9. Jalan Tak Ada Ujung
"Alhamdulillah Ibu, jalan semakin terbuka, mungkin sebagai langkah awal aku tidak akan buka sendiri usaha spa tapi akan kerja sama, ini tadi aku bertemu sama adik pegawai bank yang aku tanya-tanya kemarin, dia buka cabang baru Bu, dan memberi tanggung jawab padaku, aku harus banyak bersyukur meski sempat dapat cobaan besar tapi Allah memberi jalan lapang untuk rizki yang barokah bagi aku, Ibu dan calon bayiku."
Lila menyeka keringat di keningnya, ia baru saja sampai setelah sejak pagi maraton mengadakan meeting dengan Belinda, wanita yang baik hati telah mengajaknya bekerja sama untuk membuka cabang spa yang baru, meski ia tak ikut memiliki setidaknya ia belajar dulu di tempat yang masih asing baginya.
"Tumben Arka tidak ke sini Minggu ini ya Lila?" Hartini menyodorkan air saat Lila berusaha menjangkaunya di meja makan, lalu terlihat meneguknya hingga tandas.
"Nggak masalah Bu, ada atau tidak ada Arka di sini aku masih bisa mengurus semuanya, malah lebih baik dia tidak ke sini, aku menjaga omongan nggak enak ibu, aku orang baru di sini, Arka tak ada hubungan apapun sama aku kan sangat nggak enak kalo dia terlalu sering ke sini."
"Iya sih tapi kalo ada Arka aku nggak khawatir, ibu hanya ingin kamu ada yang jaga."
"Kenyataannya selama ini aku baik-baik saja Ibu, ada atau tidak ada yang jaga."
"Kau tak tahu khawatirnya Ibu Lila, tiap kau ke luar rumah ibu selalu saja tak bisa lepas pandangan ke arah pagar, menunggumu pulang, ibu hanya punya kamu, jadi Ibu nggak mau ke napa-napa." Suara Hartini terdengar serak menahan tangis.
"Doakan Lila selalu Ibu, agar Lila diberi kesehatan dan keselamatan, Lila yakin jika Lila berniat baik dan berjalan di jalan Allah, in shaa Allah jalan mudah akan terbentang di depan Lila."
"Pasti, tanpa kau minta ibu selalu mendoakanmu."
.
.
.
"Maaf Ibu memanggil saya?" Wati terlihat takut saat Mayoka memanggilnya dan menunggunya di dapur.
"Ingat apa yang terjadi tadi malam nggak usah sampai ada yang tahu mengerti, aku lupa menutup pintu kamar dan aku yakin kamu melihat serta mendengar apa yang terjadi di kamar itu, jika sampai ada yang tahu kau dan seluruh keluargamu yang kerja di sini akan aku pecat!"
"Baik Ibu, akan saya simpan baik-baik rahasia ini."
"Bagus! Artinya kau sayang pada keluargamu."
Mayoka bergegas meninggalkan Wati yang masih terlihat ketakutan.
"Apa yang kau lihat dan dengar Nduk?" Bi Suti tiba-tiba ada di belakang putrinya, ia merendahkan suaranya khawatir terdengar pembantu yang lain.
Wati berbalik dan menatap ibunya yang seolah masih menunggu jawabannya.
"Aku takut Mbok, aku benar-benar nggak mengira Bu Mayoka yang terhormat kok bisa gitu."
"Ada apa sih Nduk?"
Wati mendekatkan mulutnya ke telinga Suti dan membisikkan sesuatu.
"Astaghfirullahal adziiiiim, kasihan kamu Nduuuk kok ya dirusak saat usiamu masih muda begini, kok bisa, kok gak ingat anak dan suaminya."
"Sssttt si Mbok Ndak usah ngomong apa-apa kita ya diam saja, ngomong malah nanti kita dipecat, kasihan adik-adik nggak bisa sekolah."
"Edan beneran, kok ya gak malu."
"Mboook, ssssttt."
"Iya iya, kasihan Bapak Ganen ya Nduk? Opo laki-lakinya ganteng to?"
