🍄|| Serial Erlando & Aira #05

This is part of their story
-- happy reading --

#Erlando Alamsyah

Mengikuti tumbuh kembang buah hati itu adalah salah satu pekerjaan paling menyenangkan. Mereka bak malaikat kecil yang dikirim oleh Tuhan untuk melengkapkan kehidupan kita.

Tidak berbeda dengan Elramdan, anak lelaki semata wayangku yang kini sudah menginjak usia 2 tahun. Semakin banyak kosa kata yang dia kuasai meski masih sulit untuk melafazkannya. Tingkah lakunya juga sangat menggemaskan. Sudah mulai memiliki keinginan untuk dituruti oleh orang-orang di sekitarnya.

Satu setengah tahun yang lalu, aku dan Aira memutuskan untuk menempati rumah kami sendiri. Aku menghadiahkan sebuah rumah mininalis untuk keluarga kecilku. Tidak sebesar milik ayah mertua dan milik mas Ibnu.

Yang penting membuat kami nyaman. Apalagi istriku sangat luar biasa. Sebagai wanita yang bekerja dia hanya mengizinkan seorang baby sitter yang kami sewa untuk mengasuh Elram di saat dia ada tugas di rumah sakit.

Menurutnya, surga akan semakin menjauhinya jika semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh pembantu. Rasanya aku benar-benar ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu mertuaku yang mengajarkan semboyan itu kepada istriku.

Kini aku juga telah memiliki jam praktek tersendiri di luar rumah sakit. Sehingga waktuku memang banyak berkurang untuk keluarga. Kalian pasti paham dan mengerti bagaimana antrian pasien di spesialis yang aku ambil ini.

Kadang ketika aku pulang praktek malam, Elramku sudah tertidur pulas di kamarnya. Yah mau bagaimana lagi, ilmuku memang harus dibagikan untuk orang lain. Bukan masalah uang yang utama tapi niatku untuk menolong mereka yang memang benar-benar membutuhkan pertolonganku.

Satu hal yang sampai saat ini masih aku jaga dengan benar bahwa aku tidak mau diganggu untuk acara akhir pekan kecuali yang berkaitan dengan keluargaku. Jika masih bisa dilaksanakan hari senin, aku lebih memilih untuk lembur di hari itu dibanding jatahku bermain dengan malaikat kecilku di hari minggu berkurang.

Seperti pagi ini misalnya, ada telpon mendadak yang memintaku untuk melakukan SC. Pada prinsipnya memang SC itu dilaksanakan jikalau kondisi normal sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan. Namun ini ibu dari baby meminta untuk dilakukan SC supaya tanggal lahir si baby dan ayahnya sama padahal HPL masih kurang 3 hari lagi, ketuban juga masih baik-baik saja.

Kalian pasti tahu bagaimana keputusanku pada akhirnya. Aku akan tetap memilih Elram masuk menjadi daftar utama kegiatanku akhir pekan ini.

"Panda, Elram mau main ke rumah mas Hawwaiz. Ayo kita ke sana, Pakdhe Ibnu bilang kita mau diajak berenang." Pagi ini tiba-tiba Elram sudah siap dengan baju renang dan kacamata katak di atas kepalanya

Dulu aku pernah salah mencemburui mas Ibnu perihal Aira tanpa aku bertabayun terlebih dulu. Rasanya hari ini aku juga pantas untuk cemburu lagi padanya. Dengan seenaknya dia mengambil hati anak lelakiku di hari yang telah aku siapkan penuh untuknya. Ah, bukankah profesi kita sama? Jadi wajar kalau mas Ibnu juga hanya bisa akhir pekan seperti ini bercengkerama dengan anak-anaknya.

"Ok, kita berangkat. Manda sudah siapkan baju ganti buat semuanya. Nanti kita makan di rumah mbak Qiyya saja. Katanya sudah disiapkan sama bi Marni. Lagian mas Zurra dan keluarganya juga main ke sana. Jadi komplit deh 'Abdullah Squad' ngumpul di rumah kakak pertama." Cerocos Aira yang sedari tadi sibuk memasukkan beberapa helai pakaian ganti buat kami.

Mobil yang kami tumpangi akhirnya berhenti tepat di depan rumah mas Ibnu. Kulihat sudah ada Pajero hitam milih mertuaku, pasti beliau sudah datang terlebih dahulu.

