25# Umroh

_dari hujan aku belajar bahasa air
bagaimana berkali-kali jatuh tanpa sedikitpun mengeluh pada takdir_

🌼🌼🌼

Qiyya masih berjuang untuk kembali sadar di ruang PACU RSUD Surabaya. Setelah proses pembiusan dan operasi laparaskopi yang telah dilakukan hampir 3 jam lamanya.

Operasi pengangkatan kista endometriosis miliknya dilakukan oleh dokter Hendro dan team. Setelah melakukan serangkaian tes dan screening baik itu Qiyya maupun Ibnu. Qiyya memutuskan untuk segera menjalani operasi laparaskopi itu.

Malam semakin larut, udara di luar juga sangat dingin. Namun Abdullah dan Kartika belum dapat memejamkan mata sebelum mengetahui keadaan anak sulungnya. Kabar penyakit yang diderita Qiyya memang membuat bapak 3 anak itu shock. Terlebih lagi Abdullah mengetahuinya dua hari sebelum Qiyya menjalani operasi.

Qiyya dan Ibnu sengaja memang merahasiakan permasalahan ini. Bukan untuk membohongi kedua orang tuanya, tetapi lebih tepat supaya mereka tidak terlalu berpikir berat.

Hingga pukul 01.30 Ibnu kembali ke kamar rawat Qiyya dan memberitahukan kepada kedua mertuanya bahwa Qiyya telah sadarkan diri namun masih harus berada di ruang PACU sampai dengan jam 08.00 pagi.

"Ayah dan ibu istirahat dulu, Qiyya sudah sadar hanya memang masih harus di PACU. Ibnu juga akan istirahat," ucap Ibnu.

"Alhamdulillah."

"Ibu sampai bingung tadi memberikan jawaban apa kepada anak-anak kalian. Mereka menanyakan bundanya terus sampai akhirnya kelelahan kemudian tertidur." Kata Kartika.

"Maafkan Ibnu Bu, jadi merepotkan harus mengurus anak-anak." Kata Ibnu.

"Eh, jangan bilang begitu. Kami ini juga kakek neneknya jadi sudah sewajarnya seperti itu." Jawab Kartika.

"Sudah, kalau begitu kita semua istirahat. Semoga sampai besok Qiyya dipindahkan ke sini lancar semuanya." Kata Abdullah.

"Aamiin."

Ibnu merebahkan badannya di samping kedua putranya. Badannya terasa pegal semua. Biasanya dia sebagai dokter yang melakukan pembedahan terhadap pasien bisa menguasai emosi. Serius namun rileks namun malam ini ketika dia berada di posisi wali pasien, 3 jam yang dilalui Qiyya di meja operasi seperti puluhan tahun.

Ibnu sebenarnya tahu, operasi yang dilalui Qiyya ini bukan termasuk operasi besar. Di dalamnya juga tidak membutuhkan dokter bedah seperti dirinya. Hanya seorang obgyn, anastaesi dan beberapa asisten dan perawat untuk membantu mereka.

Kini dia bisa merasakan rasanya menjadi wali pasien yang sangat resah juga gelisah. Menunggu orang terkasihnya berjuang di meja operasi membuat separuh hatinya juga ikut bersama di sana.

Terdengar pintu kamar rawat Qiyya diketuk dari luar. Ibnu bangun dari tidurnya kemudian berjalan untuk membuka pintu dengan separuh nyawanya karena rasanya baru saja terlelap sudah harus terjaga kembali.

"Selamat pagi Pak. Mohon maaf mengganggu, Pak Ibnu diminta untuk ke PACU sekarang." Pinta seorang perawat.

"Qiyya? Ada apa dengannya?"

"Semalam setelah bu Qiyya tersadar beliau ingin bertemu dengan Bapak sekarang."

"Tapi nggak apa-apa kan Nrs?"

Ibnu mengikuti seorang perawat yang memanggilnya tadi menuju ruang PACU. Qiyya memang minta tolong kepada perawat untuk memanggilkan suaminya.

Setelah memakai pakaian khusus untuk masuk ke ruang PACU, Ibnu mendekati bed yang ditempati oleh Qiyya.

