37# Halalnya Aira
_hidup itu menghidupi bukan untuk saling benci _
🌼🌼🌼
"Bismillahirrohmanirrohiim, Ya Erlando Alamsyah Bin Runi Alamsyah. Ankahtuka wa zawwaj-tuka makhthubataka Khumaira Zaffran binti Abdullah Zaffran bi mahri 100 ghiram min aldhahab wa alatil 'ibadah. Haalan." Abdullah membacakan ijab untuk mempelai putri bungsunya dengan menjabat tangan sang mempelai.
"Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bil mahril madz-kuur haalan." Dalam satu tarikan nafas dokter Erlando menjawab qobul dengan mantap.
Sah
.
.
.
Sah
.
.
.
Sah
.
.
.
"Alhamdulillah, Barrakallahulakuma wa baroka alaikuma wa jamaa bainakuma fi khoir." Doa penghulu di ujung pembacaan ijab qobul akad nikah dokter Erlando dan Aira.
Tidak pernah disangka sebelumnya. Aira yang tidak pernah memiliki satu pun rasa dengan lelaki yang kini telah sah menjadi imamnya. Lelaki yang kelak akan membimbingnya menuju jannah.
Dulu dia ingin menjadi Fatimah Azzahra yang mencintai seseorang dalam diam, berusaha untuk meminjam namanya dalam setiap sujud dan doanya. Namun ternyata Allah memberikan cerita yang berbeda, ketika Aira telah berpasrah padaNya karena orang yang dia sebut dalam doa memilih orang lain dalam hidupnya. Allah menjadikannya sebagai Zulaikha yang mendatangkan nabi Yusuf untuk menjadi imamnya. Bukan nabi Yusuf melainkan dokter Erlando Alamsyah, ah bukankah sama saja. Aira tidak pernah menyebut nama dokter Erland dalam setiap doa. Ia hanya ingin berserah kepada Allahu Rabbnya. Menyerahkan semua hidup dan matinya, berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, tawadhu, dan tentunya menjaga pandangannya.
Awalnya memang kakak iparnya seringkali menggoda dengan dokter Erlando. Yah, mungkin karena kakak perempuannya sedang hamil dan mereka jadi lebih sering konsultasi dengan dokter kandungan itu.
Namun yang tidak pernah Aira sangka bahwa sebelumnya dokter Erland pernah mencemburui dia ketika berbincang akrab dengan dokter Ibnu. Ya itu dulu sebelum dokter Erlando tahu kalau dokter Ibnu memilih kakaknya Aira untuk dipersunting sebagai istrinya.
"Barrakallahu fiikum ya Aunty." Kata Qiyya menirukan anak kecil kepada Aira setelah semua acara akad nikah selasai. Qiyya bersama Ibnu dan kedua bayi kembar di gendongan mereka.
"Selamat ya Aunty Aira. Alhamdulillah mas Hanif dapat uncle lagi." Teriak Hanif yang tiba-tiba mendekat bersama Hafizh.
"Hei anak manis. Akhirnya beneran ney jadi ponakan uncle." Kata Erlando sambil mencubit pipi gembul Hafizh.
"Wah seru Mas, jadi ntar sore team bola kita bertambah. Uncle Erland nanti sore kita main bola ya, sama daddy dan om Zurra." Kata Hafizh bersemangat.
Semua tertawa mendengar permintaan Hafizh. Bocah itu memang hanya memikirkan bola ketika memperoleh teman baru laki-laki. Bahkan sebenarnya saat tahu Qiyya melahirkan adik perempuan Hafizh merasa kecewa karena dia tidak jadi memiliki teman baru untuk bermain bola.
Dengan ketelatenan Qiyya dan juga Ibnu akhirnya dia bisa menerima kedua adik perempuannya itu dengan bahagia.
"Bang, nanti sore kan uncle sama aunty ada acara di gedung. Emang abang Hafizh lupa?" tanya Ibnu kepada anaknya.
Hafizh nyengir dan menjulurkan lidahnya kemudian mengangkat jempolnya dan berlari menjauh untuk melanjutkan bermainnya dengan Hanif.
"Gimana Land?" tanya Ibnu.
"Apanya yang gimana Dok, eh Mas, eh__" jawab Erland gagu.
"Panggil mas saja, toh ini bukan di rumah sakit." Kekeh Qiyya.
"Iya Mbak Qiyya, apanya yang gimana Mas Ibnu?"
"Ah masa seorang obgyn bertanya ke surgeon si. Harus gitu secara detail? Ayo Sayang, kita pulang dulu nanti mengganggu acara mereka." Titah Ibnu pada Qiyya yang dijawab anggukan oleh Qiyya.
Qiyya dan Aira tertawa bersama mendengar perdebatan absurd suami-suami mereka. Hingga akhirnya Aira menjawab yang membuat Ibnu memerah mukanya.
