01# La Tahzan

Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ~ perceraian

🌼🌼🌼

Ketuk palu atas perceraian Adz Qiyyara Zaffran dengan Andrian Yusuf -- laki-laki yang telah menikahinya hampir 10 tahun -- hampir 2 tahun berlalu. Masa iddah yang timbul atas perceraian itu pun telah selesai. Namun luka hati yang dirasakan Qiyya atas perceraian itu masih sangat jelas terlihat. Qiyya masih sering melamun bahkan menangis. Bukan tanpa alasan mereka berdua memutuskan untuk berpisah, namun memang kenyataan hidup yang semakin mendesak untuk mengambil jalan perceraian.

Pergantian status dan pandangan masyarakat yang seolah menelanjangi Qiyya membuat kehidupannya sedikit terusik. Bahkan berefek dengan pekerjaan Qiyya, tidak bisa fokus dan membuat berantakan pekerjaan sehingga membuat Qiyya memutuskan untuk menarik diri dari pekerjaan tersebut dan menutup diri di lingkungan. Jabatan yang telah diperoleh dengan penuh perjuangan, kinerja yang selalu dibanggakan kini semua tinggalah kenangan.

Sejak memutuskan untuk resign dari pekerjaannya, Qiyya lebih banyak mengurung diri di rumah. Dia tidak sanggup melihat dunia yang seolah mencibirnya terlebih memberikan air mata untuk kedua orang tua yang begitu dicintainya.

Mushaf Alqur'an kembali dibuka dan perlahan dibaca oleh Qiyya. Surah AlFatihah kemudian dilanjutkan surah Al Baqarah hingga sampai pada ayat dimana air mata Qiyya tidak dapat ditahan untuk terjun bebas dari pelupuk matanya.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya. Dimana mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.

"Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik, ampunilah pendosa seperti hamba ini Ya Rabb." Rintih Qiyya dalam hati setelah akhirnya dia memilih untuk menyudahi murojaah AlQur'an karena air mata yang tidak bisa dibendungnya lagi.

Perjuangan untuk tidak ingin mengingat kembali masa silam Qiyya, membuat dadanya semakin sesak. Satu-satunya obat untuk Qiyya adalah membaca mushaf dan menegakkan berdirinya untuk menunaikan sholat menghadap Rabbnya. Memunajahkan segala keluh kesah yang terbalut air mata. Hatinya kembali teriris ketika sekelebat bayangan Andrian menyeruak masuk dalam angannya.

Sungguh, Qiyya masih sangat mencintai Andrian. Perpisahan kemarin diputuskan karena seluruh keluarga Andrian menuntut apa yang selama ini Qiyya belum bisa berikan sebagai seorang istri.

Bukankah jodoh, rezeki, maut telah tertulis di mega server lauhul mahfudz, lantas mengapa seolah takdir mempermainkan hati seseorang selembut hati Qiyyara?

"Astaghfirullahaladziim." Lirih bacaan istighfar keluar dari bibir Qiyya berulang-ulang.

Mengoyak lamunan kemudian berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya, dan mengulang wudhunya untuk segera berdiri dan melaksanakan sholat dhuha.

Sekembalinya Qiyya ke rumah orang tuanya 2 tahun yang lalu, dia memang aktif kembali untuk menjadi relawan di panti asuhan Al Ikhlas. Panti yang diasuh oleh ummi Fatimah, ibunda dari Aisha sahabat Qiyya.

Qiyya hanya membantu ummi Fatimah mengurus anak-anak, mempersiapkan peralatan sekolah mereka atau menjadi tempat curhat anak-anak karena notabene Qiyya yang lulusan Psikologi sangat memahami bagaimana perasaan mereka yang tidak memiliki orang tua.

Ummi Fatimah memang mendirikan panti asuhan untuk anak-anak yang tidak memiliki orang tua, ada 20 orang anak di sana yang membutuhkan bimbingan dan penghidupan yang layak. Selain Qiyya, ummi Fatimah dibantu oleh ustadzah Ikhlima, ustadzah Ikhlima sendiri bertugas untuk mengajar anak-anak mengaji dan murojaah AlQur'an.

Anak-anak panti asuhan? Jangan ditanyakan lagi, mereka semua menurut apa kata ummi Fatimah, namun namanya anak-anak pastilah memiliki sisi dimana mereka harus berinteraksi dengan cara anak-anak, sebentar berantem sebentar kemudian bermain bersama.

Dari sanalah hati Qiyya sedikit terhibur, membantu ummi Fatimah untuk mengurus anak-anak panti membuat bibir Qiyya sedikit tertarik ke atas. Tersenyum, iya Qiyya dapat tersenyum bersama mereka.

