13# Cemburu
_jika cemburu itu tak selalu tandanya sayang, lalu apa kabar hati ketika melihatnya bersama orang lain seperti ada pisau yang menghujam?_
🌼🌼🌼
Pagi ini adalah pagi pertama Abdullah di rumahnya setelah pulang dari rumah sakit. Dokter Sandrino berpesan untuk tetap menjaga pola makan dan dilarang untuk berpikir terlalu berat. Kartika memasak begitu istimewa pagi ini. Ada uceng balado khas masakan Blitar yang rasanya sangat menggigit di lidah, ayam bumbu lodho yang lengkap dengan urap kenikir, sop sehat untuk Abdullah dan juga buah apel dan berry.
Qiyya yang baru saja sampai di rumah dengan Zurra dari jamaah sholat subuh sekaligus mendengarkan nasihat subuh setelahnya. Biasanya keluarga Abdullah sangat rutin melaksanakan jamaah subuh di masjid dan mendengarkan nasihat subuh setelahnya, namun karena Abdullah baru sembuh dari sakitnya, maka hanya Zurra, Qiyya dan Aira yang melaksanakan kebiasaan itu. Aira sedang berhalangan, sehingga hanya Qiyya dan Zurra yang ke masjid subuh hari ini.
"Nasihatnya masalah apa Nduk?" tanya Kartika sambil memasukkan beberapa makanan ke dalam rantang.
"Tingkatan bersyukur Bu. Intinya apa pun keadaan dan kondisi kita diwajibkan untuk selalu bersyukur." Jawab Qiyya.
Sejenak Qiyya terheran karena pagi ini ibunya memasak sangat berlebihan. Dahinya mengernyit mengingat semalam dia masih mengurungkan niatnya untuk berbicara dengan ibunya perihal ta'aruf ustad Wildan karena Abdullah meminta Kartika terus berada di sisinya ketika istirahat. Entahlah, Qiyya merasa jika semalam ayahnya bertingkah sangat manja kepada ibunya.
"Ibu memasak banyak bukan berarti hari ini rumah kita akan kedatangan tamu kan?" tanya Qiyya.
"Tidak cah ayu, ibu mau buatin sarapan untuk dr. Ibnu dan dr. Sandrino." Jawab Kartika.
"Oughhhhhh__" lenguhan panjang dari bibir Qiyya mengetahui maksud ibunya. Pasti ini adalah ungkapan terima kasih sang ibu kepada kedua dokter tersebut.
"Sekalian sama teman-teman Aira co ass, makanya masaknya agak banyakan dari biasanya." Terang Kartika menambahkan.
"Bu, sebenarnya ada yang ingin Qiyya sampaikan kepada Ibu." Kata Qiyya.
"Masalah apa?" tanya Kartika menghentikan aktivitasnya.
"Biar Qiyya mengantar makanan ini ke rumah sakit, baru setelahnya Qiyya berbicara dengan ibu." Kata Qiyya.
"Biar dibawa Aira saja hari ini pakai mobilmu ke rumah sakit, sekalian dia berangkat ke sana."
Kartika sejenak bertanya dalam hati, apa yang ingin disampaikan oleh Qiyya. Sepertinya sangat rahasia dan harus disegerakan, karena tidak biasa-biasanya dia meminta waktu khusus ketika ingin menyampaikan sesuatu.
Qiyya segera membantu ibunya untuk mengemas makanan di masukkan ke beberapa rantang yang telah disediakan. Membuatkan air hangat untuk mandi Abdullah.
Setelah membantu ayahnya mandi Qiyya kembali lagi ke dapur. Semua makanan telah siap dan segera di masukkan ke bagasi mobilnya.
"Qi, nak Ibnu pernah cerita apa saja ke kamu?"
"Maksud Ibu, mas Ibnu pernah cerita?"
Kartika tersenyum mendengar jawaban putrinya. Sambil mengelus punggung Qiyya dia menjawab, "Seorang laki-laki itu akan menjadi jalan tol kita menuju surga jika sudah menjadi suami. Kamu__tidak ada keinginan untuk memiliki jalan tol itu lagi?"
"Bu, Qiyya dan Mas Ibnu__"
"Ibu percaya itu Nak, terlebih kepadamu. Ibu percaya bahwa kamu bisa membedakan halal dan haram. Makanya Ibu tanyakan ini, apa hatimu masih belum mau terbuka untuk menerima seseorang? Entah itu nak Ibnu atau yang lainnya."