"Nggak ingat waktu itu, kita semua membujuk mas Hanif dan bang Hafizh supaya mau tidur dengan kita kita waktu kalian baru menikah. Eh malah mereka memilih tidur dengan kalian. Hahahahahaha, nggak kebayang deh muka Mas Ibnu waktu itu."
"Itulah sensasinya menikah dengan duda dua anak." Jawab Qiyya pada Aira masih dengan sisa tawa yang merekah di bibirnya.
Ibnu yang merasa kini dia yang jadi bahan bullyan semuanya hanya berpura-pura marah. Seolah hendak menggigit hidung istrinya, tingkah mereka justru dinilai Erlando sangat romantis.
"Sebenarnya ini pernikahan siapa si, mereka yang menikah tapi mengapa aku yang kena tembak bullyan?" tanya Ibnu di belakang telinga Qiyya namun masih terdengar oleh Erland dan Aira.
Erland dan Aira tersenyum lebar memperlihatkan gigi mereka. Erlando baru tahu sisi hangat Ibnu dengan keluarganya. Biasanya di rumah sakit dia hanya melihat aura dingin dan datar dari dokter spesialis bedah itu.
"Mas Ibnu ternyata bisa seromantis itu ya dengan mbak Qiyya. Padahal kita semua tahu di rumah sakit julukan dia adalah dokter es, super dingin." Kata Erland kepada Aira setelah mereka berdua di kamar.
"Karena memang mbak Qiyya selalu bisa membuat semuanya menjadi hangat. Sikapnya, sabarnya dan juga kepandaiannya mengambil hati anak-anak mas Ibnu." Jawab Aira.
Erland tersenyum kemudian mendekati Aira. Membantu Aira untuk melepas jilbab dan semua aksesoris yang dipasangkan perias di atas kepalanya.
"Inshaallah, istriku yang cantik ini juga bisa seperti itu nantinya." Kata Erland dengan menatap manik mata Aira di cermin karena Aira telah duduk di depan meja riasnya.
Mendengar ungkapan seperti itu dari belahan jiwanya. Rasanya Aira seperti terbang, rona merah tidak bisa ia tutupi dari kedua pipinya kini.
"Aamiin."
"Rasanya blush on yang dipakaikan ke kamu tadi terlalu merah Dek, ini pipi kok jadi seperti ini."
"Mas__ihhh." Aira mencubit lengan suaminya yang masih utuh berbalut pakaian yang dipakai untuk akad nikahnya.
"Berdirilah menghadapku." Perintah Erland kepada Aira setelah jilbabnya terlepas.
"Subhanallah, tidak salah aku memilihmu untuk melengkapi separuh agamaku. Biarkan hanya aku yang tahu seperti apa cantiknya kamu tanpa hijab yang menghalangi pandanganku." Kata Erland kemudian mengecup kening Aira lama.
Tangan kanan Erlando terangkat kemudian ia letakkan di atas ubun-ubun istrinya kemudian dia berdoa yang diaminkan oleh Aira.
"Terima kasih telah menerimaku menjadi imammu Dek. Inshaallah aku akan membimbingmu menuju surga yang kita impikan bersama."
"Terima kasih juga telah memilihku menjadi tulang rusukmu Mas, inshaallah aku akan berusaha untuk menjadi wanitamu yang terbaik."
Wanita diciptakan Allah dari tulang rusuk pria. Mengapa bukan kepala atau tulang kaki? Karena wanita bukan untuk memimpin pria, bukan pula untuk menjadi bawahan yang harus diinjak-injak. Dia diciptakan dari tulang rusuk, agar dekat dengan hati untuk dicintai dan dekat pula dengan tangan untuk dilindungi. Bukan juga dari tulang punggung karena wanita itu dinafkahi bukan mencari nafkah untuk keluarga.
Erland memeluk tubuh istrinya untuk pertama kalinya. Hangat, itu yang dia rasakan saat seluruh tubuhnya kini tidak berjarak dengan wanitanya.
Setelah mandi dan mengganti pakaiannya Erland melihat Aira juga telah berganti pakaian. Make up tebalnya saat acara akad nikah juga telah dihapuskan. Kini tinggallah Aira yang cantik dengan semua kepolosan yang Erlando suka.
"Mandilah dan kita sholat sunnah berjamaah. Allah telah memanggil kita." Perintah Erland setelah melepaskan pelukannya.
"Mas__"
"Hmmm"
"Mas__"
"Apa Dek?"
"Mas__mas shol_at sendi_ri yah?" kata Aira terbata-bata.
"Loh, ini kan sholat sunah setelah akad Sayang. Nggak mungkin aku sholat sendiri kan nikahnya sama kamu. Ayo mandi, aku tunggu di sini."
