🍄|| Serial Erlando & Aira #03
This is part of their story
-- happy reading --
#Erlando Alamsyah
Seumur hidupku, aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya mabuk menenggak alkohol. Meski setiap hari hampir bisa dipastikan aku sangat akrab dengan bahan kimia yang banyak disukai orang di luaran sana.
Namun bersamanya rasanya tanpa perlu menenggak alkohol aku telah tahu bagaimana rasanya mabuk itu. Semenjak setiap hari aku tenggelam memandang wajah cantik wanita halalku ini rasanya seperti menenggak alkohol dengan kadar maksimum.
Jika cinta itu bisa diibaratkan dengan jatuh, aku adalah orang yang merasakan lebih daripada itu. Lebih dari sekedar jatuh dalam cinta yang halal dengan ridho Allah Azza wa Jalla.
Jika cinta itu bisa diibaratkan dengan bara, aku adalah orang yang telah terbakar oleh letupan api yang dihasilkan dari bara yang disebut dengan sayang. Ah, sungguh ternyata seperti ini rasanya pacaran setelah halal.
"Mas, sarapannya sudah siap loh." Teriak wanitaku dari ruang makan.
Aku kembali menggelengkan kepala. Kebiasaan wanita halalku ini memang belum berubah sepenuhnya. Mungkin dia lupa jika sudah memiliki suami, berbicara di dalam rumah masih sama saja seperti di lapangan. Apakah karena wanitaku ini adalah anak ragil yang selalu dianggap anak kecil oleh seluruh keluarganya sehingga sikap manja itu susah sekali menghilang.
Sungguh aku baru mengetahui dibalik sikap lugu Aira di kantor itu adalah sikap manja yang luar biasa membuat aku sedikit kelabakan. Untung cinta.
"Perempuan shaleha itu tidak pakai teriak kalau memanggil suaminya." Jawabku ketika sudah sampai di sampingnya. Kulihat dia tersenyum manja kepadaku dengan dua jari yang telah diangkatnya untuk ditunjukkan padaku. Ah, wanitaku ini semakin hari semakin membuatku tergila-gila.
"Iya Mas lupa, habis biasanya seperti ini setiap hari." Ujarnya ketika aku baru saja selesai mengingatkan untuk tidak berteriak.
"Sekarang kan sudah ada aku, jadi harus bisa dirubah dong, masa iya nanti jadi ibu tetap teriak-teriak."
Ibu? Membayangkan saja hatiku sudah bahagia. Mengingat kembali perjuangan kakak iparku dengan semua cerita yang melatarbelakangi kisah hidupnya membuatku tambah semangat untuk bermanja denganNya. Seperti halnya seorang anak yang ingin meminta sesuatu kepada orang tuanya.
"Ibu?" tanya Aira dengan pipi yang sudah bersemu merah.
"Iya, ibu dari anak-anakku."
"Apaan sih, pagi-pagi sudah ngomong gitu ishhhh."
"Lah tadi pagi sudah sholat subuh. Berarti nanti kita bisa nyoba nyicil bikin hidung sama telinganya si baby kan?" godaku membuat pipinya semakin merah.
"Aira hari ini nggak usah masuk ya Mas?"
"Mana ada co ass nggak masuk. Nggak bisa. Meski kamu sudah menikah sama dokter di situ nggak bisa seenaknya sendiri ya." Protesku ketika Aira meminta untuk bolos dinas.
"Habisnya Aira pengen mempersiapkan diri dengan baik buat nyicil bikin hidung sama telinganya si baby ntar malam." Ucap Aira yang sebenarnya adalah menyindirku.
"Kenapa nunggu nanti malam, sekarang saja yuk?"
"Katanya ga boleh bolos, widihhh ada yang nggak sabar ini." Goda Aira membuatku ingin menerkamnya langsung saat ini juga.
Wanitaku ini benar-benar membuat kepalaku berdenyut semakin kencang. Bagaimana mungkin dia masih bisa menggodaku sementara satu minggu kemarin aku sudah menahan semuanya. Aku membalikkan badanku dan berjalan menuju ke kamar. Semakin lama di sisi Aira semakin bergetar hatiku menahan gelora yang selama seminggu ini aku tahan.
Ketika aku memakai pakaianku tiba-tiba wanitaku muncul dan mengambil alih kegiatanku. Mengancingkan bajuku dan memakaikan dasiku.
"Mas marah ya? Kok diam begitu?"
"Enggak."
"Kok tiba-tiba langsung ke kamar?"