"Bu, sebenarnya masalah itu juga yang ingin Qiyya sampaikan kepada Ibu." Jawab Qiyya akhirnya.
Qiyya selalu berdoa, semoga dia tidak salah dalam mengambil keputusan untuk masa depan dan ibadahnya. Bukan hanya untuknya, namun juga untuk keluarganya, ayah ibunya, dan juga untuk kedua adiknya.
Air keruh itu bisa menjadi jernih hanya jika dilakukan beberapa proses di dalamnya. Pengendapan, pembaraan, fermentasi dan bahkan dengan penyulingan. Seperti segarnya embun di pagi hari, dia terbentuk juga melalui sebuah kondensasi dari uap air. Proses alami yang tidak bisa terselesaikan dalam jangka waktu yang pendek.
Begitu juga dengan mutiara yang sangat indah, terbentuknya pun melalui proses yang begitu panjang yaitu benda keras yang diproduksi di dalam jaringan lunak moluska hidup. Mutiara yang terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk kristal yang telah disimpan dalam lapisan-lapisan konsentris. Metafora yang sangat langka, baik dan mengagumkan inilah yang membuat mutiara sangat dihargai.
Prinsip-prinsip seperti itulah yang selalu Qiyya terapkan untuk hidupnya. Mutiara tetaplah akan menjadi mutiara meskipun dia ditemukannya di dalam lumpur. Mutiara akan tetap mahal harganya.
Sesuai dengan pesan sang ibunda, Aira berangkat ke rumah sakit dengan mengendarai honda jazz merah milik Qiyya. Sengaja Aira menjemput Devi di rumah neneknya yang memang orang Blitar untuk diajak serta menuju rumah sakit.
"Eh kirain dianterin abang lu." Kata Devi.
"Kenapa memangnya, kamu nggak suka kalau aku jemputnya sendirian? Atau memang sebenarnya kamu pengen ketemu ya sama mas Zurra."
"Eh, bentar__sejak kapan lu pake aku kamu ma gue? Ya kagak begitu kali. Gue mah seneng-seneng aje kali dapat tumpangan gretong." Kata Devi sambil melihat sahabatnya penuh dengan tanda tanya.
"Dev, aku pengen hijrah, semuanya bukan hanya penampilan tapi juga hati dan tutur kata. Mungkin di tempatmu berbicara seperti itu sudah biasa, tetapi di sini berbeda. Akan menjadi tidak enak didengar apabila aku yang sedang belajar ini tapi tetap berbicara seperti itu meski itu cuma sama kamu dan anak anak co ass tim kita. Jadi, tolong bantu aku ya?" kata Aira menjelaskan.
"Pasti Ra, gue selamanya akan tetep jadi sahabat lu. Hebat ya, lelaki bermata hazel itu bisa merubah lu dalam waktu yang begitu singkat."
"Hmmmmm, sebenarnya bukan dia Dev. Tapi Allah yang telah merubahku, awalnya memang aku selalu memungkiri. Tapi semakin ke sini, melihat betapa teduhnya mbak Qiyya, kemudian betapa sabarnya bidan Miranti. Aku semakin yakin dan mantap untuk berubah. Dan tentang lelaki bermata hazel itu, aku ingin menjadi Fatimah az Zahra untuknya yang mencintai dia dalam diam dan doa tapi ternyata aku belum bisa." Ucap Aira.
'Biarlah gue saja Ra, yang menjadi Fatimah az Zahra. Jika saja Ali bin Abi Thalib itu adalah abangmu Zurra' monolog hati Devi. 'gue juga akan memantaskan diri untuk bersanding dengannya, karena sekarang, maaf, setiap sujud gue selalu menyelipkan doa untuk namanya.'
Mobil Honda Jazz merah itu telah memasuki area parkir staff dan dokter di rumah sakit umum. Aira dibantu Devi membawa rantang makanan menuju stase obgyn. Namun sebelumnya Aira meminta untuk menemaninya ke ruangan dr. Sandrino dan dr. Ibnu terlebih dulu.
Dokter Sandrino menyambut dengan sangat antusias atas rantang yang berisi makanan itu. Maklumlah semalam dia tidur di rumah sakit setelah melakukan operasi pemasangan ring. Pun demikian halnya dengan dr. Ibnu. Dengan senyum sumringahnya, dr. Ibnu berkata, "sampaikan ucapan terima kasih saya kepada Ibu ya Dik, dan pagi ini kamu wajib menemani saya sarapan karena ini terlalu banyak untuk bisa saya habiskan sendiri."
