32# Qiyya 💓 Ibnu

_namun cinta tak pernah hilang harapan, akan datang lengkung pelangi setelah hujan, menghubungkan rasa kehilangan dan sakitnya perpisahan_

🌼🌼🌼

Qiyya menatap tubuhnya di depan cermin. Bulat dan tidak berbentuk lagi. Kakinya sering merasa pegal untuk berjalan jauh. Kandungannya memang tidak mengalami kendala yang serius. Namun menginjak trimester ketiga ini, berat badan Qiyyara melonjak drastis. Hingga kakinya kini mulai membengkak dan sakit untuk berjalan jauh.

"Bunda capek ya? Bawa dedeknya dua?" tanya Hafizh suatu malam ketika Ibnu sedang mengurut kaki Qiyya.

"Enggak Sayang, cuma daddy saja kasihan lihat kaki bunda bengkak. Makanya setiap malam diurut daddy." Jawab Qiyya.

"Bang Hafizh mau diurut juga?" tanya Ibnu pada putranya yang kini mulai terbiasa mandiri semenjak kaki bundanya mulai membengkak.

"Bang Hafizh nggak capek Dad, bunda saja. Kalau boleh abang aja yang bawa dedeknya biar bunda nggak capek, kakinya nggak bengkak seperti itu." Kata Hafizh melihat kaki bundanya yang membengkak.

Qiyya dan Ibnu tertawa bersama mendengar celoteh polos putranya. Ibnu mengangkat kaki Qiyya yang ada di atas pahanya dan meminta Qiyya untuk meluruskan di sofa yang diduduki mereka. Ibnu merengkuh Hafizh dalam pangkuannya. Memeluk dan mencium putra kecilnya dengan penuh sayang.

"Tidak hanya Bang Hafizh yang mau, seandainya bisa daddy juga mau menggantikan posisi bunda." Kata Ibnu masih dengan memeluk Hafizh sambil memandang Qiyya.

Menghujani seorang istri dengan untaian kasih sayang dan samudra cinta yang tiada bertepi itu adalah mutlak bagi seorang Ibnu. Bukan hanya tanggung jawab yang melekat atas dasar kata suami yang kini disandangnya namun tumpuan dan harapan istri pada suami pasti lebih besar dibandingkan itu.

Qiyya sudah melakukan perannya dengan begitu apik. Kini Ibnu juga akan memainkan perannya untuk menyempurnakan kata bahagia untuk keluarga kecilnya.

Ibnu sangat bersyukur, Allah melimpahkan semua rahmatNya untuk keluarga kecilnya. Selalu berharap bahwa anak anaknya bisa menjadi anak sholeh. Qiyya melahirkan lancar dan kedua anak kembarnya kelak lahir sehat. Masih ada waktu 40 hari dari HPL yang ditentukan oleh dokter Erlando.

"Sayang__"

"Hemmmm."

"Beneran kamu nggak pengen apa-apa gitu? Makanan atau apa gitu? Mumpung masih sore mas beliin." Ibnu menawarkan.

"Kenyang Mas, sudah nggak pengen apa-apa lagi." Jawab Qiyya.

"Tapi tetep harus banyak minum loh."

"Eh iya, tapi Qiyya ntar jadi sering ke belakang."

"Ya memang seperti itu Sayang. Kamu nggak ngidam apa gitu? Perasaan dari mulai hamil dulu nggak pernah minta macam-macam deh. Apa masmu yang lupa ya?" tanya Ibnu.

"Hahahahaha, Mas Ibnu lupa malam-malam Bi Marni mas minta buatin rujak, eh udah jadi mas Ibnu malah tidur katanya sudah nggak pengen lagi. Seneng banget sih ngerjain orang tua." Kata Qiyya.

"Emang iya?"

"Lupa? sampai ganti warna rambut, model rambut? Rajin perawatan kulit. Hmmm, Qiyya ya heran. Qiyya yang hamil mengapa mas Ibnu yang pengen macam-macam." Kata Qiyya dengan senyum merekahnya.

"Kamu juga warnain rambut, kenapa mas Ibnu yang disalahin?" jawab Ibnu.

"Dari mulai pake jilbab Qiyya juga sudah suka warnain rambut Mas Ibnu sayang, nggak cuma setelah menikah dengan mas aja."

"Nutup uban ya?" ledek Ibnu.

"Enak aja. Belum beruban ya, masih muda tau Mas istrimu ini. Tapi sudah segede gentong gini badannya."