"Sayang, ada apa?" lirih suara Ibnu di dekat telinga Qiyya karena Qiyya masih memejamkan matanya. Qiyya membuka matanya kemudian tersenyum memandang Ibnu.

"Tadi Nrsnya mau ngelap badan Qiyya, cuma nggak enak saja orang lain yang melakukan itu. Mau minta tolong ibu nggak mungkin. Mas Ibnu tidak keberatan kan melakukan itu untuk Qiyya?" pinta Qiyya.

"Ya Allah Sayang, mas pikir tadi terjadi sesuatu sama kamu sampai mas dipanggil Nrs untuk datang kemari. Tentu saja mas akan melakukan dengan senang hati." Jawab Ibnu.

"Pelan-pelan, kamu miring ya. Sudah bisa kan?" kata Ibnu setelah seorang Nrs memberikan air hangat dan washlap kepadanya.

Perjuangan hidup Qiyya bukanlah sebuah drama melankolis yang penuh dengan air mata. Qiyya yakin bahwa apa yang kini telah tertulis untuknya adalah yang terbaik untuknya. Dia tidak khawatir lagi karena kini bersama orang-orang yang mencintai dan selalu mendukungnya.

Dua hari waktu yang cukup bagi Qiyya untuk menjalani recovery pasca operasi di rumah sakit. Hari ini tepat hari ketiga Qiyya sudah diperbolehkan pulang dengan syarat akan rutin melakukan kontrol setiap seminggu sekali selama satu bulan ke depan.

Dan kali ini mereka berempat, keluarga Ibnu tentunya tidak lagi pulang ke rumah Abdullah. Karena rumah yang dipersiapkan Ibnu untuk keluarganya sudah siap dihuni. Penataan ruangan, cat dan perabotan semua atas permintaan dan selera Qiyyara.

Rumah yang mereka tinggali kini memang tidak sebesar rumah Abdullah, namun rasa nyaman berada di rumah sendiri mengalahkan apapun bagi seorang Qiyya.

Rumah minimalis lantai 2 yang dibangun di atas tanah seluas 300 meter persegi itu memang berbeda dengan tetangga kanan kirinya. Qiyya yang sangat menyukai tanaman anggrek menambahkan sebuah taman anggrek di samping teras rumahnya dengan kolam koi mini sebagai pemanis.

Di halaman belakang terdapat taman dengan air terjun buatan, sebuah kolam renang mini berukuran 2 X 5 meter dan sebuah gazebo di sampingnya. Tidak jauh dari gazebo itu terdapat dapur bersih terbuka. Dapur itu memang dibuat super istimewa mengingat Qiyya memang hobby sekali memasak.

Kamar tidur utama terdapat di lantai 1 sedangkan kamar tidur anak-anak semuanya ada di lantai 2.

Qiyya yang kini memasuki rumah barunya bersama suami dan kedua anaknya merasa sangat bahagia. Betapa tidak kini dia memiliki sebuah keluarga yang utuh lengkap dengan dua malaikat kecil yang akan selalu meramaikan rumahnya.

"Inshaallah ini sesuai yang kamu minta. Kemarin mas minta kepada tukang untuk segera menyelesaikan finishingnya supaya jika kamu sudah kembali dari rumah sakit bisa langsung pulang ke rumah baru kita." Kata Ibnu dengan senyum khasnya.

"Jazakallahu khair."

"Aamiin. Dan ada satu lagi, bulan depan inshaallah kita berenam akan berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah umroh. Mas sudah dapat izin dari kantor."

"Mashaallah Mas, Alhamdulillah. Fabiayyi 'aalaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan. Subhanallah, walhamdulillah wa la illaaha illallahu allahuakbar." Ucap Qiyya dengan penuh haru.

"Januari berarti ya Mas?"

"Inshaallah, mumpung anak-anak juga baru awal semester. Ayah dan ibu juga pas bisa, inshallah kondisi kamu juga sudah pulih jadi kamu bersedia kan beribadah ke sana bersama-sama."

