17# Lomba Memasak

_work hard in silence, let your success be your noise = bekerjalah tanpa suara, dan biarkan kesuksesan Anda yang berbunyi nyaring_

🌼🌼🌼

Pagi ini adalah hari keempat Ibnu menginap di rumah sakit. Selama itu pula kedua anaknya menginap di rumah Qiyya. Kondisi Ibnu sudah jauh lebih baik dari hari pertama datang. Pagi ini dia sudah diperbolehkan makan nasi tim halus, tidak lagi makan bubur seperti kemarin.

Qiyya dan Hanif pagi ini juga sudah siap dengan seragam untuk lomba. Karena pihak sekolah mewajibkan siswanya memakai seragam sehingga Qiyya memilih gamisnya yang match dengan warna seragam Hanif.

Hafizh pun dengan senang hati membantu memasukkan beberapa peralatan yang dibutuhkan kedalam mobil. Kemarin Hanif berkata, bahwa dia menjadi salah satu peserta yang dilombakan antar kelas. Jadi H-1 sebelum lomba, pihak sekolah mengadakan undian kepada siswa siswinya. Tiga orang dipilih melalui undian itu untuk mewakili kelas lomba dengan kelas-kelas yang lain. Bagi yang namanya tidak jatuh dari undian itu tetap ikut lomba tetapi hanya antar siswa sekelas.

Aira masih bersikap sama kepada Qiyya. Diam dan membisu, bahkan ogah-ogahan menjawab beberapa pertanyaan dari Hanif dan Hafizh. Bukan tidak ingin mengetahui atau menjelaskan sesuatu, karena memang Qiyya merasa tidak membuat suatu kesalahan apa pun kepada Aira. Dan Qiyya tahu, Aira itu tipe orang yang selalu berontak jika diberikan penjelasan yang tidak sesuai dengan perkiraan awalnya.

Qiyya mendiamkannya juga karena dia memberikan ruang untuk adiknya itu berpikir. Apa yang membuatnya jengkel kepada kakaknya benar atau salah. Qiyya pasti akan menjelaskan jika dibutuhkan tetapi tidak sekarang, saat Aira masih apatis dengan dirinya.

Ibnu kini sedang membujuk dokter Erik. Meminta izin untuk bisa pulang dengan alasan anaknya akan mengikuti lomba di sekolah. "Ayolah Rik, please. Aku pasti akan istirahat setelahnya. Diizinkan ya." Pinta Ibnu lewat telepon.

"Repot emang kalau pasien kita bertitel dokter itu. Banyak rewelnya, seperti kamu." Gurau dokter Erik.

"Aku nggak mau anakku kecewa."

"Tapi ingat, kamu tetep wajib lapor padaku. Aku nggak mau tiba-tiba ntar dapat tuntutan dari wali pasien jika kamu kenapa-kenapa." Pesan dokter Erik.

Akhirnya Ibnu diperbolehkan pulang oleh rumah sakit dengan rekomendasi dari dokter Erik. Pak Ujang telah dihubungi oleh Ibnu, untuk menjemput dan membawakan pakaian casual dan celana jeans dari lemarinya.

Di sekolah Hanif telah ramai oleh siswa dan para Bunda. Tidak mau menunda waktu, Bu Zulaikha naik ke podium untuk memberikan sambutan.

"Anak-anak yang berbahagia dan para bunda yang saya hormati. Dengan ini secara resmi lomba memasak dalam rangka memperingati hari ibu saya buka." Kata bu Zul menutup pidatonya dengan mengetuk microphone 3 kali. "Keputusan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat." Tambahnya lagi kemudian mengucapkan salam dan turun dari podium.

Pembawa acara segera mengumumkan lokasi dan membagikan nomor dada kepada siswa dan Bunda. Kali ini Hanif dan Qiyya akan berlomba di lapangan basket yang telah disulap dengan memberikan tenda di atasnya sebagai pelindung dari sinar matahari dan hujan.