"Nggak apa-apa, Sayang"
"Pasti ada apa-apa hayo jujur ada apa?"
"Sayang, boleh minta sesuatu nggak?" tanyaku ketika dia sibuk memasang dasi di kerah kemeja yang kupakai.
"Bolehlah, mau minta apa sih lelaki terhebatku ini?"
"Jangan godain aku seperti tadi ya, apalagi di tempat umum seperti itu." Pintaku kepadanya. Meskipun ini di rumah ayah dan ibu mertuaku namun aku khawatir Aira akan berbuat seperti itu di luar nantinya.
"Ini kan di rumah, lagian godain suami sendiri kan nggak ada salahnya."
Bagaimana caranya aku menjelaskan kepada gadis cantikku ini. Memang tidak ada salahnya menggoda suami sendiri. Ah, mengapa dia tidak mengerti juga. Akhirnya kuputuskan menjelaskan dengan bahasa lugas supaya tidak menimbulkan double persepsi untuknya.
"Maaf Mas, bukan maksud Aira seperti itu__"
"Jangan diulang lagi ya."
Aira memang paling bisa merubah moodku menjadi baik kembali. Dia sebenarnya orangnya terbuka, dan bisa menerima pendapat orang lain tanpa harus berdebat panjang selama alasan yang diungkapkan bisa diterima oleh logikanya.
Rumah sakit masih sama seperti sebelumnya. Ruang praktikku kembali ramai dengan ibu-ibu hamil dan segala keluhannya. Jadi membayangkan nantinya aku sendiri yang akan memeriksa kehamilan istriku. Menjadi suami siaga yang selalu ada kapan pun dia butuhkan.
Ingatanku kembali pada sosok kakak iparku. Aku mengetahui dengan pasti bagaimana perjuangan mas Ibnu dan mbak Qiyya.
Mas Ibnu dengan begitu bahagianya menyambut kehamilan istri tercintanya. Bahkan dokter yang terkenal sangat dingin itu bisa menghangat dan tanpa melihat tempat bisa mengungkapkan rasa sayangnya untuk mbak Qiyya juga pada anak-anaknya.
Awalnya tidak ada yang percaya, namun setelah beberapa kali mbak Qiyya mengunjungi sang dokter es itu kemudian sisi es dokter itu bisa mencair dan menghangat bersama mbak Qiyya. Akhirnya semua percaya jika ingin melihat senyum lepas sang dokter ya tinggal mendatangkan mbak Qiyya di sampingnya.
"Dok, jadi bagaimana kondisi calon baby kami?" tanya suami dari pasien yang baru saja USG mengoyak lamunanku.
"Eh, tidak ada masalah yang cukup berarti pak. Hanya saja karena berat janin sudah memenuhi mungkin ibu tidak terlalu banyak mengkonsumsi gula ya, kemudian kurangi garam dan no vitsin." Jelasku sambil menuliskan beberapa resep vitamin yang harus dikonsumsi oleh sang ibu.
"Oh iya, pak dokter habis merried kan ya. Selamat ya pak dokter Erland, semoga jadi keluarga yang sakinah mawadah warrahmah dan nyonya segera isi. Nanti diperiksa sendiri dong ya?" kekeh suami pasienku sambil memainkan matanya kepada sang istri. Aku tahu maksudnya adalah untuk menggodaku.
"Ah si bapak ada-ada saja. Tapi terima kasih Pak doanya, aamiin. Inshaallah kami tidak menundanya untuk itu." Jawabku masih dengan senyum yang merekah.
Pasien itu adalah pasien terakhirku. Karena sudah kehamilan yang kedua kutangani jadi aku cukup dekat dengan mereka. Dasarnya juga aku seorang dokter yang tidak dingin dengan pasien jadi ya begitu, rata-rata ibu-ibu jadi suka curhat masalah yang berkaitan dengan kehamilannya denganku. Mungkin karena itu juga aku membutuhkan waktu yang sedikit agak lama untuk praktik guna melayani 'curhat' mereka.
Rasanya bukan hanya aku yang berpikir seperti itu. Seorang dokter sesuai dengan sumpahnya memang harus menolong orang yang membutuhkan selama itu tidak bertentangan dengan kode etik kedokteran. Mendahulukan kepentingan orang banyak dibanding dengan kepentingan pribadi.
Mengapa Aira menolak untuk menjadi sepertiku? Aku pikir semalam dengan menjadi seorang obgyn kami bisa berkolaborasi. Namun ternyata dia tidak begitu tertarik dengan tawaranku. Ya tentunya dia punya pemikiran sendiri.