"Ya Allah Mas, ya pasti mau. Qiyya pengen banget tau ke sana. Bermunajah di tempat-tempat paling mustajabah, bergelung dengan doa dan tentunya sekaligus wisata religi yang pasti akan mengharu biru."

"Eitss__niatnya harus dibenarkan bukan wisatanya yang didahulukan, tetapi ibadah loh ya. Bukan selfie trus upload ke medsos loh ya. Apalagi live instagram di sana. Never, mas tidak akan pernah izinkan itu."

"Memangnya istrimu ini suka upload-upload seperti itu. Selfie trus upload, Mas? Qiyya juga nggak pengen buat dosa jariyah seperti itu."

"Iya, mas tahu. Mas hanya mengingatkanmu. Punya photo selfie banyak dan cantik memang tidak ada larangan tetapi sebagai muslimah yang baik sebaiknya secantik-cantiknya foto selfie itu adalah yang hanya disimpan di galeri saja bukan untuk di upload di media sosial. Apalagi niatnya cuma untuk memperoleh komentar dari mereka yang melihat."

"Shohih ya Zauji." Kata Qiyya kepada Ibnu.

Berdua mereka tertawa bersama. Kini yang ada di benak Qiyya adalah secepatnya sembuh dari penyakit dan luka bekas operasi sekaligus Qiyya ingin memanggil seorang mubaligh atau mubalighot yang bisa menjelaskan secara rinci bagaimana ibadah umroh itu. Dalil-dalil tentang pelaksanaan, anjuran bahkan larangan saat melakukan ibadah itu.

"Umroh itu disunnahkan untuk melakukan mandi jinabat, kemudian diawali dengan sholat sunnah 2 rokaat di miqot kemudian membaca niat umroh dan dilanjutkan membaca talbiyah sampai dengan di masjidil haram. Melakukan thowaf yaitu memutari ka'bah mulai dari hajar aswad sampai hajar aswad lagi sebanyak 7 kali putaran dalam keadaan belum batal wudhunya. Kemudian melakukan sholat sunnah thowaf 2 rokaat di belakang Maqom Ibrohim dan dilanjutkan dengan sa'i dari Bukit Sofa ke Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Terakhir prosesnya adalah dilakukan tahalul yaitu memotong sebagian rambut yang menandakan bahwa rangkaian umroh telah usai." Pak Bambang-mubaligh yang dipanggil Qiyya kerumah menjelaskan tata cara ibadah umroh.

"Tidak diperkenankan untuk memakai wewangian selama umroh, membunuh segala macam binatang, dan dengan sengaja merontokkan rambut yang ada di seluruh tubuh. Laki-laki tidak diperbolehkan memakai kain berjahit dan penutup kepala sedangkan wanita dilarang menggunakan niqob. Selama proses umroh."

"Jika melakukan pelanggaran atas pelaksanaan umroh ini, maka orang yang melakukan pelanggaran tersebut harus membayar dam. Membayarnya silakan nanti di laporkan kepada mutowif yang ada di sana."

"Kalau misalnya ada pertanyaan, kalau kita melanggar tanpa diketahui orang lain kan bisa saja tidak perlu membayar dam. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa-apa yang tidak mereka ketahui."

"Baik, jadi bisa kita mulai ya Bapak, Ibu untuk mulai mengkaji dalilnya, bagaimana tata cara pelaksanaan thowaf, sa'i dan tempat tempat dimana sajakah yang menjadi tempat mustajabah untuk kita bermunajah kehadirat Allahu Rabb."

Pak Bambang mulai membacakan beberapa dalil untuk mengawali kajiannya.

Begitulah keluarga Qiyya, jika tentang beribadah dan Islam mereka tidak akan pernah melakukan sesuatu hanya dengan katanya. Menurut ustad ini menurut ustad itu. Semua harus jelas sesuai dengan landasan dasar AlQur'an dan AlHadist yang diyakini keshohihannya. Karena tidak ingin melakukan ibadah yang sia-sia dengan tidak mengerti ilmu, hukum dan dalilnya.

