34# Mencari Ibnu

_masih ada Allah tempat untuk berserah atas semua yang menjadi kuasaNya_

🌼🌼🌼

Tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu kepastian tentang penemuan bangkai pesawat yang mengalami kecelakaan.

Pihak manajemen telah mengumumkan siapa saja daftar penumpang yang ikut dalam penerbangan naas tersebut. Salah satu diantaranya adalah Mr. Asy Syafiq, Zaqibnu yang tidak lain adalah suami Qiyya.

Lemas sudah seluruh persendian tubuh Zurra mendengar penjelasan dari pihak manajemen maskapai yang menerbangkan kurang lebih 230 penumpang tersebut. Nama kakak iparnya masuk kedalam daftar korban kecelakaan pesawat naas tersebut.

Zurra yang kini bersama dengan Hanif, Hafizh, Abdullah dan juga Abi Umar segera menuju ke pos yang telah ditunjuk untuk menyerahkan daftar ante mortem dan contoh DNA yang diambil dari beberapa sample dari Hanif dan Hafizh.

Hanif dan Hafizh masih bingung dengan apa yang terjadi. Semua orang masih diam membisu ketika mereka bertanya macam-macam. Seolah mengerti dengan situasi, kedua bocah itu juga terdiam dengan imajinasinya sendiri-sendiri.

"Sepertinya memang semalam seperti firasat yang membuat Qiyya tetap kekeuh untuk melarang Ibnu berangkat. Ya Allah, kuatkan anakku. Lancarkan persalinannya." Kata Abdullah kepada abi Umar.

"Ibnu pasti tidak akan mau melanggar sumpahnya sebagai seorang dokter, Pak. Jika dibutuhkan orang banyak pasti akan berangkat. Namun ternyata memang Allah memiliki rencana yang berbeda dengan rencana kita." Jawab abi Umar.

"Qodarullah. Semoga apa yang telah digariskan untuk anak anak kita adalah yang terbaik. Satu kepastian itu adalah mati, kita tidak pernah tahu kapan waktu itu akan menjemput kita semua." Tambah Abdullah dengan hati yang entah seperti apa.

Satu sisi dia ingin berada di samping putrinya. Melewati masa persalinan yang telah lama ditunggu oleh seluruh keluarganya. Namun disisi lain dia juga harus memastikan bahwa keadaan Ibnu telah bisa dipastikan keberadaannya.

Kini posko yang diperuntukkan kepada keluarga korban telah penuh. Semua dengan tujuan sama yaitu memastikan kondisi keluarganya yang namanya masuk kedalam daftar korban kecelakaan pesawat.

Tidak ada senyuman, semua memasang muka kusut dan khawatir. Berharap bahwa masih ada mukjizat Tuhan atas musibah yang menimpa keluarganya.

Allah memberikan qadha dan qodr kepada setiap manusia. Tidak ada seorang manusia pun yang bisa berlari menjauh atau mendekat dari semua ketetapan Allah Azza wa Jalla.

Bahkan seorang nabi yang sangat dicintai oleh Allah pun tidak bisa menolak ketika malaikat maut mendatanginya untuk mencabut nyawanya.

Semua sudah tertulis di mega server lauhul mahfudz Allah. Tidak ada seorangpun yang bisa menolak jika hari yang telah ditentukan untuknya menghadap kehadirat Illahi Rabb telah menjemputnya.

"Apakah kita tidak akan bertemu dengan daddy lagi Om Zurra?" pertanyaan itu akhirnya keluar dari bibir Hanif. Sedari tadi anak itu hanya memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di depannya.

Zurra tersentak dari lamunannya. Dia berpikir, baru saja kakaknya berbahagia dengan keluarga barunya. Kini seolah takdir sedang mempermainkannya kembali. Menguji sekuat apakah hati dari wanita yang kini mungkin sedang berjuang untuk memberikan penghidupan kepada kedua calon bayi kembarnya ke dunia.

"Kita berdoa ya, semoga daddy tidak kenapa-kenapa." Jawab Zurra.

Hanif kembali diam setelah mendengar jawaban dari Zurra. Sementara itu terdapat pengumuman untuk keluarga yang berasal dari luar kota disediakan penginapan oleh pihak maskapai penerbangan untuk beristirahat sambil menunggu informasi hasil dari pencarian team basarnas terkait dengan kecelakaan pesawat tersebut.

Abdullah dan abi Umar memutuskan menggunakan fasilitas dari maskapai untuk beristirahat di penginapan sembari menunggu kepastian kabar Ibnu.

"Coba telpon adikmu Zurra, bagaimana keadaan mbak Qiyya apakah sudah melahirkan atau belum." Pinta Abdullah kepada Zurra.

Zurra mengambil gawai yang ada di saku pakaiannya. Menekan beberapa nomor dan meletakkan benda pipih itu di telinga kanannya.

Menunggu Aira menerima panggilan telponnya. Namun sampai 3 kali dia menelpon tidak kunjung juga diangkat oleh adik kecilnya.

Akhirnya Zurra mencoba untuk menelpon sahabat adiknya. Dengan perasaan yang entah seperti apa, yang jelas butuh keberanian ekstra untuk Zurra menelpon perempuan sahabat adiknya.

Beberapa kali hatinya bergetar manakala berdekatan atau sekedar hanya mendengar suaranya. 'Ah, perasaan apa ini. Aku butuh kabar mbak Qiyya sekarang. Mengapa justru memikirkan dengan perasaanku.'