"Eits, siapa yang bilang. Buat mas, kamu tetap seksi Qiyyaku sayang." Ucap Ibnu mengecup pucuk kepala istrinya.

"Seksi konsumsi? Ada-ada saja."

"Iya seksi lah. Namanya juga lagi hamil, mana kembar lagi pasti lebih berisi."

"Iya, semoga tetap sehat ya anak-anak bunda di dalam." Qiyya berucap sambil mengelus perutnya yang sudah membesar.

"Aamiin."

Seperti tahu jika daddy dan bundanya sedang bercengkerama, perut Qiyya bergerak-gerak. Dengan sedikit meringis Qiyya menahan nyeri yang disebabkan pergerakan dua bayi di dalam rahimnya. Ibnu dengan sigap mengelus mesra dan berbicara di atas perut istrinya.

"Anak-anak daddy kalau maen bola jangan kenceng-kenceng kasihan bundanya kesakitan." Kata Ibnu pelan.

"Tahu nggak sayang dulu waktu pertama kali mas tahu kamu nggak berjilbab itu kaget banget." Terang Ibnu.

"Kaget? Mengapa? Wajahku berubah?"

"Habisnya kalau pake hijab kamunya kalem banget, giliran sudah nggak pake wow, garang banget. Hahahaha," Ibnu berkata dengan menoel pipi chubby Qiyya.

"Masa sih?" tanya Qiyya juga sambil tertawa.

"Ya iya, mas kira itu ya lugu saja rambutnya hitam legam eh ini ternyata diluar dugaan, pake diwarnain red brown. Mas nggak nyangka, sekarang kalau lama nggak di warna malah jadi lucu. Masa kamu pake warna masnya nggak dibolehin sih ya." Jawab Ibnu polos.

"Iya-iya boleh, asal jangan ngejreng-ngejreng. Ya itu karena mas lihatnya dari awal memang sudah diwarna. Udah ah Mas, tidur yuk. Anak-anak juga sudah tidur. Pegel pinggang Qiyya duduk terus." Pinta Qiyya.

Ibnu membantu Qiyya berdiri dan bersama menuju ke kamar. Peristiwa 2 minggu yang lalu di rumah Abdullah telah diceritakan Qiyya kepada Ibnu. Dengan tanpa emosi, Ibnu justru menyarankan untuk memenuhi semua persyaratan yang Andrian minta.

Bahkan Ibnu sendiri yang menawarkan diri untuk menghubungi Andrian terkait dengan pengalihan hak atas rumah gono gini dan juga dengan mobil Jazz RS milik Qiyya.

"Ikhlaskan semuanya, doakan mas bisa menggantinya dengan yang lebih baik. Tidak perlu diperpanjang nanti malah akan timbul penyakit hati. Yakinlah Allah maha mengadili segala sesuatu." Jawaban yang diberikan oleh Ibnu ketika Qiyya meminta pendapatnya.

"Iya Mas, jazakallah sudah mensupport Qiyya sampai di titik ini. Biar Qiyya yang menyelesaikannya sendiri. Bukan Qiyya tidak menghargai bantuan mas Ibnu hanya saja lebih baik mas Ibnu tidak usah berhubungan dengan mereka." Pinta Qiyya.

"Tapi mas tidak akan diam jika sampai terjadi sesuatu denganmu dan juga calon anak-anak kita."

"Inshaallah Qiyya akan menjaga mereka selalu, Sayang."

Qiyya memang sudah berjanji untuk selalu jujur dengan suaminya. Seberat apa pun dia harus menceritakan kepada suaminya. Tidak ingin timbul fitnah dan kesalahpahaman. Belajar dari kesalahan dimasa silam. Qiyya benar-benar tidak ingin mengulang kembali masa kelam yang meruntuhkan pondasi hatinya untuk mengecap rasa bahagia.

Dini hari Qiyya selalu terbangun, jam dinding kamarnya menunjukkan waktu 02.45. Beringsut dari tempat tidurnya untuk segera mandi dan mendirikan qiyamul lail. Ibnu yang baru saja terbangun segera menyusul Qiyya ke kamar mandi. Memastikan keadaan Qiyya baik baik saja.

Selalu Ibnu usahakan untuk bisa mendampingi Qiyya disaat hamil besar seperti sekarang. Seandainya bisa Ibnu tidak ingin meninggalkan barang sedetik pun. Menikmati setiap waktu bersama orang yang dikasihi dan calon anak mereka.

"Mas bantu ya?"

"Qiyya sudah selesai mas. Mas Ibnu mandi saja Qiyya sholat dulu."

