangan Qiyya semakin mengerat.

Sadar akan adanya perubahan perlahan namun pasti mata Ibnu akhirnya beralih melihat kemana arah mata istrinya menatap.

Senyum tipis dia perlihatkan kepada Qiyya dengan kedua alis yang terangkat keatas. Tangan kanannya kini mengusap punggung tangan Qiyya kemudian menciumnya sekilas.

"Telanlah amarahmu sebab kau tidak pernah menemukan minuman yang dapat meninggalkan rasa lebih manis dan lebih lezat daripada itu." Kata Ibnu di samping telinga Qiyya.

"Ali bin Abi Thalib, right?" ucap Qiyya samar namun ia kembali tersenyum kepada Ibnu.

Ya, Qiyya masih juga tetap tidak enak jika bertemu dengan mantan suami atau keluarganya. Namun sepertinya hari ini takdir mempertemukan mereka kembali. Di depan Qiyya dan Ibnu telah berdiri kedua Saudara Andrian, Yesa dan Imel bersama pasangan dan anak mereka, juga Tiara yang berdiri tidak jauh dari anaknya.

Sementara mereka tidak tahu dengan keberadaan Qiyya. Ibnu sudah berada di depan kasir.

"Two medium cup of ice milo and popcorn __ which one do yo like dear? Salty or caramel?" kata Ibnu kepada barista namun ia interupsi untuk meminta pertimbangan kepada Qiyya.

"There is no original?" jawab Qiyya justru bertanya kepada Ibnu adakah rasa original untuk rasa popcornnya.

"No. Just salty and caramel, so?" tanya Ibnu kemudian.

"Can be mix both of it?" tanya Qiyya kemudian.

Ibnu tersenyum pada Qiyya tanpa memperdulikan lingkungan mereka, setelah mengusap kepala Qiyya yang tertutup oleh jilbab dusty pinknya ia segera meminta kepada barista untuk mencampur popcorn yang asin dengan rasa caramel. "Mix both of it. One petit medium." Pinta Ibnu dan diluluskan oleh seorang barista di depannya.

Kebiasaan Ibnu yang 'sweet' kepada Qiyya terkadang membuat orang orang disekitar mereka secara tidak sadar berdecak dan berheem ria.

"Seratus tiga puluh lima ribu rupiah," Ibnu mengambil 3 lembar uang lima puluh ribuan dari dalam dompetnya setelah barista mengatakan rupiah yang harus dibayar.

"Last offer, wanna take the other meals?" tanya Ibnu kepada Qiyya.

"No thanks, it's enough." jawab Qiyya kemudian segera berlalu dari tempatnya mengikuti gerak langkah Ibnu dengan tangan kiri memegang popcorn dan tangan kanannya memegang erat lengan Ibnu sebelah kiri. Tak lupa sebelum berlalu Qiyya dan Ibnu tersenyum santun kepada keluarga yang berada di kasir sebelah kirinya

Di sisi lain, Tiara benar-benar geram dengan perangai pasangan yang ada di sebelah kanan ia berdiri untuk mengantri membeli snack dan minuman untuk dibawa ke dalam cinema.

Sejak peristiwa meninggalnya mama Andrian, Tiara baru mengetahui jika dokter yang menanganinya adalah suami dari mantan istri suaminya.

Tiara memang tahu jelas siapa Qiyya. Hanya saja mereka memang tidak pernah terlibat pembicaraan dengan perempuan mantan istri suaminya itu.

Dari awal Tiara menikah dengan Andrian, hanya dua kali ia dilibatkan untuk berbicara satu meja dengan Qiyya. Pertama waktu Andrian meminta Qiyya menandatangani surat gugatan cerai. Itu pun dia hanya diam ditempat dan Qiyya tidak ingin juga membuka pembicaraan dengannya. Pertemuan itu cukup singkat, tidak lebih dari 10 menit karena Qiyya juga langsung menandatangani semuanya tanpa banyak tanya dan protes kepada Andrian dan Merlina.

Sedangkan yang kedua adalah ketika merek berada di ruang tunggu praktek dokter Erland. Kala itu Qiyya sedang memeriksakan kondisi kandungannya dan Tiara hendak melakukan konsultasi untuk program kehamilan.

Melihat kemesraan Qiyya dan Ibnu kembali membuat hati Tiara teriris. Dia yang kini telah bersama dengan mantan suami dari wanita yang bisa tersenyum bahagia di samping suaminya sekarang belum pernah merasakan perlakuan seperti Ibnu memperlakukan Qiyya di sampingnya tadi.

Iri, bahasa apa itu? Hatinya benar benar teriris. Bahkan hanya dengan melihat Qiyya berjalan menggandeng lengan Ibnu dengan mesra. Seperti seorang yang tengah cemburu, namun dia bingung cemburu pada siapa dan atas dasar apa.

Yesa dan Imel yang melihat perubahan raut muka Tiara hanya bisa mengangkat kedua bahu.

Muak atau jengah, mungkin kata itu yang paling tepat untuk mewakili hatinya kini. Tiara muak dengan sikap Qiyya yang seolah olah bahagia di depan mereka. Seolah olah memberitahukan kepada Tiara bahwa merekalah manusia paling berbahagia di dunia ini.