"Tapi Dok, saya juga dibawakan Ibu untuk bisa saya makan bersama teman-teman co ass."
"Di obgyn kan banyak orangnya, jadi mereka bisa membantu untuk menghabiskan." Jawab Ibnu. "Dik Aira bawa dulu ke obgyn, 5 menit kemudian saya tunggu di bangku taman sana and NO BARGAINING!!" tambah Ibnu dengan menunjuk sebuah bangku kosong di taman terbuka.
Aira hanya menelan salivanya mendengar ajakan Ibnu. Semenjak mengetahui bahwa Aira adalah adik dari Qiyya, Ibnu selalu menambahkan sapaan 'Dik' di depan namanya, sama seperti yang dilakukan orang tua dan kedua kakaknya.
Aira hanya menganggukkan kepala dan kemudian berjalan menuju stase obgyn untuk melakukan absensi kehadiran dan mengantarkan sarapan untuk teman-temannya sebelum ke taman menemani sarapan Ibnu di sana.
Sebenarnya Aira merasa tidak nyaman berada di taman hanya berdua saja dengan Ibnu. Namun dia juga tidak kuasa menolak ajakan itu mengingat Ibnu telah banyak membantu saat ayahnya berada di rumah sakit ini.
"Kenapa kamu tegang seperti itu Dik, ayo sarapan juga. Tahu nggak, ini adalah sarapan terenak yang pernah saya rasakan."
"Hmmmmmm__maaf Dok, maaf kalau saya lancang. Tapi saya merasa tidak nyaman jika hanya berdua saja di sini apalagi dengan dokter yang notabene adalah dokter senior sedangkan saya masih co ass."
"Oh itu," paham Ibnu. "Ternyata kamu tidak jauh berbeda dengan kakakmu, Qiyya. Padahal saya memilih tempat ini karena terbuka jadi tidak menjadi masalah jika kita sarapan sambil membicarakan sesuatu. Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan kepadamu." Kata Ibnu selanjutnya.
"Masalah apa ya Dok?" tanya Aira.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang memperhatikan aktivitas yang mereka lakukan di taman. Sepasang mata yang menatap dengan perasaan teriris, sepasang mata yang terluka dengan canda dan sesekali tawa yang tercipta di bangku taman itu. Sepasang mata yang menatap keduanya dengan tatapan nanar.
Gadis yang akhir-akhir ini telah mengisi relung hatinya, ternyata telah menjadi milik rekan seprofesinya. Hati yang kini sedang dia persiapkan untuk mengungkapkan semua perasaannya dan mengajaknya untuk melakukan hal paling penting dalam hidup lenyap seketika. Hatinya memang telah tertambat pada Aira sejak pandangan pertama kala itu. Melihat Aira bukanlah seorang gadis sembarangan, dia berusaha untuk memantaskan diri menjadi calon imam Aira kelak. Apalagi ditambah seminggu terakhir ini Aira merubah penampilannya menjadi lebih syar'i, dia melebihkan usaha untuk memantaskan dirinya.
Dibalik usahanya itu ternyata gadis yang dia idamkan telah berproses dengan seorang yang lain. Orang lain itu bukanlah orang yang sembarangan, orang lain itu juga rekan seprofesi yang sangat menjaga diri dengan lawan jenis. Rasanya dia menjadi mengkerut jika harus membandingkan diri dengan orang itu untuk bersanding dengan Aira.
'Andaikata cemburu itu bukanlah tandanya sayang maupun cinta, lantas apa sebutan yang pantas untuk hatiku yang kini sedang teriris pilu melihat orang yang aku inginkan untuk melengkapi separuh agamaku bercakap berdua di taman dengan wajah yang begitu sumringah.' monolognya dalam hati.
"Devi, Satrio, kalian prepare ya. Tiga puluh menit lagi ikut saya SC di OK." Kata dokter Erlando.
"Maaf Dok, bukannya jadwal untuk Aira ya. Saya dengan bidan Miranti akan mengecek seorang bayi yang terkena penyakit kuning di NICU." Jawab Devi.
"Kalian juga harus belajar untuk SC juga kan, hari ini ada jadwal SC karena posisi bayi melintang. Jadi bersiaplah." Perintah dr. Erlando kemudian meninggalkan Devi dan Satrio.