Berenam kini Abdullah, Kartika, Ibnu, Qiyya, Hanif dan tidak ketinggalan Hafizh telah berada di terminal 2 Bandara Internasional Juanda. Dengan memakai pakaian batik seragam dan 6 buah koper mereka berjalan mencari koordinator travel yang akan memberangkatkan ke tanah suci.

"Mbak, nanti di sana jangan capek-capek ya. Ingat baru operasi." Pesan Zurra yang mengantarkan mereka sampai ke Bandara.

"Inshaallah. Kemarin check up terakhir juga dokter Hendro telah menyatakan bahwa mbak sudah sehat dan kistanya sudah hilang. Kamu baik-baik jaga rumah, jangan lupa rumah mbak juga ya. Anggrek mbak diperhatikan juga Dik." Pesan Qiyya kepada adiknya, Zurra.

"Iya nanti Zurra dan dik Aira akan menjaga dengan baik. Mbak nggak usah mikir itu yang penting kalian di sana semua sehat dan ibadahnya lancar. Doakan aku ya Mbak, semoga cepet dapat jodoh dan bisa ke baitullah bersama secepatnya."

"Pasti Dek, mbak masuk dulu ya. Sudah dipanggil mas Ibnu itu." Kata Qiyya.

"Jangan lupa jaket dan sarung tangannya Mbak, terakhir Zurra melihat info Madinah 4°C."

Qiyya mengangguk kemudian berjalan menjauhi Zurra menuju pintu masuk calon penumpang. Penerbangan yang membawa Qiyya adalah penerbangan khusus yang langsung dari Bandara Internasional Juanda Surabaya menuju Bandara Internasional Prince Mohammed Bin Abdulaziz Madinah dengan waktu tempuh selama 10 jam.

Pesawat take off dari Juanda tepat pukul 16.30 diperkirakan sampai di Madinah 22.30 waktu Saudia karena Indonesia dan Saudi Arabia memiliki selisih waktu sebanyak 4 jam.

Di dalam pesawat Hanif duduk diantara Abdullah dan Kartika sedangkan Hafizh duduk diantara Qiyya dan Ibnu.

Tak terasa 10 jam yang melelahkan, hanya duduk di dalam pesawat membuat persendian kaki menjadi kaku. Bahkan kaki Qiyya sedikit bengkak karena terlalu banyak duduk.

"Dipakai jalan ringan dulu Sayang. Jangan dipaksain." Kata Ibnu ketika kini mereka sedang menuruni pesawat.

Tidak seperti di Indonesia, kali ini penumpang pesawat turun tidak melalui garbarata sehingga harus turun melalui tangga pesawat dan masuk kedalam bus untuk dibawa menuju ruang imigrasi dan baggage claim.

Setelah semuanya beres seluruh jamaah umroh dipersilakan untuk menaiki bus yang akan membawa mereka ke mahtab yang dekat dengan Masjid Nabawi.

Travel umroh mereka memilihkan sebuah hotel bintang 4 sebagai mahtab jamaah selama berada di Madinah. Kebetulan sekali hotel tempat menginap mereka letaknya sangat dekat dengan pintu 25, pintu masuk masjid untuk wanita. Masjid Nabawi memang membedakan tempat ibadah pria dengan wanita. Pintu masuk ke masjid pun juga dibedakan.

Mengistirahatkan sebentar tubuh mereka di atas petiduran setelah menempuh perjalanan selama 10 jam di atas pesawat. Qiyya merapikan barang bawaannya dan mempersiapkan pakaian yang akan dipakai mereka untuk melaksanakan sholat malam pertama di Masjid Nabawi nanti sebelum dia menyusul Ibnu untuk beristirahat.

Pukul 03.00, Qiyya membuka matanya kemudian segera membersihkan diri dan membangunkan suami beserta kedua anaknya.

"Mas, mandi dulu sebentar lagi adzan pertama berkumandang untuk kita melakukan sholat malam, ayo!" dengan mengguncang pelan bahu Ibnu Qiya berbisik lirih.

Di Saudi dipastikan memang akan dikumandangkan 2 kali adzan ketika dini hari. Yang pertama adalah adzan untuk memberitahukan waktunya melaksanakan sholat malam dan adzan kedua adalah adzan untuk melaksanakan sholat subuh.