Hanif mendapat nomor 8. Dengan gesit, Qiyya memakaikan apron celemek dan topi warna merah kepada Hanif yang terbordir nama Hanif di celemek dan topinya setelahnya baru dia memakai untuk dirinya sendiri. Ternyata di sana hanya Hanif dan Qiyya yang memakai pakaian ala chef seperti itu sehingga dari jauh terlihat paling berbeda sendiri.

Ibnu telah berada di sekolah Hanif, pak Ujang diminta untuk kembali ke rumah. Hafizh yang sedari tadi mengekor Qiyya menyiapkan peralatan lomba dari mobil menuju meja demo, melihat sekelebat daddynya.

"Bunda, sepertinya daddy ada di sini." Ucap Hafizh kepada Qiyya.

"Masa? Daddy kan di rumah sakit." Jawab Qiyya.

"Iya mungkin adik salah lihat, Bunda."

"Adik kalau capek, duduk di deket meja demo bunda aja ya. Biar Bunda nggak bingung nyariinnya ntar." Ucap Qiyya.

Hafizh mengangguk mengerti. Ibnu yang telah mengetahui kedua anaknya dan juga Qiyya hanya memperhatikan dari jauh. Berdiri tidak jauh dari beberapa wanita yang sedang bergerombol membicarakan sesuatu.

Ah, wanita macam emak-emak memang paling suka ngobrol ke sana ke sini, pikirnya. Namun ada sebuah pernyataan sedikit mengusik telinganya.

"Jeng, tau nggak sih itu loh yang pake celemek dan topi koki itu. Itu kan janda anaknya Pak Abdullah pemilik toko sembako Al Berkah Mart deket pasar besar."

"Yang mana si?"

"Itu yang pake gamis hijau, pake celemek sama topi merah."

"Kenapa emangnya dia?"

"Gayanya aja sok syar'i. Padahal dia kan janda kok bisa si ikut lomba, wong dia dicerai sama mantan suaminya aja gara-gara ngga bisa kasih keturunan. Kayaknya sekolah nggak bener ini."

"Loh iya ta?"

Lama-lama telinga Ibnu jadi panas mendengar percakapan ibu-ibu itu. Sebenarnya yang bisa dibilang sok syar'i itu Qiyya atau ibu-ibu itu. Akhirnya Ibnu memutuskan untuk mendekati Qiyya dan juga kedua anaknya.

"Daddy__" Hanif yang melihat dulu langsung berlari mendekati Ibnu. Hafizh juga ikutan kakaknya berlari mendekati daddynya. "Daddy sudah sembuh?" tanya Hafizh ketika berada di gendongan Ibnu dengan telapak tangannya diletakkan di kening Ibnu.

"Sudah dong. Yang jelas daddy di sini mau lihat bunda dan mas Hanif lomba memasak. Adik temani daddy duduk di sana ya, nanti kalau sudah mulai kita semangati mas Hanif." Kata Ibnu.

Lengkap sudah rasa bahagia Hanif. Ikut lomba didampingi Qiyya dan disaksikan langsung oleh daddy tercintanya. Dan lomba memasak pun dimulai, waktu yang disediakan adalah 90 menit. Peserta wajib mengolah telor dan tempe menjadi masakan yang enak.

Qiyya dengan cekatan memulai memasak. Hanif yang sudah pernah mencoba memasak bersama Qiyya bisa mengimbangi kemauan Qiyya. Kali ini menu mereka adalah balado telur buncis, tempe kemul khas Wonosobo dan juga teh pokak sebagai pelengkapnya.

Ibnu memangku Hafizh menyaksikan kelihaian Qiyya seperti benar-benar ala chef yang disiarkan di stasiun TV nasional. Tanpa banyak bicara, Qiyya menginstruksikan beberapa kepada Hanif untuk dikerjakan.

Beberapa kali Ibnu berdiri bersama Hafizh untuk memberikan semangat untuk Qiyya dan Hanif. Melihat tingkah Ibnu dan Hafizh, Qiyya tersenyum geli. Orang lain yang melihat pasti akan merasa bahwa mereka adalah satu keluarga yang kompak dan sempurna.