"Elraaaammmmm." Almira dan Ayyana berlari menyambut kedatangan kami. Bergantian menciumi kedua pipi anakku dan tangan kanan kami kemudian mengajaknya masuk ke rumah.

Aku masih belum bisa membandingkan dengan jelas anak kembar mas Ibnu dan mbak Qiyya itu. Sama persis. Jika mereka menipuku, pasti aku tidak akan pernah tahu. Sekali lagi aku hanya bisa bergumam dan memberikan 2 jempol tanganku untuk kakak ipar yang sangat luar biasa ini. Memiliki 5 malaikat kecil itu bukan tanpa kendala namun mereka berdua bisa melaluinya dengan baik bahkan sangat baik menurutku.

Seringkali aku meminta nasihat darinya. Bagaimana cara memperlakukan istri, memperlakukan anak dan memimpin keluarga dengan baik. Lemah lembut namun tegas, itu kata kunci yang diberikan mas Ibnu untukku.

"Gimana Dek Aira, jadi ambil pediatrik?" tanya mas Ibnu kepada istriku. Aku tidak bisa menahan Aira lebih lama karena sesuai janjiku aku akan mengizinkan dia mengambil spesialis jika Elram telah selesai menyusu dan bisa ditinggal agak lama.

"Inshaallah Mas, pendaftaran sudah beres kok tinggal go saja."

"Syukurlah kalau begitu. Kalau Dek Devi gimana?" tanya Mbak Qiyya gantian bertanya pada kakak iparku.

"Alhamdulillah Mbak, syukur Devi punya suami dan keluarga yang pengertian seperti mas Zurra dan ayah, ibu Abdullah." Jawab Devi.

Ya, mbak Devi telah mengambil program spesialis terlebih dulu di semester lalu. Karena Nafiza ikut bersamanya jadi sekali waktu dalam seminggu memang mas Zurra sering ke Malang untuk bertemu dengan keluarganya.

Aira juga memilih Malang sebagai kota tujuan study spesialisnya. Berpikir tentang jarak dan waktu tempuh jika harus sering bolak balik ke Blitar rasanya kota Malang adalah kota paling pas untuk Aira. Satu kampus dengan teman dokter mudanya sekaligus kakak iparnya.

"Apakah aku harus mundur untuk kalian?" tanya Aira ketika aku mendekapnya sebelum mengukir mimpi malam ini.

"Kok bicara seperti itu. Mengapa? Sebagai suami aku telah mengizinkanmu. Lalu apa lagi yang engkau risaukan, kekasihku?" jawabku sambil mengecup puncak kepalanya.

"Aku merasa sangat bersalah Mas, terutama kepadamu. Harusnya aku bisa menahan diriku untuk melayanimu dengan baik. Tapi apa yang sekarang aku lakukan. Aku malah memilih untuk menjauhimu."

"Niatkan semuanya karena Allah. Aku sudah ikhlas kamu sekolah lagi Sayang. Jangan urungkan niatmu lagi." Jawabku menghalau keresahan hatinya.

"Syukraan katsiran, Mas. Tidak ada yang lebih berharga selain memilikimu dan keluaga kecilku."

"Afwan Sayang. Tidur yuk, besok aku harus berangkat pagi."

"Mas__"

"Hmmmm?"

"Sepertinya di kamar ini lagi banyak syaitannya. Makanya aku susah tidur__" kata-kata istriku ini benar-benar seperti aliran listrik yang tiba-tiba menyengat naluri lelakiku.

Seketika tanganku refleks membuka selimut yang membungkus tubuh kami. Kududukkan tubuhku di pinggir ranjang petiduran dan mengucapkan doa sakralku sebelum aku memulai malam yang panjang dengan kekasih halalku.

"Nggak bisa dikode langsung aja." Bisik Aira di telinga kananku ketika kami hendak memulai ibadah malam.

"Jangan suka membangunkan harimau yang sedang tidur," ucapku menggigit jari telunjuknya yang mendarat di pipiku.

"Harimau? Wow suka. Segarang apa si?" benar-benar menghapus otak warasku kata yang keluar dari bibirnya. Adrenalinku terpacu, bergelung dengan keromantisan deru nafas dan keringat yang akhirnya mengucur dari seluruh tubuhku.