Aisha sahabatnya yang dulu meminta Qiyya untuk membantu umminya. Karena Aisha mengetahui bagaimana terpuruknya Qiyya pasca perceraiannya dengan Andrian. Umminya membutuhkan tenaga namun Aisha harus mengikuti suaminya yang dinas ke luar negeri. Sehingga tanggung jawab yang dulu dikerjakan oleh Aisha kiri beralih ke tangan Qiyyara.

"Bagaimana kabar ayah dan ibumu, Qiyya?" pertanyaan ummi Fatimah mengoyak lamunan Qiyya.

"Alhamdulillah sehat, Ummi."

"Kalau kamu tinggal, toko siapa yang menjaga?" kembali ummi Fatimah menanyakan dengan lembut.

"Ayah, dibantu dengan mbak Sih dan dik Zurra. Ibu sudah tidak pernah di toko lagi semenjak sibuk dengan bisnis jahitan dan konveksinya." Jawab Qiyya menatap lembut ummi Fatimah yang telah dianggapnya sebagai ibu kedua.

Qiyya memang terlahir menjadi anak pertama dari pasangan Abdullah Zaffran dengan Kartika Maimun, Qiyya memiliki adik laki-laki bernama Zurrauf Zaffran yang sekarang membantu ayahnya untuk menjaga toko sembako yang telah menghidupi keluarga mereka. Sedangkan adik perempuannya, Khumaira Zaffran masih menyelesaikan pendidikan dokternya di salah satu universitas negeri di Yogyakarta.

"Maaf, kalau Ummi boleh tahu, rencanamu kedepan seperti apa?" tanya ummi Fatimah pelan dan sangat berhati-hati, takut bila melukai hati Qiyya.

"Hmmm, inshaallah. Qiyya akan membantu ibu untuk melanjutkan konveksinya Ummi, tapi____" lama jeda Qiyya terdiam menatap ummi Fatimah dengan air mata menggenang di pelupuk matanya.

Tanpa jawaban ummi Fatimah merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Qiyya. Bahasa hati seorang ibu dan seorang yang telah dianggapnya anak telah mampu menjawab semua kegundahan hati Qiyya.

"Kapan pun kamu mau, Ummi dan keluarga panti selalu menerima kehadiranmu Qiyya. Ummi tahu, tawa anak-anak panti telah sedikit mengobati luka hatimu. Kemarilah Nak, mereka juga anak-anakmu. Anak-anak yang dititipkan Allah untuk bisa kita rawat. Mereka juga telah menganggapmu menjadi ibu, mereka menyayangi dan mencintaimu, Qiyya."

Tangis Qiyya pecah di pelukan ummi Fatimah. Sakit yang selama ini dipendamnya sendiri seolah menyeruak keluar dari hatinya. Di rumah, Qiyya selalu berusaha untuk tersenyum di depan ayah dan ibunya. Meskipun sebenarnya Qiyya mengetahui ayah dan ibunya juga hancur, tapi dengan menangis di depan mereka justru akan menambah beban mereka semakin berat. Cukup sekali Qiyya membuat mereka menangis karena ulahnya, iya ketika di Pengadilan Agama 2 tahun silam. Ketika majelis hakim menyetujui gugatan cerai yang dilayangkan Andrian untuk Qiyya dengan tiga kali ketukan palu di akhir drama rumah tangganya bersama Andrian Yusuf.

"Qiyyara, La Tahzan, innallaha ma'ana." Lembut ummi Fatimah menelungkupkan kedua tangannya di wajah Qiyya dan menghapus air matanya, kemudian menarik Qiyya kembali ke dalam dekap hangat seorang ibu.

"Ummi juga ibumu, kapan pun kamu mau cerita kepada Ummi, Ummi akan siap mendengarkan. Karena Ummi mengerti, kamu tidak ingin menyakiti perasaan orang tuamu dengan menyembunyikan rasa sakitmu ini sendiri." Ummi Fatimah kemudian mengecup puncak kepala Qiyya.

Kedamaian yang dirasakan Qiyya, berada di dalam dekapan ummi Fatimah. Kedamaian yang sama dirasakan Qiyya ketika melakukan hal yang serupa dengan Kartika, ibu kandungnya.

"Ummi, sepertinya hari telah menjelang ashar. Qiyya pamit dulu, hari ini Qiyya mendapat tugas untuk mengepak dan mengirimkan pesanan konveksi ibu ke ekspedisi." Ucap Qiyya ketika tangisnya telah reda.

"Tidak sekalian salat asar di sini? Sepertinya ustadzah Ikhlima telah datang untuk mengajar anak-anak."

"Iya Ummi, Qiyya pamit ke musala sekaligus selesai salat asar langsung pulang ke rumah, assalamu'alaikum." Pamit Qiyya sambil bersalaman dengan ummi Fatimah dan mencium tangan kanannya dengan penuh takzim.