Sembilan puluh menit telah berlalu. Dua masakan dan satu minuman ala Qiyya dan Hanif telah disajikan di piring dan gelas saji serta siap untuk dinilai oleh dewan juri. Kini Qiyya sedang membereskan peralatan yang telah dipakainya lomba tadi untuk dimasukkan ke dalam mobil. Ibnu bermaksud untuk membantu namun ditolak oleh Qiyya dengan alasan, muka Ibnu masih pucat. Tidak ingin disalahkan jika terjadi sesuatu dengan Ibnu, Qiyya memintanya tetap duduk bersama Hanif dan Hafizh.

"No!! just sit there, and I will do it alone." Kata Qiyya sedikit keras sehingga seorang ibu di sebelahnya yang kira-kira usianya 10 tahunan di atasnya mendengar ucapan Qiyya.

"Ada apa Bunda?" tanyanya.

"Nggak apa-apa Bu, hanya daddynya anak-anak bermaksud membantu membawa barang-barang ke mobil, saya melarang karena hari ini baru saja keluar dari rumah sakit." Jelas Qiyya.

"Owhhh, iya ya. Maaf lo, mukanya juga masih pucat."

"Maka dari itu, saya tidak mengizinkan." Kata Qiyya.

"Ih, kalian ya pasangan muda yang perhatian dan romantis. Baru sembuh sakit disempat-sempatin ke sini untuk melihat bunda dan anak ikut lomba memasak. Jadi ingat sama ayahnya anak-anak di rumah. Tadi saya minta diantar tapi dianya nggak mau, eh ini lihat keluarga komplit jadi iri saya." Cerita si ibu itu lagi.

Qiyya hanya tersenyum mendengar sesi curhat dari ibu di sebelahnya. Setelahnya dia permisi untuk membawa beberapa panci dan yang lainnya ke mobil. Ibnu tersenyum kecil mendengar pembicaraan Qiyya dengan wanita di sebelahnya.

Selesai memasukkan barangnya di mobil, Qiyya segera bergabung dengan Ibnu dan kedua anaknya. Duduk di samping Hanif dan menunggu pengumuman pemenang dari dewan juri.

"Eh mumpung Bunda dan Mas Hanif masih memakai apron celemek dan topi koki, kita wefie yukkkk." Ajak Ibnu sambil mengeluarkan gawai dari saku celananya. Berempat mereka berpose berbagai gaya. Hafizh terkikik lucu melihat foto-foto yang ada di galeri gawai Ibnu.

"Mas, ini lagi ngantuk ya kok matanya merem?" tanyanya meledek Hanif.

Hanif yang tidak terima diledekin adiknya langsung memasang muka cemberut dan menggelitiki Hafizh sehingga Hafizh menggeliat karena kegelian.

Ibnu dan Qiyya memperhatikan polah tingkah kedua bocah itu dengan senyuman mengembang. Mereka baru berhenti setelah pembawa acara meminta perhatian untuk mengumumkan pemenang lomba memasak.

"Mohon perhatian kepada semuanya. Pengumuman pemenang lomba memasak akan segera dimulai. Mohon untuk tenang dan inilah keputusan dewan juri lomba memasak dalam rangka peringatan hari Ibu dimenangkan oleh__"

Suara gemuruh tiba-tiba berubah menjadi hening seketika.

"Dewan juri yang terhormat silakan untuk mengumumkan dan menyampaikan beberapa alasan mengapa peserta tersebut harus dimenangkan." Kata pembawa acara memberikan mandat kepada dewan juri.

Tiga orang dewan juri berjalan menaiki panggung untuk mengumumkan pemenang lomba.

"Semuanya enak, semuanya lezat, namun tentunya karena ini adalah lomba, kami harus memilih 3 diantara yang enak-enak, yang lezat-lezat untuk menjadi juaranya. Selain dinilai dari rasa kami juga menilai cara penyajian dan keserasian menunya." Kata salah satu diantaranya.