Mereka kini sudah berjalan menuju ke masjid. Suhu udara yang sangat dingin membuat Qiyya merapatkan kembali jaket yang dikenakan oleh Hanif dan Hafizh.

"Dad, pokoknya nanti adik akan selalu berdoa sama Allah, supaya bunda segera punya adik. Pesan Aunty Aira seperti itu." Kata Hafizh ketika Qiyya sedang membantunya untuk membenarkan syal dan jaketnya.

"Bunda sehat juga, Dek. Nanti adeknya yang banyak ya Dad, biar rumah kita ramai. Nggak cuma ada mas sama adik Hafizh aja." Ucap Hanif.

"Aamiin." Jawab semuanya dengan serempak.

"Ayo mas sama adik dengan daddy dan juga akung masuk melalui pintu 22 ya, biar bisa di rawdhah nanti sholatnya. Bunda sama uti masuk melalui pintu 25. Setelah sholat subuh nanti kita bertemu di sini." Ajak Ibnu kepada kedua anaknya.

Qiyya bersama Kartika kemudian berjalan memasuki masjid melalui pintu 25. Di depan pintu mereka disambut oleh beberapa laskar wanita berniqob yang mengenakan pakaian serba hitam untuk memeriksa barang bawaan dan tas seluruh jamaah yang hendak melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi.

Setelah mengambil plastik yang disediakan di depan pintu untuk membungkus sendalnya, Qiyya memasuki pintu masjid dengan kaki kanannya dan membaca doa "Allahummaf tahlii abwaaba rohmatik". "Subhanallah walhamdulillah walaa illa ha illallahu wallahuakbar." Ucap Qiyya setelahnya.

Matanya kini menyapu bangunan megah maha sempurna. Sapuan pertama adalah tersedia banyaknya dispenser untuk air zam-zam. Disana ada beberapa yang tertulis 'cold' dan ada yang tidak. Qiyya menunduk untuk mengisi botol kosong yang telah dia sediakan dari hotel.

Setelah selesai dia dan Kartika kemudian berjalan menuju tempat sholat, seluruh karpet yang berada di area itu berwarna merah. Kemudian di setiap tiang yang menyangga bangunan itu terdapat beberapa tumpukan mushaf AlQur'an yang bisa dibaca oleh para jamaah sambil mengisi waktu menunggu panggilan sholat wajib tiba.

Menunaikan 2 rokaat sholat takhiatul masjid, tidak lupa 2 rokaat sholat tahajud dan juga 4 rokaat sholat tasbih yang diakhiri dengan 3 rokaat sholat witir. Qiyya dan Kartika melakukan semuanya secara munfarid.

Mengapa? Karena memang sholat sunnah itu tidak dilakukan secara berjamaah. Kecuali sholat sunnah setelah menikah, sholat tarawih, sholat Eid, sholat Istisqa, dan sholat Gerhana. Sama halnya dengan dzikir setelah sholat juga dilakukan secara sendiri tidak berjamaah.

Riwayat yang ditulis oleh Muslim dari Anas, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari shalat mengimami kami. Setelah selesai shalat beliau menghadapkan wajahnya kepada kami lalu bersabda, "Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imam (shalat) kamu, maka janganlah kamu mendahuluiku dengan ruku', sujud, berdiri, atau salam!"

Ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam berdoa setelah shalat adalah dengan sendiri-sendiri, seperti yang termaktub dalam hadits. Dari al-Bara', dia berkata, "Kami (para Sahabat) dahulu, jika melakukan shalat di belakang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , kami suka berada disebelah kanan beliau, karena beliau akan menghadapkan wajahnya kepada kami". Al-Bara' juga berkata, Aku pernah mendengar beliau berdoa, 'Wahai Rabb-ku, jagalah aku dari siksa-Mu pada hari Engkau akan membangkitkan atau mengumpulkan hamba-hamba-Mu'. Dan Allah azza Wa Jalla telah memerintahkan bahwa kita berdzikir dengan suara yang tidak keras itu dijelaskan dalam AlQur'an surat Al-A'raaf ayat 55 dan 205.