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan. Salam ummi untuk ayah dan ibumu ya, Nak." Pesan ummi Fatimah kepada Qiyya dan langsung dijawabnya. "Inshaallah, Ummi."

Qiyyara memang langsung ingin kembali ke tempat kerja ibunya, hanya sebelumnya dia terlebih dahulu memilih untuk menyempurnakan panggilan Rabb untuk segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah.

...........................
"Allahuakbar, allahuakbar
Laa illa ha illallah"

Iqomah telah dikumandangkan pertanda salat segera ditegakkan.

Seorang ikhwan berjalan maju menuju mihrab kemudian berbalik menghadap jamaah salat dan mengucapkan "Aqiimushufuufakum wataroshuu." Kemudian berbalik dan takbiratul ihram untuk memimpin salat asar hari ini.

"Allahu akbar."

Hening dan khidmat suasana di musalla panti asuhan Al Ikhlas, semua serempak mengikuti gerakan sang imam menghadap sang khalik. Mengagungkan asma-Nya dan menyerukan ketauhidan-Nya.

"Assalamu'alaikum warohmatullah," ucapan imam mengakhiri salatnya dengan menengok ke kanan kemudian ke kiri.

Lantunan istighfar, tahmid dan takbir menghiasi bibir bibir mungil setelahnya. Mendiskusikan segala masalah, berkeluh kesah dan bahkan sesi curahan hati di lafazkan dalam rangkuman doa ba'da salat asar oleh seluruh jamaah.

"Alhamdulillahirobbil'alamin." Qiyya mengusapkan kedua tangannya ke muka untuk mengakhiri rangkaian munajahnya kepada Rabb.

"Assalamu'alaikum, Qiyyara." Ustadzah Ikhlima mengulurkan tangan menyapa Qiyya.

"Waalaikumsalam, eh Ustadzah Ikhlima afwan tadi ana takut masbuk keburu masuk shaf jadi tidak ngeh kalau Ustadzah di samping ana." Qiyya menjawab dengan tersenyum sambil menerima jabat tangan dari ustadzah Ikhlima.

"Mafi mushkila, kaifa haaluki, Qiyyara?"

"Alhamdulillah ana bi khair, wa anti?"

"Alhamdulillah bi khairin," jawab ustadzah Ikhlima.

Mereka berdua berjalan menuju serambi musala untuk melanjutkan aktivitasnya, ustadzah Ikhlima akan mengajar anak-anak mengaji sedangkan Qiyya akan kembali pulang ke rumahnya.

"Bi, ana tunggu di aula bersama anak-anak." Tegas membuyarkan obrolan ustadzah Ikhlima dan Qiyya kemudian menatap Qiyya sekilas dan berlalu menuju Aula.

"Bukankah itu ikhwan yang mengimami salat asar tadi Ustadzah?" tanya Qiyya.

"Na'am Qiyya, dia adalah Wildan Syafaraz, keponakan ana yang baru lulus S-2 di Al Azhar Cairo. Dia ingin membantu untuk mengajar Al-Qur'an di sini sementara waktu sambil menunggu panggilan kerja." Jelas ustadzah Ikhlima.

"Oh, yang sering Ustadzah ceritakan itu, Mashaallah, semoga dilancarkan semua urusannya."

"Aamiin, anti mau ikut halaqoh atau___?"

"Ana pamit pulang ke rumah Ustadzah, sudah janji dengan ibu untuk membantu mengepak barang yang akan dikirim hari ini ke ekpedisi, afwan, ana duluan, jazakhillahu khair Ustadzah, assalamu'alaikum," pamit Qiyya.

"Aamiin, wa jazakhillah aksanal jaza, waalaikumsalam Qiyyara." Balas ustadzah Ikhlima.

Kedua kaki ustadzah Ikhlima bergerak menuju Aula. Sesampainya di sana disambut murojaah juz amma oleh anak-anak panti. "Kok sendirian Bi, bukannya tadi berdua dengan ukhti ___ ?" tanya Wildan menggantung karena tidak mengenal seorang ahwat yang berbicara dengan bibinya di serambi musala tadi.

"Qiyya? Adz Qiyyara Zaffran namanya, dia ada kepentingan jadinya pulang dulu, kenapa? Kok sepertinya penasaran begitu?" canda ustadzah Ikhlima.

"Ah, Bibi bisa saja."

Singkat jawaban Wildan, namun ustadzah Ikhlima mengetahui ada warna merah merona di pipi keponakannya itu. Senyumnya menandakan sesuatu yang sulit untuk dimengerti. Entahlah, namun ustadzah Ikhlima mengetahui bahwa usia Wildan sudah cukup untuk membina sesuatu hubungan yang serius.

--- 📌🍃____✂ ---

Tetap, jadikanlah Alqur'an sebagai bacaan utama

Happy Reading 👨‍💻👩‍💻

Jazakhumullahu khair

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top