"Dari hasil penilaian dan diskusi kami, dengan ini kami memutuskan untuk memilih juara 3 diterima oleh__peserta nomer 12 dengan nama ananda Asmizia Nur Falah dan Bunda dari kelas IV B, dengan menu telor dadar sambal balacan dan orek tempe gejrot___" pengumuman pertama dari dewan juri kemudian dilanjutkan alasan mengapa menu tersebut menang.

"Juara 2 diterima oleh___peserta nomor 8 dengan nama ananda Hanif Maliki Asy Syafiq dan Bunda dari kelas I A dengan menu balado telor buncis, tempe kemul dan teh pokak____" pengumuman kedua dari dewan juri yang disambut ucapan hamdalah dari Qiyya, Ibnu dan kedua anaknya.

"Bunda kita dapat nomor 2 ya, Yeaayyy." Kata Hanif girang. Qiyya tersenyum mengangguk mendengar pertanyaan Hanif. Ibnu juga tersenyum sumringah kemudian mengucapkan selamat kepada Hanif dengan mengecup pucuk kepala anak pertamanya.

"Kepada para pemenang bersama bunda silakan ke atas panggung untuk menerima hadiah." Kata pembawa acara.

Hanif segera berdiri sambil menarik tangan kanan Qiyya untuk mengikutinya ke panggung. Ibnu telah bersiap dengan camera HPnya untuk mengabadikan moment istimewa itu.

Tepuk tangan riuh rendah saat piala diserahkan kepada para pemenang. Suasana kembali gemuruh karena memang kebanyakan para ibu-ibu sehingga gemanya bisa jadi 2 kali lipat dibandingkan dengan bapak-bapak.

Dewan guru bersama dewan juri menyaksikan penyerahan hadiah itu dengan penuh suka cita. Sesi foto dipersilakan setelahnya. Ibnu yang sibuk membidikkan camera gawainya tidak luput dari perhatian Bu Zulaikha-kepala sekolah Hanif.

"Pak Ibnu, ayahnya Hanif?" sapa Zulaikha.

"Iya Bu, saya." Jawab Ibnu.

"Silakan Pak, bisa foto bersama Hanif dan bunda Qiyya, biar saya ambilkan fotonya." Tawar Zulaikha.

"Jadi merepotkan ini, Bu."

"Nggak papa, nggak setiap hari juga loh ada acara seperti ini sayang kalau tidak diabadikan moment istimewanya." Ucap Zulaikha lagi.

"Baiklah, minta tolong ya Bu. Terima kasih sebelumnya." Ibnu menyerahkan gawainya kemudian menggendong Hafizh untuk naik ke panggung.

Qiyya memegang hadiah yang dibungkus, berdiri di ujung kiri. Hanif memegang board bertuliskan Rp. 300.000,- di tengah dan Hafizh yang berada di gendongan Ibnu memegang piala di ujung paling kanan.

Bu Zulaikha memberikan ucapan kepada Hanif setelah mengembalikan gawai kepada Ibnu. Hanif tersenyum Bahagia.

"Hanif, dipersiapkan juga ya untuk lomba pidato Bahasa Inggrisnya hari Selasa depan di Malang. Kurang 4 hari lagi. Semoga Hanif bisa menang dan mengharumkan nama sekolah ya." Kata Zulaikha. Hanif mengangguk mengiyakan ucapan kepala sekolahnya.

"Terima kasih Bunda Qiyya, telah mengembalikan rasa percaya diri Hanif. Dan untuk Pak Ibnu saya minta maaf kalau kemarin saya langsung menghubungi bunda Qiyya untuk membicarakan masalah Hanif."

"Oh tidak masalah Bu Zul, saya atau pun Qiyya sama saja. Soalnya biasanya saya memang tidak bisa selalu on hand HP terus. Maklumlah termasuk artis di rumah sakit jadi yaa___" Jawab Ibnu berkelakar.