"Soalnya tadi pagi Aira tidak sholat subuh."
"Kok bisa?" tanya Erlando terkejut. "Amalan pertama yang akan Allah hisab itu adalah sholat bagaimana mungkin kamu bisa melewatkannya." Suara Erland mulai naik satu oktaf dari sebelumnya.
"Bukan, bukan seperti itu. Maksudku adalah__aduh, Mas masa nggak ngerti." Kata Aira bingung untuk menjelaskan.
"Apa? Meninggalkan sholat itu dosa, neraka hukumannya. Kamu kan muslimah masa nggak pernah diajari."
"Iya kalau itu aku tahu Mas, tapi__"
"Nggak ada tapi tapian, aku nggak mau dengar ya kamu ninggalin sholat lagi. Sekarang aku sudah jadi imammu, jadi sudah kewajibanku untuk mengingatkanmu bahkan menghukummu jika itu diperlukan karena kamu meninggalkan perintahNya."
"Justru kalau aku sholat, aku malah berdosa Mas."
"Mana ada begitu? Pokoknya aku nggak mau dengar alasan apa pun. Cepat Mandi dan kita sholat berjamaah." Geram Erlando.
"Mas, ini karena aku wanita."
"Emang siapa yang bilang kamu laki-laki. Sudah cepat sana mandi."
"Ish, katanya dokter, mana spesialis kandungan lagi. Masa lola perihal siklus wanita." Sungut Aira hendak berlalu.
"Apa hub__ungannya. Eits tunggu__ Ka_ka_kamu__?" tanya Erlando terbata sambil memandang Aira.
"Maaf" Aira menganggukkan kepala menjawab dugaan suaminya.
"Yeeeaaahhhhhhh, gagal deh abang belah durennya." Erlando mengacak rambutnya dengan asal.
Aira terkekeh melihat suaminya frustasi. Mau bagaimana lagi, sebelum sholat subuh tadi ternyata tamu bulanannya datang menghampiri.
"Bukan gagal, ditunda sampai 7 hari mendatang."
"Ish__tahu gitu mengapa aku mesti ambil cuti? Aku akan minta cutiku diundur saja." Kata Erland sambil meraih gawainya untuk menghubungi seseorang di rumah sakit.
Malam harinya di Graha Patria diadakan resepsi pernikahan dr. Erlando Alamsyah, Sp.Og dengan seorang dokter muda bernama Khumaira Zaffran. Mengambil tema adat jawa, karena kedua mempelai berasal dari jawa.
Semua wanita mengenakan stelan kebaya dengan jarit sebagai bawahannya sedangkan laki-laki mengenakan beskap lengkap dengan blangkon di atas kepalanya.
Hanya Qiyya yang tidak mengenakan kebaya, dia memilih memakai gamis karena ada 2 bayi yang harus disusui sehingga dia memilih untuk tidak mengenakan kebaya. Sedangkan Ibnu mengimbangi pakaian Qiyya, dia memilih mengenakan stelan jas berwarna abu-abu tua dengan dalaman kemeja berwarna maroon.
Resepsi pernikahan itu sangat meriah, hampir semua dokter datang menghadiri undangan Erland dan Aira. Semua mengatakan keterkejutannya karena memang tidak pernah mendengar dokter Erland dekat dengan Aira tiba-tiba mereka menikah.
"Erland sudah mengisyaratkan sejak aku menikahi Qiyya dulu." Kata Ibnu ketika dokter Erik menanyakan awal cerita kisah Erland dan Aira.
Saat sedang berbincang santai dengan sahabatnya itu tiba-tiba gawai Ibnu bergetar di saku celananya. Menunjukkan kepada dr. Erik dan istrinya siapa yang menelpon dia kemudian menggeser panel hijau yang ada di layar datar benda pipih persegi miliknya.
IGD is calling
Berjalan menjauh dari kebisingan Ibnu mulai menempelkan gawai di telinga kanannya.
"Selamat Malam."
................
"Dokter jaga siapa?"
...............
"dr. Ismail?"
...............
"Baik, saya akan segera ke sana."
Setelah menutup telponnya Ibnu segera menemui istri dan sahabatnya.
"Sayang, maaf Mas harus ke rumah sakit sekarang. Ada kecelakaan harus segera dilakukan operasi karena kondisinya kritis. Dokter Ismail juga sedang ada operasi malam ini. Jadi harus mas yang menangani." Pamit Ibnu kepada Qiyya.
Tanpa memperhatikan omongan sahabatnya yang mulai berpendapat dengan pendapat panjangnya. Ibnu segera berjalan meninggalkan mereka menemui Zurra untuk meminta bantuan mengantarkan Qiyya dan anak-anak mereka ke rumah setelah acara resepsi selesai.