"Iya deh, pelan-pelan. Duduk di kursi saja sholatnya jangan berdiri nanti seperti kemarin nggak kuat berdiri lama." Pesan Ibnu.

"Iya Sayang."

Semangat Qiyya tidak pernah pudar. Bagi Qiyya qiyamul lail itu bukan hanya sholat biasa tapi salah satu bentuk curhatnya dengan sang Arsy sehingga meski keadaan hamil besarnya sudah sulit untuk melakukan gerakan sholat secara tuma'ninah namun Qiyya enggan untuk melewatkan sholat sunnah ini. Selain itu dia juga tetap bisa mempertajam hafalan Qur'annya dengan selalu berganti-ganti membaca surat-surat dalam AlQur'an setelah bacaan Alfatihah.

Kumandang adzan subuh telah menggema di pengeras suara masjid di ujung jalan rumah Ibnu.

Hanif dan Hafizh telah siap dengan baju koko dan celana la isbalnya. Sejak menjadi anak-anak Qiyya, mereka selalu dibiasakan menggunakan celana panjang di atas mata kaki oleh Qiyya. Ibnu pun juga mulai terbiasa mengenakan celana seperti itu untuk kesehariannya. Mengapa? Sunatullah, nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh mengenakan pakaian seperti itu.

Diriwatkan dari Ibnu Umar yaitu, Ibnu Umar pernah melewati Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, sementara kain celanaku terjurai sampai ke tanah. Beliau pun bersabda, "Hai Umar, naikkan celanamu!". Aku pun langsung menaikkan kain celanaku. Setelah itu Rasulullah bersabda, "Naikkan lagi!" Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu." Ada beberapa orang yang bertanya, "Sampai dimana batasnya?" Ibnu Umar menjawab, "Sampai pertengahan kedua betis."

Hadist lain juga menjelaskan yaitu dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda "Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka."

Jadi masih adakah diantara kalian adalah suami atau anak laki-laki yang masuk dalam golongan para isbal? Berbenahlah sesungguhnya Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong.

"Sudah siap?" tanya Ibnu kepada semuanya.

"Bunda kuat berjalan sampai masjid?" tanya Hanif.

"Inshaallah, ayo berangkat biar nanti dapat unta. Kursinya bunda, Dad untuk sholat, amal sholih dibawakan ya."

"Ini, sudah Daddy bawa. Lets go, Bismilaahi tawakkaltu 'alallahi wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi." Ibnu berjalan keluar dan menutup pintu rumahnya.


--- 📌🍃____✂ ---


Ruangan dokter Erlando selalu ramai setiap harinya. Qiyya duduk diantara ibu-ibu hamil yang juga bermaksud sama dengannya. Kontrol dan mengetahui janinnya dengan USG 3D.

"Anak keberapa Mbak?"

"Anak ketiga Mbak." Jawab Qiyya. Sebenarnya ini adalah pertama kalinya untuk Qiyya namun jika ditanya anak keberapa Qiyya selalu mengatakan anak ketiga. Dia tidak ingin jika Hanif dan Hafizh mendengar dan menjadi salah paham. Meski tidak terlahir dari rahimnya Qiyya telah menganggap kedua anak itu sebagai anaknya.

"Sendirian Mbak, suaminya nggak mengantar?"

"Suami saya ada Mbak, masih diruangannya. Nanti kalau giliran akan masuk pasti kemari."

"Ruangan maksudnya? Maaf saya kok jadi kepo."

Belum sampai Qiyya menjawab Ibnu berjalan menuju ruang tunggu tempat Qiyya duduk bersama ibu-ibu hamil yang lain masih lengkap dengan mengenakan snelli.

"Masyaallah, itu dokter Ibnu kan. Sabar ya Dek, nanti mama minta kamu dielus sama beliau biar ganteng seperti beliau. Ituloh Mbak, dokter paling ganteng serumah sakit ini. Saya sampe ngidam pengen dielus biar anak saya nanti ganteng seperti beliau." Kata ibu yang mengajak Qiyya berbicara tadi begitu ekspresif mengagumi Ibnu.

Qiyya terkekeh geli mendengar ucapan bumil di sampingnya. Mungkin karena sekarang sudah terbiasa seperti itu jadi tidak lagi ada rasa cemburu di hati Qiyya karena semakin ke sini Qiyya semakin yakin bahwa Ibnu tidak pernah berbuat sesuatu yang membuat hatinya sakit.

"Masih lama Sayang?" tanya Ibnu kepada Qiyya yang masih terkekeh geli sementara bumil di sebelahnya masih terbengong seorangan.