Adzan kedua mulai dikumandangkan pertanda waktu telah memasuki shubuh. Dua rokaat qobliah subuh didirikan segera oleh Qiyya dan Kartika. Sampai akhirnya iqomah dan semua jamaah berdiri untuk melaksanakan panggilan Allahu Rabb.

Imam membacakan takbiratul ikram dan kemudian diam sesaat dan membaca surat AlFatihah dengan langsung mengucapkan alhamdulilahirobbil alamiin tanpa dengan bacaan bismillah di depannya secara jahr atau nyaring.

Dari cacatan Muslim meriwayatkan bahwa Aisyah pernah berkata berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membuka shalatnya dengan takbir lalu membaca alhamdulillahi robbil 'alamin."

Kemudian Anas juga berkata, "Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, juga bersama Abu Bakr, Umar dan Utsman, aku tidak pernah mendengar salah seorang dari mereka membaca 'bismillahir rahmanir rahiim'."

Surat pendek yang dibaca setelah AlFatihah subuh ini adalah surat favorit Qiyya yaitu surah ArRahman. Tujuh puluh Delapan ayat itu dibagi menjadi 2 rokaat.

Seusai salam, sang imam mengumandangkan takbiratul ikram kembali. Ya di sana selalu dilakukan sholat ghaib ba'da sholat fardhu setiap harinya.

"Alhamdulillah, cara sholat kita sama persis seperti yang dilakukan disini ya, Bu." Kata Qiyya kepada Kartika.

"Iya. Selama kita berpegang teguh dengan AlQur'an dan AlHadist ya akan sama. Makanya kita mengaji keduanya supaya tidak melakukan bid'ah. Karena bid'ah itu ya neraka balasannya. Sepertinya khusyu' tetapi kalau bid'ah, tidak pernah dicontohkan oleh nabi Muhammad SaW ya akhir ya tetap neraka."

Sebelum kembali ke mahtab sengaja Qiyya dan keluarganya menunggu di pelataran masjid Nabawi untuk melihat payung raksasa di sekeliling masjid itu mengembang.

"Mashaallah, bagus ya Bun. Di Indonesia tidak ada seperti ini." Kata Hanif ketika payung mulai membuka.

"Iya, belum ada yang sebagus ini namun ada beberapa masjid yang membuat miniaturnya mirip seperti ini." Jawab Qiyya.

Kini keenamnya telah berada di ruang makan, untuk melakukan sarapan bersama. Subuh di Madinah memang jam 05.15 sehingga selepas dari masjid langsung sarapan.

"Bunda, nasinya besar-besar ya?" tanya Hafizh disambut tawa oleh Kartika.

"Iya Dek, berbeda dengan di Indonesia. Tapi rasanya ya sama saja. Makan yang banyak, di sini ibadahnya memerlukan fisik yang sehat, kalau nggak makan nanti akan lemes." Kata Abdullah.

"Nanti habis sholat dhuhur ikut bunda ya ke tugu jam di depan pintu 22. Kita kasih makan burung dara di sana. Kalian mau?"

"Mau." Jawab Hafizh.

"Mau Bunda, mau." Kata Hanif.

"Eh Bunda tadi kita sholat subuhnya di karpet hijau loh. Kata daddy itu yang disebut rawdhah atau taman surga ya?" cerita Hanif.

"Bisa berempat tadi sholat di sana?"

"Iya, tapi tadi adik dan daddy di karpet hijau agak belakang mas Hanif dan akung bisa di tengah. Mas Hanif tadi berdoa semoga kita semua selalu sehat terus semoga ada adek bayi di perut bunda." Lanjut Hanif antusias sambil menghabiskan sarapannya.

"Aamiin." Kata Qiyya mencium putranya.

Sesuai janjinya, seusai sholat dhuhur Qiyya dan keluarganya bersama ayah dan ibunya juga berjalan menuju tugu jam di depan pintu 22.

Di sana mereka memberikan makan burung merpati. Hanif dan Hafizh sangat gembira melakukan itu. Seperti tidak ada rasa lelah dari mereka padahal semalam mereka hanya tidur tidak lebih hanya 4 jam saja.