Ibnu sampai di rumah sakit 10 menit dari ia menerima panggilan telpon dari IGD. Setelah mengganti jasnya dengan snelli yang ada di ruang kerjanya dia segera berjalan menuju IGD dan meminta rekam medis pasien yang baru saja mengalami kecelakaan dengan kondisi kritis.
"Korban kecelakaan 2 orang dokter, suami istri. Usia 60 tahunan. Ini rekam medis keduanya." Seorang dokter umum yang sedang mendapatkan giliran jaga IGD menginformasikan kondisi pasien.
"Wali pasien sudah menyetujui untuk melakukan tindakan?"
"Masih berdiskusi di administrasi."
Ibnu segera membuka map biru yang berisi tentang informasi pasien. Dan membaca beberapa obat yang telah disuntikan untuk meredam rasa nyeri pasiennya tersebut.
'Machfud Yusuf dan Merlina Widayat' rasanya Ibnu tidak asing dengan kedua nama tersebut. Hingga telinganya kini mendengar seseorang berbicara dengan dokter umum yang menyerahkan rekam medis pasien padanya.
"Lakukan apa saja untuk kesembuhan kedua orang tua kami Dokter."
"Kami akan usahakan, kebetulan dokter Ibnu yang akan melakukan pembedahan sudah siap. Mohon untuk keluarga wali pasien melengkapi semua administrasinya."
"dr. Zaqibnu Asy Syafiq?"
"Iya, Pak. Hanya dokter Ibnu yang bisa menangani kondisi kedua orang tua bapak dan ibu."
Ibnu segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan mendekati wali pasien dan dokter muda di IGD, sepertinya memang dia sudah ingat siapa pasien yang akan dioperasi.
Belum sempat Ibnu berbicara dengan wali pasien tersebut. Tiba-tiba terdengar erangan dari seorang pasien wanita, ya Merlina Widayat ternyata telah sadar. Namun dia merintih luar biasa.
Anak lelakinya mendekat kemudian mengatakan bahwa sebentar lagi dia akan dioperasi oleh dokter Ibnu. Mendengar nama yang disebutkan anak lelakinya kemudian dia berteriak bahwa dia tidak mau dioperasi jika dokter yang mengoperasinya adalah Ibnu. Sesaat, kemudian nafasnya terengah-engah kemudian melemah. EKG pun mulai tidak stabil dan cenderung menurun hingga terdengar bunyi.
Tiit....Tiit....Tiit
Dokter umum IGD langsung sigap dengan pertolongannya. Oksigen yang telah dipasangkan dikencangkan kembali.
"CPR." Pinta dokter itu kepada perawat.
"100 joule __shoot," kemudian menekankan pada dada hingga pasien terhentak.
"Clear."
"Naikkan!!! 200 joule, shoot."
"Clear."
Dokter itu melakukan sampai dengan 5 menit dengan kegiatan yang sama namun kemudian elektro kardiograf berbunyi dengan sebuah garis lurus di sana.
Ibnu segera mengusap mulutnya dengan tangan kanan. Sebenarnya rasanya sama dengan apa yang dirasakan keluarga pasien. Ketika apa yang diusahakan dokter tidak sesuai dengan harapan pasti mereka akan kecewa. Tetapi perlu diingat kembali bahwa dokter adalah manusia, manusia ciptaan Allah dan ada Allah, dzat pemilik hidup dan mati seseorang. 'Kullu nafsin dzaiqatul maut', semua yang bernyawa pasti akan mati.
"Pasien Merlina Widayat. 60 tahun. 21.05 WIB dinyatakan meninggal dunia karena kecelakaan."
Fara langsung menangis tergugu mendengar ucapan dokter di ruang IGD. Andrian memeluk adiknya erat untuk menguatkan. Mama yang begitu dicintainya kini telah kembali berpulang kehadirat Allahu Rabb.
Apa pun yang telah dilakukan mama untuknya. Merlina Widayat tetaplah mama buat Andrian. Seorang wanita yang telah mengorbankan hidupnya untuk melahirkan dan merawatnya hingga dewasa. Kecewa dengan sikap mamanya, bahkan hingga Allah memanggilnya Andrian tidak mengetahui apa yang menjadi alasan Merlina membenci mantan istrinya.
"Saya tunggu di OK, jika mau dilanjut silakan untuk membawa pasien ke sana karena tindakan harus segera dilakukan mengingat kondisi pasien." Kata Ibnu ke pada dokter jaga.
"Baik Dok."
"Jika tidak berkenan, silakan buatkan rujukan untuk dilakukan tindakan di rumah sakit yang lain." Kata Ibnu lagi kepada dokter jaga tegas dengan menatap Andrian.
--- 📌🍃____✂ ---
-- to be continued --
Jadikanlah AlQuran sebagai bacaan utama
Jazakhumullah khair
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top