Setelah selesai bercakap dan sarapan bersama Ibnu, Aira kembali ke stase obgyn untuk melakukan persiapan operasi caesar dengan dokter Erlando dua puluh menit lagi. Senyum sumringah memang menghiasi wajah Aira pagi ini.
Mendapati ruangan yang hanya ada Aditya seorang, Aira segera bergegas menuju ruang OK. Namun sebelum berlalu Adit memanggil namanya. "Ra, mau kemana? kita harus ke NICU sekarang ada bayi yang terkena penyakit kuning di sana yang harus kita cek."
"Jadwalku SC, Dit pagi ini maaf ya, aku tinggal dulu keburu telat ntar."
"Eh Ra, sepuluh menit yang lalu dr. Erlando ke sini memberitahukan kepada Satrio dan Devi untuk SC di OK."
"Haaahhhhh, kok beliau nggak ngabari aku ya kalau ada perubahan jadwal."
"Makanya sekarang kamu harus ke NICU sama aku gantiin Devi yang sekarang lagi SC sama dr. Erlando." Jelas Aditya.
Perasaan Aira menjadi tidak enak. Padahal waktu kembalinya ke stase tadi belumlah telat namun mengapa dr. Erlando merubah jadwal namun tidak memberitahukannya terlebih dulu. Akhirnya dia mengikuti Aditya menuju ke NICU untuk melakukan pengecekan terhadap bayi yang terkena penyakit kuning tersebut.
Aira merasa gemas melihat beberapa bayi yang berada di ruangannya. Makhluk hidup yang diciptakan Allah itu begitu lucu dan menggemaskan. Selama berada di stase obgyn memang baru hari ini bisa leluasa masuk ke ruangan bayi mungil nan lucu-lucu itu. Pantas saja dulu ayahnya selalu berkata, tidak ada obat yang paling mujarab untuk menghilangkan rasa lelah setelah selesai bekerja, kecuali tangis dan tawa dari anak anaknya tercinta. Kini Aira mulai menyadari akan hal itu.
Ingatannya kembali kepada kakak perempuan tercintanya. Dia sangat tahu bagaimana sakit hati kakaknya ketika dicampakkan hanya karena makhluk mungil nan lucu ini belum menghiasi rumah mereka. Aira tahu bagaimana setiap malam kakaknya selalu bertafakur dalam doa agar Allah segera memberikan kado terindah itu untuk mereka. Namun ternyata takdir berkata lain, Allah lebih tahu tentang apa yang tidak kita tahu. Ah, kok jadinya Aira ingin segera dihalalkan oleh seseorang agar bisa memiliki makhluk lucu seperti ini di rumahnya.
Aira baru saja selesai melaksanakan ibadah sholat dhuhur di musholla rumah sakit. Sambil sedikit berjalan cepat, karena panas yang begitu menyengat di atas kepalanya. Laporan mengenai pengamatan tentang bayi yang sedang terkena penyakit kuning telah selesai dia kerjakan. Setelah berkonsultasi dengan dr. Anita sebagai dokter spesialis anak, Aira ingin segera menyerahkan kepada dr. Erlando selaku penanggung jawab co ass stase obgyn.
Tok...tok...tok
Aira mengetuk ruangan dr. Erlando. Operasi caesar telah selesai dilakukan 2 jam yang lalu. Devi juga sudah berada di ruangan untuk mengerjakan beberapa laporan bersama bidan Miranti dan yang lainnya.
Ini ketiga kalinya Aira mengetuk pintu ruangan dr. Erlando. Baru saja dia hendak membalikkan badan terdengar suara dari dalam mempersilakan dia masuk. Aira memegang handle pintu ruangan itu dan memutar knopnya. Sekilas dia memperhatikan dr. Erlando sedang termenung melihat ke taman dari jendela yang tersedia di ruangannya. Taman yang terdapat dua bangku disana, taman yang tadi pagi menjadi tempat Aira dan dr. Ibnu sarapan disana.
"Hmmmm, maaf dokter Erland, saya mau menyerahkan laporan mengenai bayi yang terkena penyakit kuning di NICU." Kata Aira membuyarkan lamunan dr Erlando.
Dokter Erlando membalikkan badannya dan menuju ke meja tempat dimana Aira berdiri untuk menyerahkan laporannya. "Kamu seharusnya tahu, kalau untuk bayi itu laporannya ya ke dr. Anita sebagai dokter spesialis anak." Ucap dr. Erlando.