"Sayang mau belanja sama ibu? Kemarin kan bawa pakaian cuma tiga potong saja sekalian belikan mas, ayah dan anak-anak juga." Tanya Ibnu.

"Nanti sajalah Mas, disini juga masih ada 3 hari ke depan sekalian nanti beli oleh-olehnya di sini saja. Yang dipakai hari ini sama besok kan masih ada. Kata ibu malah cuci kering pakai saja Qi, biar nggak berat bawanya."

"Ya sudah, kita balik yuk ke mahtab, waktunya makan siang." Ajak Ibnu.

Empat hari berada di Madinah masih terasa kurang, melakukan ziarah ke masjid Quba', jabal Uhud-masih ingat dengan perang uhud? Di gunung inilah terdapat 70 makam para syuhada. Masjid Qiblatain yaitu masjid yang dipakai sholat oleh nabi ketika malaikat menyampaikan wahyu untuk mengubah qiblat ke ka'bah, Masjid tujuh dan tentu saja ke kebun korma.

Qiyya kini telah bersiap merapikan kopernya dibantu oleh Ibnu. Pakaian dan oleh-oleh semua telah dibeli di Madinah, termasuk penukaran mata uang riyal.

Setelah melaksanakan sholat dhuhur yang dijama' dengan sholat asar dan makan siang. Abdullah, Ibnu dan kedua anaknya kini berganti dengan pakaian ikhram. Sedangkan Qiyya dan Kartika memakai pakaian polos berwarna hitam.

Kemudian bersama rombongan mereka bergerak meninggalkan Madinah menuju Mekkah. Sekitar 15 menit perjalanan sampailah mereka di Masjid Miqot Dzul Hulaifah atau lebih terkenal dengan sebutan Bir Ali.

Sholat dua rokaat kemudian mengucapkan niat umroh untuk mereka.

"Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wanni'mata laka wal mulka laa syariika laka."

Perjalanan kurang lebih 4,5 jam telah mengantarkan mereka ke Mekkah kini. Sampai di Mekkah, mereka mendapatkan makhtab di pelataran Masjidil Haram. Hotel mereka berada di tower jam Abraj Al-Bait dekat dengan pintu 72 Masjidil Haram.

"Assalamualaikum Bapak, Ibu semuanya, perkenalkan saya Hasan, mutowif untuk rombongan bapak ibu semuanya. Tolong nanti semuanya tetap dalam rombongan ya supaya tidak terpencar. Atau bapak ibu yang sudah pernah menjalankan ibadah umroh sebelumnya dan ingin berpencar dari rombongan tolong untuk memberikan info kepada saya." Kata Hasan memulai memberikan bimbingannya.

Karena ini adalah ibadah pertama untuk Ibnu dan juga keluarganya, dia mengikuti rombongan yang dipimpin mutowif Hasan.

Setelah melaksanakan sholat maghrib dan sekaligus sholat isya yang dijama'. Rombongan menuju lantai dasar. Di sanalah mereka akan melakukan thowaf.

"Bismillahuallahuakbar," tangan kanan melambai di garis lampu warna hijau semua menoleh ke kiri yaitu ke hajar aswat berjalan bersama ratusan jamaah yang sama melakukan thowaf sambil membaca "Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar, walaa haula walaa quwwata illa billaah," berulang-ulang sampai dengan rukun yaman mengangkat tangan kanan kembali untuk isyarat dan dilanjutkan dengan berdoa "Robana aatina fidunyaa hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa adzaa bannaar." Sampai dengan hajar aswat dan kembali seperti sebelumnya sampai dengan 7 kali putaran.

"Kamu nggak papa Sayang, capek kakinya?" tanya Ibnu kepada Qiyya.

"Iya Mas, tapi luar biasa nikmatnya. Subhanallah. Nanti sampai hotel dipijit bentar sama zam-zam pasti sembuh."

Ibnu kini menggendong Hafizh, karena anak itu sudah tidak kuat lagi berjalan.