Pediatrik, itu yang semalam Aira ungkapkan. Menurutnya bersama anak-anak itu selalu mengasyikan. Oleh karenanya dia berencana memilih untuk melanjutkan spesialis anak setelah pengambilan sumpah dokternya.
Apa pun itu pilihannya, selama dia tidak melupakan tugas dan kodratnya aku sebagai suami pasti akan mengabulkan.
"Mas, sudah sholat dhuhur? Makan siang yuk laper." Suara Aira terdengar nyaring ketika telponnya berhasil aku terima.
"Boleh. Tunggu di kantin ya, aku segera meluncur ke sana."
Tidak lama kemudian aku sudah mendapatinya duduk manis di bangku kantin rumah sakit, di pojok dekat jendela. Jemarinya menari lincah di atas HP sehingga dia tidak menyadari kehadiranku.
"Assalamu'alaikum bidadariku."
"Eh, waalaikumsalam Mas, sudah aku pesenin. Duduk gih, sini aku kasih tunjuk foto sama video dari si kembar yang baru saja mbak Qiyya kirim. Gemes deh, nggak sabar punya seperti mereka." Jelas Aira sambil menunjukkan beberapa foto Almira dan Ayyana kepadaku. Saat dia memutar video si kembar aku pun ikut tertawa melihat si kembar di berikan aplikasi yang menurutku semakin membuat bayi-bayi itu lucu.
Jadi mengamini kata-kata Aira yang menginginkan memiliki seperti mereka sendiri. Bayi yang lucu dan imut-imut seperti istriku ini, imut dan menggemaskan.
"Ingat ya janjimu." Bisikku di dekat telinganya.
"Apa itu?"
"Siap-siap nanti USG dalam pake kamera yang nggak dijual di toko." Masih juga dengan suara lirihku di dekat telinganya.
"Hmmmmm, lah nanti malam mas Erland lembur? Ada SC? Yah__" Jawab Aira terkejut dan sepertinya menyesal. Aduh melihatnya seperti ini membuatku semakin gemas dan ingin menyeretnya untuk segera pulang ke rumah.
"Calon dokter ternyata juga bisa lola ya kalau belum pernah praktik." Ledekku memancingnya.
"Apaan sih Mas, nggak paham aku. Ishhh. Makan gih dulu, habis itu kembali kerja. Ntar kalau Mas Erland lembur, Aira minta tolong Devi saja biar anterin sekalian biar ketemu sama si babang Zurra."
"Emang siapa yang mau lembur?"
"Itu tadi!!!"
Aku tersenyum dan menghabiskan makanan yang ada di depanku. Wanitaku ini benar-benar masih sangat polos.
Aku melihat Aira begitu terkejut saat aku mendatangi stase kardiologi untuk menjemputnya pulang. "Loh, bukannya Mas Erland mau ada SC ya, katanya tadi mau USG dalam dulu sebelum SC. Kok tiba-tiba sudah ada di sini?" tanya istriku ketika aku telah berdiri di depan ruangan kardiologi. Melihatnya sudah siap dengan jas dokter mudanya di tangan dan tali tas di pundak kanannya aku yakin dia sudah bersiap untuk pulang.
Aku hanya tersenyum dan menggeleng secara bersamaan. Rasa rasanya setelah menikah ini anak harus diajakin langsung praktek saja ketimbang kebanyakan teori yang membuatnya semakin lola nantinya.
"Mas, mampir dulu yuk ke rumah twin. Kangen pengen ketemu mereka." Ajaknya ketika kami sudah berada di dalam mobil.
Bertemu dengan twin adalah kebahagiaan tersendiri untuk kami. Ya, itung-itung belajar menjadi ayah dan ibu untuk seorang anak kecil. Sayangnya waktu kami sampai di rumah mas Ibnu, si twin baru saja ditidurkan oleh bundanya. Mas Ibnu sepertinya juga belum pulang, mungkin masih ada operasi di RS.
"Yah, Mbak. Padahal kita main ke sini buat maen sama mereka lah kok malah tidur." Ucap Aira pada mbak Qiyya di dekat box tidur twin.
"Iya, susah dari tadi nggak tidur tidur Dek. Biarin sih ya jangan dibangunin nanti malah rewel pas daddy mereka pulang." Pesan mbak Qiyya.