Andai Tiara tahu, berapa air mata Qiyya yang harus rela dia keluarkan untuk bisa mengecap rasanya 'pura pura bahagia' menurut Tiara. Qiyya harus merelakan seluruh hatinya, mengikhlaskan semua miliknya untuk bisa dikecap orang lain yang bahkan tidak pernah dia ketahui sebelumnya.

Dan seperti skenario yang telah ditulis oleh sutradara, Qiyya duduk di kursi tepat di depan Tiara dan keluarganya. Ternyata mereka semua menonton film yang sama.

Namanya juga Ibnu dan Qiyya, berdua tanpa para krucil diantara mereka. Kesempatan yang langka bukan? Sejak awal memang Qiyya menginginkan kencan sederhana ini dengan suaminya.

Bukan hanya untuk pamer, tapi mereka benar-benar ingin mempertahankan rasa yang mereka miliki dan selalu berusaha untuk menumbuhkan segala sesuatunya bersama.

Tak sungkan dan serasa juga tak mau kalah dengan para muda mudi disekitar mereka. Ibnu beberapa kali menyuapkan popcorn kepada Qiyya. Itu juga yang membuat mata Tiara tidak bisa fokus dengan film yang sedang diputar di layar lebar depannya.

Hingga film telah sempurna berakhir dan lampu cinema kembali dinyalakan. Tiara benar benar dibuat jengah dengan interaksi Ibnu dan Qiyya.

"Mas, Qiyya ke toilet sebentar ya. Mas Ibnu tunggu di sini atau langsung ke basement?" ruangan yang dingin membuat Qiyya tidak bisa menahan hasrat untuk ke toilet lebih lama lagi.

"Mas tunggu di sini saja."

Secepatnya Qiyya segera menuju ke toilet perempuan. Dalam waktu kurang dari 5 menit Qiyya sudah berada di dalam toilet.

Setelah menyelesaikan hasratnya di toilet, saat tangan kanannya hendak menarik handle pintu bilik toiletnya tiba-tiba telinga Qiyya menangkap perbincangan 3 orang wanita di luar bilik toilet yang sepertinya omongan mereka memang ditujukan untuknya.

"Kamu kenapa Dek?"

"Sikap pamernya itu loh Mbak buat aku jadi enek. Kaya mereka berdua paling bahagia aja. Atau jangan jangan karena ada kita makanya tingkahnya kaya anak muda kegatelan."

"Iya mbak, aku juga ngerasa seperti itu. Sepertinya memang disengaja karena ada kita. Coba kalau nggak ada kita, memangnya masih seperti itu? Setuju banget sama pendapat Mbak Tia. Untung mas Andri akhirnya sadar dan memilih Mbak Tia." Sepertinya ini suara Imel.

"Sudah kalian jangan berprasangka dulu. Belum tentu seperti itu."

Qiyya yang akhirnya keluar dan berdiri di depan wastafel disamping ketiga wanita itu berbincang.

"Seperti punya suami sendiri saja. Bener-bener enek, coba ada mas Andr____" dengan rasa ketidaksukaannya Tiara berkata namun terpotong dan belum terselesaikan. Mereka saling memandang kemudian ketiga wanita itu akhirnya menyadari bahwa orang yang sedang mereka bicarakan sedang berada diantaranya.

Suasana menjadi sedikit tegang. Namun Qiyya tersenyum terlebih dahulu.

Tiara membalasnya dengan kikuk.

"Mengapa tidak diteruskan Mbak Tia? Jika mas Ibnu ingin memanjakan saya, saya kira itu hal yang wajar. Saya istrinya. Begitu juga sebaliknya. Setidaknya saya melakukan semua itu dengan suami saya sendiri, bukan suami orang. Kalau suka silakan dilihat, kalau nggak suka ya nggak usah dilihat. Daripada menyimpan penyakit di dalam hati." Qiyya masih tersenyum sempurna sedangkan ketiga wanita di depannya menjadi salah tingkah.

"Saya permisi dulu, senang bertemu dengan kalian, Mbak Yesa, Mbak Tiara dan Dik Imel. Assalamu'alaikum." Pamit Qiyya kepada ketiganya

Setelah berlalu dari toilet Qiyya segera menghampiri suaminya dengan senyum yang selalu merekah.

"Kebelet beneran tadi ya? Sampe keluar dari toilet senyumnya so sweet banget." Kata Ibnu.

Qiyya tidak menjawab pertanyaan Ibnu. Justru ia menarik manja lengan suaminya.

"Syukraan ya habibi. Sudah memilihku untuk melengkapkan rusukmu." Kata Qiyya memandang kekasih halalnya dengan tatapan yang sungguh memabukkan Ibnu seketika.

'Jika tidak ingat tempat detik ini juga aku pastikan menyerangmu wahai engkau wanita halalku.' Kata Ibnu dalam hati kemudian merangkul pinggang Qiyya dan berjalan menuju basement Blitar Square.

❣❣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top