"Jadi untuk Selasa depan bagaimana Bunda, berangkat dengan sekolah atau___" tanya Zulaikha.

"Kami akan berangkat sendiri Bu, saya dan Qiyya yang akan mengantarkan Hanif dan mungkin Hafizh juga pasti akan ikut karena jika tidak diajak bisa jadi ngambek lebih lama." Jawab Ibnu memastikan.

Qiyya memandang Ibnu sekilas kemudian berkata, "Mas__"

"Nggak papa Qi, aku juga ingin melihat anakku mewakili sekolah untuk berpidato. Kita sama pak Ujang nanti biar kamu tidak khawatir." Kata Ibnu akhirnya.

Bu Zulaikha akhirnya pamit meninggalkan mereka untuk melanjutkan pekerjaannya kembali.

"Daddy punya hadiah buat bunda Qiyya dan mas Hanif. Ayo kita ke mobil. Adik jalan sendiri ya, daddy masih sedikit lemes." Kata Ibnu dan Hafizh melorot dari gendongan Ibnu untuk berjalan sendiri setelahnya.

"Kontak mobilnya mana Qi, biar aku yang setir." Pinta Ibnu.

"Enggak, kali ini biarkan Qiyya yang setir. Mas Ibnu belum sembuh bener pasti itu tadi minta pulang paksa dengan dokter Erik." Jawab Qiyya menolak.

"Ah kamu tau aja."

Mobil Honda Jazz merah meninggalkan jalan Sultan Agung menuju Jl Merdeka kota Blitar. Ibnu mengajak anak-anak ke Blitar Square. Mengabulkan permintaan Hanif untuk mengajaknya bermain di time zone sebagai hadiah atas kemenangan lomba memasaknya.

"Dad, Mas Hanif kan dapat hadiah main di time zone. Bunda Qiyya hadiahnya apa?" tanya Hanif kepada daddynya ketika Qiyya sedang sibuk memarkirkan mobil di basement Blitar Square.

"Hhhhmmmmm, bunda hadiahnya apa ya?" Ibnu berpikir di depan anak-anaknya. "Bunda menemani daddy nyoklat aja sambil nungguin kalian selesai bermain."

"Oh come on, that's not a reward, Dad. It's just like a punishment." Ucap Hanif.

"Bundanya mau kok mas Hanif yang sewot." Kata Ibnu menimpali.

"Bukan sewot Dad, tapi itu nggak adil buat bunda." Kata Hanif lagi.

Qiyya tersenyum kemudian melerai pertengkaran antara ayah dan anak itu. Setelah membelikan tiket untuk Hanif dan Hafizh Ibnu mengajak Qiyya menuju salah satu counter makan yang berada tidak jauh dari arena time zone itu.

"Mau makan atau minum apa Qi?"

"Samain saja Mas." Jawab Qiyya.

Ibnu duduk dihadapan Qiyya. Tidak terlalu dekat namun juga tidak terlalu jauh. "Sesuai janjiku, aku akan memberimu hadiah." Kata Ibnu mengawali percakapannya.

"Traktir makan maksud Mas?" tanya Qiyya masih dengan pandangan tertunduk.

"Salah satunya."

"Hmmmmm, salah duanya?" tanya Qiyya kembali.

"Salah dua dapat 80 dong nanti." Kekeh Ibnu.

Suasana menjadi hening karena baik Ibnu maupun Qiyya tidak ada yang berinisiatif untuk berbicara. Sambil menunggu pesanan makanan mereka datang. Qiyya membuka layar gawainya dan memutar lirih murottal AlQur'an yang terdapat disana. Surat ArRahman telah didengarkannya bersama Ibnu dalam diam. Hingga makanan datang dan Ibnu membuka percakapan kembali.

"Mengenai permintaan Hanif di Restoran fastfood kemarin Qi___" kata Ibnu. Qiyya tersentak seketika mendengar ucapan Ibnu yang sarat makna itu.