Menggeleng pelan kepala Zurra kemudian menempelkan kembali benda pipih itu di telinga kanannya setelah menekan nama sahabat adiknya yang telah tersimpan di phone booknya.

"Hallo, assalamu'alaikum." Suara di seberang menyapa ketika sambungan telepon telah diterimanya

"Wa__waalaikumsalam. Devi, maaf mengganggu. Ini Zurra kakaknya Aira."

"Iya Mas. Bagaimana?"

"Apakah kamu bersama adikku?"

"Tidak mas, Devi lagi ikut visite pasien. Ada yang bisa Devi bantu?"

"Aku pengen tahu kondisi mbak Qiyya, tadi aku telpon Dek Aira tersambung tapi tidak diangkat. Ya sudah kalau begitu. Nanti aku telpon dia lagi saja." Putus Zurra akhirnya.

Zurra menutup telponnya kemudian memberitahukan kepada ayahnya bahwa Aira tidak mengangkat telpon dan Devi sedang visite pasien sehingga belum tahu bagaimana kondisi Qiyya.

Zurra berjanji akan menelpon adiknya kembali setelah sampai di penginapan.

Mobil Pajero hitam telah sampai di penginapan. Abdullah dan abi Umar menuntun kedua cucunya untuk masuk dan beristirahat. Sedangkan Zurra mengekor di belakangnya dengan masih menempelkan gawai di telinganya untuk mengetahui kabar kakak tercintanya.

Di belahan bumi lainnya, Qiyya masih berbaring lemah sesekali dia terlihat meringis. Ketuban Qiyya memang pecah namun tidak semua keluar sehingga dia masih bertahan, dengan kontraksi yang terjadi masih belum kencang. Dokter Erlando memutuskan untuk mempertahankan janin sampai usianya 9 bulan lebih. Selama kondisi Qiyya masih memungkinkan.

Aira masih menjalankan tugasnya sebagai seorang co ass, sesekali di sela rutinitas padatnya dia menyempatkan diri untuk menengok kondisi kakaknya. Meski sudah ada dokter Erlando dan bidan Miranti yang secara intensif selalu mengamati perkembangan Qiyya.

"Mas, mbak Qiyya?" tanya Aira kepada dokter Erlando.

"Masih belum ada perkembangan, sepertinya memang tadi pagi mbak Qiyya lagi stres mendengar berita yang mendadak dan mengagetkannya. Sehingga ketubannya pecah dan mengalami kontraksi palsu." Jawab dokter Erlando.

Aira mengangguk tanda mengerti dengan penjelasan dr. Erland.

"Dek__" kata dokter Erland.

"Hmm," jawab Aira.

"Maaf, sepertinya aku harus memundurkan waktu untuk berbicara dengan ayahmu mengenai kita. Bukan karena aku nggak mau, tapi kondisi dan keadaan masih belum memungkinkan." Kata dokter Erland.

"Iya Mas, rasanya terlalu memaksa jika kita berbicara sekarang. Aku akan menunggu sampai waktu itu tiba, percayalah." Jawab Aira meyakinkan.

"Alhamdulillah, syukron jazakillah khair."

"Aamiin."

Qiyya kembali merasakan kontraksi, getaran-getaran halus kemudian mengencang sesaat. Hatinya masih resah, suaminya, kecelakaan pesawat yang membawanya ke Singapura. Semua masih berputar putar di dalam kepalanya.

"Berikan mukjizaMu ya Rabb, kami masih membutuhkan mas Ibnu berada diantara kami. Izinkan kedua calon anakku mengenal daddynya." Kata Qiyya lirih masih setia dengan air mata yang membasahi kedua pipinya.

Di luar ruangan tempat Qiyya berbaring ada Kartika dan bi Marni. Di kursi tunggu yang lain masih dengan setia menunggu seorang Andrian Yusuf. Dia ingin memastikan kondisi Qiyya benar-benar baik. Tadi pagi setelah mengantarkan Qiyya hingga akhirnya mantan istrinya itu berangsur stabil kondisinya, Andrian mengatakan siap membantu keperluan Qiyya, mengingat apa yang kini sedang menimpanya. Hanya saja Qiyya berusaha untuk menolak setiap tawaran yang diberikan oleh Andrian. Keyakinannya sangat besar bahwa Ibnu masih hidup meski namanya ada di dalam daftar penumpang.

Dia sangat berharap bahwa pencarian keluarganya segera menemukan titik terang dan membawa Ibnu kembali tanpa kurang suatu apa pun.

"Dokter Ibnu telah sampai di bandara pukul 03.30, Pak. Setelah saya menurunkan beliau di drop off way, saya langsung kembali ke Blitar. Sehingga saya tidak tahu lagi bagaimana dengan dokter Ibnu." Kesaksian sang driver yang mengantar Ibnu ke Bandara ketika di tanya oleh pihak rumah sakit.

"Baiklah kembali ke pekerjaanmu. Terima kasih informasinya."

Memang semua masih abu abu, pihak maskapai telah menyatakan bahwa Ibnu masuk ke dalam daftar nama korban. Namun sampai dengan berita yang diturunkan terakhir. Belum ada kepastian bagaimana kondisi pesawat naas tersebut.

--- 📌🍃____✂ ---

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top