Aira sangat terkejut mendengar jawaban dari dr. Erlando. Suaranya begitu datar dan tatapan matanya yang sempat Aira lihat adalah tatapan dingin yang begitu menusuk meski terhalang oleh kacamata berframe hitam tipis itu namun Aira mengerti tatapan itu seolah ingin untuk membunuhnya.
"Sekali lagi maaf Dok, saya sudah berkonsultasi dengan dr. Anita mengenai laporan ini dan beliau sudah menandatangani atas persetujuannya. Dokter Anita juga yang meminta saya untuk menemui dr. Erlando untuk menyerahkan laporan ini karena bagaimanapun dr. Erland adalah penanggung jawab co ass stase obgyn." Jelas Aira dengan kepala tertunduk.
"Baiklah letakkan di meja dan kalau sudah selesai silakan keluar."
Aira menuruti perintah dr. Erlando. Selesai meletakkan laporan dia segera keluar dari ruangan yang terasa sangat dingin itu. Bertanya kepada Devi mungkin Aira akan mendapatkan jawaban, karena sebelumnya dr. Erlando melakukan SC dengan Devi dan Satrio.
Devi, Satrio dan Aditya sedang berdiskusi mengenai beberapa hal terkait dengan kondisi kehamilan seseorang. Aira yang tiba-tiba datang segera memotong diskusi mereka.
"Dev, tadi pas kamu SC dengan dr. Erlando apakah menemukan sesuatu yang lain dengan beliau?" tanya Aira seketika.
"Enggak, biasa aja. Ya nggak sih Sat?" tanya Devi kepada Satrio yang juga berada disana untuk melakukan SC.
"Bener, dr. Erland biasa saja kok. Memangnya kenapa?" kata Satrio.
"Entahlah, ini bener atau hanya perasaanku saja. Kok tiba-tiba dr. Erland jadi dingin dan gimana gitu kalau ngomong sama aku. Aku jadi nggak enak aja, tadi pagi beliau rubah jadwal tapi tidak memberitahukannya kepadaku. Terus ini tadi barusan, aku kasih laporan untuk bayi yang mengidap penyakit kuning eh malah jawabannya nggak enak. Aku sih nggak papa, cuma kok nggak biasa biasanya seperti ini." Keluh Aira.
"Emang lu ngelakuin salah sama dia, Ra?" tanya Devi yang dijawab gelengan oleh Aira dengan cepat.
"Salah? Salah apa kira-kira? Apa karena kemarin waktu ayah sakit aku sering meminta izin untuk ke ruang rawat ayah. Tapi kan dia sudah mengizinkan mengapa marahnya baru sekarang sehari setelah ayah keluar dari rumah sakit ini?" jawab Aira mengira-ngira.
"Ra__" Aditya menyela. "Sorry ya, ini pandangan gue sebagai seorang laki-laki dewasa. Rasa rasanya dr. Erland itu menaruh rasa kepadamu. Kapan dia mulai berubah sikapnya padamu?"
"Ah masa iya si? Kok aku nggak ngerasa ya, rasanya baru hari ini dia berubah seperti itu. Dingin___bbrrrhhh."
"Sebelum jadwal SC kamu kemana tadi, ngapain aja?" tanya Aditya dengan penuh selidik.
"Ya nggak kemana-mana, kan tadi langsung ke sini untuk absen terus kemudian menemui dr. Ibnu." Jawab Aira.
"Kamu ketemunya dimana dengan dr. Ibnu, ngapain aja?" tanya Aditya.
"Tadi cuma sarapan dan___" Aira mengingat sesuatu di ruangan dr. Erlando. Jendela yang bisa melihat ke taman. Atau jangan-jangan memang benar yang dikatakan Aditya bahwa dr. Erlando menaruh hati kepadanya dan tadi pagi dia melihat Aira sedang sarapan dengan dr. Ibnu dan dr. Erland salah paham dengan semua itu, menganggap bahwa Aira memiliki hubungan dengan dokter Ibnu dan itu berarti__.
"dr. Erlando cemburu kepadaku?" desis Aira lirih dengan penuh tanda tanya menatap ketiga temannya.
--- 📌🍃____✂ ---
Tetap, jadikanlah Alqur'an sebagai bacaan utama
Happy Reading 👨💻👩💻
Sukron, jazakhumullah khair
to be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top