"Apa ya Mas?" tanya Qiyya pura-pura lupa.

"Saat Hanif memintamu menjadi bunda beneran untuknya___" jawab Ibnu menggantung.

'Jangan katakan sekarang Mas, aku belum siap mendengarnya. Biarkan aku menghabiskan makanan di hadapanku ini sebelum mubadzir. Karena jika sesuatu terucap yang berbanding terbalik dengan inginku pasti makanan di depanku ini tidak akan tersentuh' ucap Qiyya dalam hati.

"Hmm, darimana ya aku memulainya?" tanya Ibnu bingung.

"Kita selesaikan makan dulu Mas baru bicara setelahnya." Ajak Qiyya.

Makan dalam keadaan penuh tanda tanya adalah sesuatu yang tidak mengenakkan. Rasa lezat bisa jadi berubah menjadi hambar. "Terkait dengan permintaan Hanif itu Qi." Ulang Ibnu setelah selesai makannya. "Benar kamu mau seperti janjimu kala itu?" tanya Ibnu pelan.

"Maksud Mas, janjiku?"

"Kamu mau menjadi bunda yang sesungguhnya untuk Hanif dan Hafizh?" tanya Ibnu menatap lekat wanita di hadapannya.

"Mas__"

"Permintaan Hanif, kata-kata ayah pagi itu saat aku awal opname, dan tadi pagi aku dengar ibu-ibu bergosip ria tentang kamu. Kamu tahu statusku sekarang, duda dua anak, dan aku tahu kamu juga single sekarang." Ibnu diam beberapa saat kemudian melanjutkan ucapannya.

"Ini bukanlah penawaran tapi lebih tepatnya permintaan. Pantaskah aku jika aku juga menginginkan seperti yang diinginkan Hanif waktu di restoran fastfood itu?" tanya Ibnu.

Qiyya terdiam mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Ibnu. "Yakinlah, aku sudah memikirkan dan mendiskusikan lebih jauh dengan Allahu Rabb. Memilihmu bukan tanpa alasan, menikahiku itu pasti harus siap dengan paket lengkapku yaitu Hanif dan Hafizh. Mereka tidak pernah dekat dengan wanita kecuali kamu Qiyya dan aku memilihmu karena kamu selalu menjaga pandanganmu, tingkah lakumu, dan juga tutur katamu dengan lawan jenis. Bolehkah aku yang masih jauh dari sempurna ini bisa bersanding denganmu?"

"Mas, aku___"

"Will you marry me, Adz Qiyyara Zaffran?" kata Ibnu dengan mengeluarkan kotak merah dari dalam saku celananya.

Qiyya membuka kotak merah di depannya itu. Ternyata isinya sebuah cincin yang di atasnya bertahtakan permata biru yang sangat cantik.

"Aku tidak ingin kamu tergesa menjawabnya, diskusikan juga dengan Allah. Hari Selasa kita akan mengantar Hanif ke Malang. Jika cincin itu kamu pakai berarti aku bisa mengartikan bahwa kamu menerima khitbahku, jika tidak berarti kamu menolaknya." Kata Ibnu. Qiyya menimbang-nimbang benda kotak berwarna merah itu sebelum memasukkan ke dalam tas selempangnya.

"Inshaallah aku akan memberikan jawabannya hari selasa, Mas." Jawab Qiyya tegas. Namun belum sampai Qiyya memasukkan benda itu kedalam tas. Hanif telah mengetahuinya.

"Jadi ini ya Dad, hadiah buat bunda?"

Ibnu mengangguk kemudian berkata sama Hanif, "doakan bunda Qiyya mau memakai pemberian daddy ya Mas."

"Memang daddy memberikan apa sampai bunda tidak mau memakainya?"

--- 📌🍃____✂ ---


Tetap, jadikanlah Alqur'an sebagai bacaan utama

Happy Reading 👨‍💻👩‍💻

Sukron, jazakhumullah khair

to be continued

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top