"Kok tertawa sih, masih lama giliran anak-anak daddy diperiksa?" tanya Ibnu heran dengan sikap Qiyya yang masih saja terkekeh sambil mengecup sayang perut buncit Qiyya.

"Kurang dua lagi Mas, visite nya sudah selesai?" jawab Qiyya masih dengan senyum yang ditahan.

"Jadi dokter Ibnu ini suaminya Mbak?" tanya bumil di samping Qiyya.

Qiyya mengangguk menjawab pertanyaan bumil muda tersebut. "Iya Mbak."

"Maaf atas ucapan saya sebelumnya. Saya benar-benar tidak tahu kalau Mbak istrinya dokter Ibnu." Kata bumil muda itu malu-malu.

"Nggak papa." Jawab Qiyya melirik suaminya yang mengisyaratkan 'ada apa' dengan alisnya.

"Jadi, Mbak ini ngidam pengen di elus daddy biar ganteng seperti daddy katanya." Jelas Qiyya masih dengan senyum merekahnya.

Ibnu tersenyum mendengar penuturan istrinya, sementara bumil di samping Qiyya hanya malu-malu pasrah.

"Emang bisa begitu?" tanya Ibnu pada Qiyya.

"Namanya juga ngidam." Jawab Qiyya.

"Hasil USG anaknya laki-laki ya Mbak?" tanya Qiyya pada bumil di sampingnya.

"Kata dokter si perempuan, tapi saya pengen banget laki-laki Mbak, soalnya anak saya yang pertama sudah perempuan."

"Nah kalau gitu biar dielus istri saya saja Mbak, biar cantiknya sama seperti istri saya." Seloroh Ibnu dengan kerlingan manja kepada Qiyya.

Jelas Ibnu tidak akan melakukan permintaan bumil itu. Sengidam-ngidamnya dia, Ibnu tidak akan mau bersentuhan dengan wanita yang tidak menjadi mahramnya. Apalagi ini minta untuk dielus perut buncitnya.

Tangan Qiyya yang akhirnya mengelus perut bumil itu. Sementara telapak tangan Ibnu berada di atas punggung telapak tangan Qiyya yang mengelus perut bumil itu.

"Kamu nggak ngidam dielus Mas juga?" tanya Ibnu sesaat setelah Qiyya mengelus perut bumil di sebelahnya.

"Qiyya nggak ngidam, setiap saat ya mas Ibnu sudah melakukan itu. So?" jawab Qiyya.

"Ya iyalah, orang masmu ini promotor yang membuat kamu jadi seperti ini. Gimana sih?" jawab Ibnu disambut cubitan kecil di pinggangnya oleh Qiyya.

Kebahagiaan mereka dilihat oleh dua pasang mata yang berada tidak jauh dari sana. Ya, Andrian dan istrinya juga sedang berada di tempat yang sama.

Tangan kanan Andrian mengepal kencang melihat mantan istrinya bercengkerama mesra dengan suaminya. Kemarin dia menerima sebuah pesan singkat dari Qiyya untuk bertemu di notaris dimana Andrian menunjuk untuk balik nama rumah sekaligus menyerahkan mobil berikut BPKB.

Benar-benar Qiyya tidak ingin bersamanya kembali. Melihat kebahagiaan Qiyya kini bersama suaminya, rasanya memang akan sangat sulit untuk mengambil hati perempuan yang pernah mendampinginya selama hampir 10 tahun.

Andrian merasa, seolah Tuhan tidak adil terhadapnya. Dahulu bersama Qiyya dia juga bisa memberikan kebahagiaan meski Allah belum juga memberikan amanah untuk mempercayakan keturunan kepada mereka.

Kini saat semua sudah dianggap selesai oleh Qiyya. Andrian berharap kembali untuk bisa berada di sampingnya. Mendampingi Qiyya dan mengganti semua waktu yang telah Andrian sia-siakan.

"Mas, ayo kita kesana ini sudah mau giliran kita." Pinta istri Andrian.

"Eh, ayo."

"Hari ini kita lakukan screening, semoga tidak ada masalah sehingga bisa langsung mulai progmil ya Mas." Kata istri Andrian lagi.

Andrian hanya memandang istrinya dengan perasaan kecut. Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan dengan wanita lain sementara hatinya kini dipenuhi lagi oleh seorang Adz Qiyyara Zaffran.

--- 📌🍃____✂ ---


Tetap, jadikanlah Alqur'an sebagai bacaan utama

Happy Reading 👨‍💻👩‍💻

Sukron, jazakhumullah khair

to be continued


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top