"Ya elah Mbak, mas Ibnu tambah seneng kali kalu pas pulang mereka lagi bangun." Kata Aira.
"Ya pastinya, cuma hari ini daddynya ada operasi 3 Dek. Kasihan kalau di rumah si kecil rewel."
Meski dengan muka kusut akhirnya Aira menuruti perintah mbak Qiyya untuk tidak mengganggu tidurnya twin. Akhirnya kami pulang tanpa senyum menggemaskan dari twin.
"Erland, buatin sendiri sana biar nggak kecewa seperti itu kalau nggak bisa lihat senyum twin." Teriak mbak Qiyya sebelum mobil kami berlalu.
Aku tersenyum melihat rona merah di pipi istriku.
"Jadi__"
"Jadi apa Mas?"
"Bisa ya USG dalem?"
"Lah buat apa, lagian semua alatnya juga di rumah sakit."
"Airaaaaaa__"
Mobil yang kami tumpangi telah sampai di halaman rumah Ayah mertuaku. Aku masuk dahulu kemudian diikuti oleh Aira. Seperti biasanya Aira segera menyiapkan makan malam setelah mengganti pakaiannya. Dia bilang nanti malam mau mengerjakan laporan co assnya. Rasanya kejutan yang akan aku buat bakalan gagal deh. Ya sudahlah, let it be.
Setelah makan malam aku segera ke kamar untuk merebahkan tubuhku. Sepertinya malam ini aku harus menemani istriku begadang untuk mengerjakan tugasnya seperti malam-malam sebelumnya.
Suara gemericik air terdengar, sepertinya memang Aira sedang mandi di dalam. Mataku sudah terpejam lampu kamar juga sengaja aku matikan hanya tinggal lampu tidur di atas nakas. Biarlah aku beristirahat sebentar.
Mungkin ada benarnya kata orang, bagaimanapun niat kita untuk tidur jika pikiran masih berkelana pasti tidak akan terlelap. Suara derit pintu kamar mandi yang mulai terbuka sontak membawa mataku untuk kembali terjaga dan melihat ke arahnya.
Rasanya seluruh tubuhku lemas tak bertulang melihat siapa dan bagaimana orang yang berdiri di depan pintu kamar mandi itu. Tidak cukup ribuan kata yang bisa ku rangkai menjadi sebuah kalimat untuk mendeskripsikan apa yang aku rasa saat ini. Bahagia, tentu saja hatiku mengatakan itu.
Aku mengangkat tubuhku untuk berjalan mendekat. Mendekapnya dalam pelukan dan menghujaninya dengan ciuman. Wanitaku ini benar-benar membuat otakku tidak dapat berpikir dengan waras sekarang. Lingeri hitam membalut tubuh mungilnya dengan sempurna.
"Bisa ya pura-pura nggak ngerti, padahal sangat memahami apa yang sedari tadi aku omongin. Dosa loh godain suami terus." Kataku dengan tetap menghujaninya dengan ciuman.
"Ish Mas, ambil wudhu. Kita sholat sunnah 2 rokaat dulu. Setelah itu tunaikan kewajibanmu untukku." Kata Aira.
Aku hampir saja melupakannya. Ya, sejak akad nikah seminggu lalu kami belum melaksanakan sholat sunnah itu karena Aira sedang berhalangan.
"Bismillahirohmanirrohiim. Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi. Allaahumma baarik lii fii ahlii wa baarik li-ahlii fiyya."
Aku membacakan doa barokah itu di ubun-ubun Aira. Berharap Allah meridhoi cinta halal kami dan menjauhkan kami dari godaan syaiton.
Malam ini aku benar-benar menunaikan kewajibanku. Memberikan hak kepada Aira atasku. Bersama malaikat yang bertasbih bersama kami.
'Sempurna.'
Aku masih belum bisa mempercayai ini. Kesabaranku, kesungguhan kami benar-benar membuatku semakin tidak bisa memejamkan mata. Aku ingin mengulangnya kembali, namun ketika aku melihat wanita yang kini telah terlelap dalam pelukanku rasanya tidak adil.
Sekali lagi aku harus mengambil nafas dalam dalam karena sepertinya malam ini tugas co ass Aira harus aku kerjakan. Okelah aku selalu siap, jika besoknya akan mendapatkan imbalan seperti yang telah kita lakukan malam ini.
"I love you, Dear." Kataku mengecup manja keningnya kemudian aku berdiri untuk mengenakan kembali pakaianku dan mengerjakan semua tugas-tugasnya.
🌷🌷🌷
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top