"Sayang, kalau tidak sedang melaksanakan umroh. Niqobnya dipakai lagi ya, mas nggak mau pria di sini memandang kamu dengan tatapan lapar." Perintah Ibnu.

"Iya Mas."

Melakukan ibadah bersama orang-orang yang kita cintai itu sungguh sangat menyenangkan. Meskipun berat namun tidak akan terasa berat, seperti Hafizh misalnya meskipun setelah umroh selalu merasa kecapekan namun setelah istirahat sebentar dia selalu bersemangat kembali untuk kembali ke Masjidil Haram untuk melaksanakan panggilan Illahi Rabb.

Pagi ini Qiyya ingin sekali membeli susu di bin dawood sedangkan Hanif dari kemarin minta untuk dibelikan Al Baik.

"Bunda beli Al Baik ya habis dari bin dawood. Mas pengen mencoba." Pinta Hanif.

"Iya Sayang."

Melihat Hanif yang memakan makanannya dengan lahap Qiyya akhirnya bermaksud untuk mencobanya. Namun secepat kilat Ibnu melarang Qiyya memakannya.

"Sayang jangan makan junkfood dulu ya. Baru juga sembuh. Lihat mas Hanif saja biar nanti dia cerita bagaimana rasanya."

"Ah mas Ibnu nggak seru, Qiyya pengen sedikit saja loh masa nggak dibolehin?"

"Nanti malam saja ngerasainnya bersama Mas."

"Ishhhhh."

Hingga akhirnya malam terakhir dilalui mereka di Mekkah karena keesokan harinya mereka harus bertolak ke Indonesia. Rangkaian Ibadah mereka telah selesai selama 13 hari.

Malam ini Qiyya sedang sibuk membereskan koper yang akan dibawa pulang. Kedua anaknya telah terlelap karena capeknya. Hari ini mereka melaksanakan umroh terakhir. Selama 9 hari di kota Mekkah Ibnu dan keluarganya melaksanakan 8 kali umroh. Tiga kali umroh dengan rombongan kemudian 5 kalinya dilaksanakan sendiri dengan mengambil miqot paling dekat yaitu di masjid Al Aisya Tan'im Mekkah. Bahkan Ibnu dan Qiyya berhasil mengecup hajar aswat dan berdoa di Multazam.

"Sudah selesai ya?"

"Sudah Mas, alhamdulillah besok kita tinggal thowaf wada' ya. Ambilnya menjelang sholat dhuhur saja biar kita masih bisa sholat dhuhur di Masjidil Haram."

"Iya tapi sekarang ibadah sama mas dulu ya?"

Ibnu segera mengucapkan doa sakralnya kemudian mendatangi Qiyya dan beribadahlah mereka berdua disaksikan seluruh malaikat yang kini sedang bertasbih bersama mereka. Ya, mereka beribadah bersama di bumi dalam naungan sayap-sayap malaikat Allah.

"Alhamdulillah, semoga titipan Mas dijadikan Allah untuk kebaikan kita ya Sayang."

"Aamiin."

"Mas...."

"Hmmmm."

"Kurangggg." Kata Qiyya menggoda suaminya.

Ibnu dan Qiyya kini telah menyempurnakan ibadahnya. Menyelesaikan thowaf wada' dan segera kembali ke ke makhtab untuk bersiap menuju Jeddah.

Bandara King Abdulaziz kini menjadi saksi telah sempurnanya ibadah umroh para jamaah. Mengantarkan mereka untuk kembali ke tanah air masing-masing.

Abdullah, Ibnu, Hanif dan Hafizh telah memangkas habis rambutnya setelah umroh terakhir kemarin. Mereka meyakini bahwa berapa banyak rambut yang jatuh dipotong itulah pahala yang akan mereka dapatkan.

Pesawat Saudia telah mengudara dan mengantarkan rombongan untuk kembali dari Bandara Internasional King Abdulaziz Jeddah menuju Bandara Internasional Juanda Surabaya.

--- 📌🍃____✂ ---

Tetap, jadikanlah Alqur'an sebagai bacaan utama

Happy Reading 👨‍💻👩‍💻

Sukron, jazakhumullah khair

to be continued



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top