Seperti malam-malam sebelumnya yang telah kami lalui bersama. Wanitaku ini benar-benar sempurna, yang akhirnya membuatku tergolek tak berdaya diantara peluh dan bahagia. Bak semburat bianglala yang selalu hadir setelah hujan atau seperti tunas yang selalu tumbuh setelah rinai tangis langit yang menyapa bumi. Malam ini aku benar-benar tumbang di atasnya. Mengecap manisnya dunia halal bersamanya. Cinta dan selamanya bersama.

"Sayang, sarapannya sudah siap ya. Ah, aku pasti akan merindukan suasana seperti ini nantinya." Kata Aira setelah menyiapkan sarapan kami di atas meja makan.

Aku melihat ketulusan dari manik matanya yang indah. Menekuri kedalaman hati, menjadikanku semakin jauh berpikir bahwa mencintai istri sesempurna dia adalah anugerah dari Allah yang tidak ada duanya.

Lagi-lagi aku tersenyum menjawab pernyataannya. Aku pasti akan mengurangi jadwal praktikku di luar. Untuk Aira dan tentu juga untuk anak kami Elramdan.

"Allah akan mengganti yang lebih baik jika semua kamu niatkan untuk keluarga ini. Jihatmu dan jihat kita pasti akan dinilai oleh pemilik Arsy." Jawabku kemudian dijawab anggukan olehnya.

Aira berjalan menuju halaman belakang sepertinya hendak memanggil Elram untuk ikut sarapan pagi bersama kami. Sesibuk-sibuknya aku dengan Aira, kami selalu mengupayakan untuk bisa sarapan bersama di meja makan. Bukan hanya ingin mengenyangkan perut terlebih aku ingin Elram selalu menceritakan kegiatannya kemarin dan yang akan dilakukan hari ini.

Keputusan itu kami sepakati untuk mendidik Elram. Menjadikannya seorang yang sangat dicintai oleh panda dan mandanya karena perhatian kami meski soal waktu kami tetap akan kalah dengan orang-orang yang jam kerjanya tidak seperti kami.

"Nanti Panda pulang sore ya, Elram mau jalan-jalan beli lego dan hot wheels, yang bisa berubah seperti transformer." Ucapnya berapi-api penuh dengan semangat.

"Boleh, tapi coba deh Panda pengen tahu tambahan hafalan doa-doa Elram sampai mana?"

Mulut Elram langsung melafazkan beberapa doa-doa harian yang baru dihafalnya. Kemudian tak lupa aku juga sesekali mengetes hapalan doa-doa yang telah lalu supaya dia terus mengingatnya.

Tidak butuh waktu yang lama untuknya menghafal. Pagi ini aku benar benar tersenyum bahagia. Anak lelakiku yang baru berumur 2 tahun sudah menghapal lebih dari 20 macam doa-doa harian. Aira yang dengan telaten mengajarinya, memberikan instruksi kepada sang baby sitter untuk selalu melatih daya ingat si kecil.

Aku juga sering melihat menjelang tidur, istriku itu selalu mendampingi jagoan kami dengan membacakan banyak buku cerita. Cerita tentang sejarah islam yang di ringkas dengan bahasa anak-anak. Murojaah beberapa doa sehari hari tentunya. Bercerita tentang cita-cita dan harapan orang tua dan anak. Yang jelas Aira selalu menyisipkan pesan moral yang disesuaikan dengan bahasa anak-anak bersama kegiatan mereka.

Bagaimana aku tidak bersyukur memilikinya. Masih ingat mengapa Allah mengulang sebuah ayat hingga 31 kali dalam surah Ar Rahman? 'Fabiayyi 'aalaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan', maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan'.

Tentu pengulangan ini adalah hak prerogatif Allah dan hanya Dialah yang benar-benar mengetahui hakikat di baliknya. Namun di antara hikmah yang bisa dipetik, selain mengingatkan agar jin dan manusia menyadari bahwa seluruh nikmat itu datangnya dari Allah, pengulangan itu juga menunjukkan betapa pentingnya syukur atas nikmat-nikmat tersebut.

Mashaallah, maha benar Allah dengan semua firmanNya.

Rasanya kesepakatan keluarga besar Abdullah memang benar adanya. Kami selalu merutinkan diri untuk saling bersilaturahim antar keluarga, duduk berbincang tanpa gangguan bergetarnya gawai. Tertawa bersama, bahkan hanya sekedar minum teh dan bertukar kabar.

Mbak Qiyya satu satunya penggagas 'growing the children without gadgets inside'. Sebagai seorang psikolog, kakak iparku itu tahu persis apa yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang seorang anak.

Anak jaman now atau jaman millenial apalah itu sebutannya. Buat kami 'golden age' itu sungguh sangat berarti untuk mereka. Rangsangan motorik halus dan motorik kasar harus sesuai dengan usia dan kebutuhan sang anak.

Bagi kami berkembangnya teknologi itu memang sangat membantu disatu sisi. Namun untuk sisi yang lain, benar benar kami menekankan untuk tidak memanfaatkan perkembangan teknologi itu untuk golden age anak-anak penerus kami nantinya. Biarlah mereka disebut sebagai anak jaman old, namun mereka bisa bersosialisasi dengan baik di lingkungan. Biarlah mereka disebut sebagai anak buta teknologi, namun mereka bisa menjadi orang yang peduli terhadap sekitar dan tidak asyik dengan dunianya sendiri.

Kami sebagai orang tua, selalu belajar untuk menahan diri tidak melakukan larangan yang kami buat untuk anak-anak. Itu karenanya mengapa di setiap rumah kami masih terpasang telepon rumah.

Mengingat akan kebersamaan kami mendidik anak. Akhirnya kini tiba saatnya aku harus mengantarkan wanitaku untuk kembali ke bangku kuliah. Menempuh pendidikan spesialis yang akan mengantarkannya menjadi sepertiku.

"Manda, nanti kalau manda sekolah lagi yang nemeni Elram bobok siapa? Yang bacain dongeng siapa?" tanya si kecil waktu kami bertiga berada di dalam mobil.

"Kan sama Panda nanti, pokoknya Panda akan lakuin yang biasa manda lakukan sebelum Elram bobok. Ok?" kataku kepada bocah berusia 2 tahun itu.

"Manda kan sekolahnya cuma 4 hari sayang, senin sampai kamis, jadi jumat, sabtu, minggu di rumah bersama Elram nanti." Jawab Aira sambil mencium pipi chubby Elram.

"Jadi yang mendapat cium hanya Elram saja ini ya, pak sopir nggak dapat jatah cium?" tanyaku sekilas memandang keduanya karena aku harus fokus pada jalan yang ada di depanku.

"Nggaklah, mana ada sopir dapat ciuman dari nyonya besar." Jawabnya disertai cengiran khas Aira.

"Fix dek, Panda nggak dicium sama manda."

"Manda, cium panda dulu, please. Nanti kalau nggak dicium mobilnya nggak bisa jalan gimana hayo?" kata Elram termakan provokasiku.

Sebenarnya semua itu juga ulah Aira mengajari Elram memiliki pemikiran seperti itu. Biasanya setiap kali kami capek selepas pulang dari kantor, Aira selalu minta untuk diobati dengan pelukan Elram supaya capeknya sembuh. Sedangkan untukku aku selalu minta untuk dicium dan dipeluk.

Jadi menurut asumsi di otak Elram yang terekam, semua penyakit pasti akan sembuh jika dipeluk dan dicium. Begitu juga saat aku sedang mengemudikan mobil, ketika dia merengek minta diantarkan ke suatu tempat selalu memeluk dan menciumku terlebih dulu supaya aku kuat mengemudi dan dia akan sampai ke tempat yang diinginkannya.

Mungkin kali ini karena kami akan mengantar mandanya, jadi memang tugas mandanya yang harus mencium dan memelukku supaya aku kuat mengemudi dan sampai ke tempat tujuan. Ah, aku memang suka dicium dan dipeluk oleh anak dan istriku. Tapi jika mobil ini tidak ada premiumnya ya sama saja tidak bisa berjalan.

Anak-anak memang kertas putih, tinggal bagaimana kita menggambar mereka mau menjadi seperti apa.

"Ah, ini namanya senjata makan tuan." Jawab Aira kemudian mencium pipi kiriku dan memperlihatkan kepada jagoan kami. Aku terkekeh geli mendengar gerutuan yang keluar dari bibir seorang ibu dari anakku ini.

"Hore, berarti mobilnya bisa berjalan sampe ke sekolah manda." Elram bersorak seolah-olah memang benar adanya bahwa mobil itu bisa berjalan dengan kekuatan pelukan dan ciuman.


🌷🌷🌷


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top