"Nggak! Tapi lebih muda dari bapak."
"Hoalah, daun muda to."
.
.
.
"Bos mulai ada titik terang, laki-laki brengsek itu ternyata teman sejak lama istri bos, bisa dikatakan sudah kayak sahabat, masa bos tidak tahu? Atau datang juga saat bos nikah dulu?"
Ganen menggeleng ragu.
"Aku nggak lihat sama sekali wajah laki-laki itu, atau entah bisa jadi aku yang nggak tahu kalo dia ada di sana."
"Bagaimana orangmu bisa tahu?"
"Orangku ini luwes jadi dia terapis yang menarik, aku khawatir dia akan tertarik juga pada orangku ini bos hahaha apalagi dia juga berjiwa petualang, biar saja dia hanyut."
"Wah jangan sampai membahayakan orang-orangmu."
"Tidak masalah bos toh dia menikmatinya juga hahahah."
"Aku tidak ingin semuanya jadi berkorban demi aku."
"Tidak apa-apa bos toh kita sudah bayar dia dan nggak main-main bos ngasihnya yang penting cepat ketahuan dulu di mana istri bos tinggal."
.
.
.
Mayoka menatap Ganen yang malam itu datang sangat larut, wajah dinginnya sejak dulu tak pernah berubah, ingin sekali Mayoka melihat senyum atau tawa seperti saat suaminya bermain dengan anaknya.
"Tak bisakah kita hidup normal seperti yang lain Ganen?"
Ganen tetap tak menyahut, ia membuka bajunya dan hanya menyisakan kaos tipis serta boxer, lalu saat hendak melangkah ke kamar mandi ia merasakan pelukan Mayoka di belakangnya. Perlahan Ganen melepaskan tangan Mayoka dan berbalik lalu mundur beberapa langkah.
"Sudah aku bilang, pernikahan kita sudah salah sejak awal, dan saat ini menjadi semakin kompleks karena kita sama-sama memiliki seseorang, bedanya aku sudah menikah, sedang kau entah aku juga tak ingin tahu, yang jelas pertemuan demi pertemuan yang kalian lakukan aku tahu, dan silakan saja dilanjutkan hanya saat ini aku sudah mempersiapkan apa saja agar aku bisa mengundurkan diri dari perusahaan dan silakan kamu lanjutkan dengan laki-laki itu, toh sudah banyak aliran dana yang kau kirimkan untuk laki-laki itu, hanya pastikan itu uangmu sendiri, jangan sampai kau teledor dan menggunakan uang perusahaan."
Wajah Mayoka terlihat kaget, ia hanya berpikir dari mana Ganen tahu, padahal ia sudah berusaha melakukan semuanya dengan cara aman.
"Ternyata kau peduli juga padaku sampai memata-matai semua yang aku lakukan."
"Aku tak peduli padamu, pada apa saja yang kau lakukan aku tak peduli, aku hanya tak ingin uang yang kita usahakan dengan sudah payah ternyata mengalir pada orang yang hanya mengandalkan kelaminnya, ada Maxi yang lebih berhak dari pada laki-laki yang hanya menumpang hidup dari apa yang sudah kita lakukan berdarah-darah selama bertahun-tahun, selama ini apa yang aku lakukan seolah belum nampak pada keluargamu terutama mamamu, sedang papamu seolah tak ada hak bicara, bahkan saat kita menikah dulu aku melihat ketidakrelaan ibumu aku masuk ke dalam lingkup keluargamu, dan hingga detik ini pun jika bisa aku ditendang dari keluarga besarmu."
"Tidak usah kau bawa-bawa mama sebagai alasan jika ingin berpisah, tak akan mudah bagi wanita itu memilikimu secara utuh, silakan dia memiliki ragamu, tapi tidak akan bisa dengan bebas kalian hidup bahagia, akan aku kacaukan hidup kalian."
"Silakan, silakan saja kau melakukan apapun, tapi aku akan tetap mengundurkan diri, aku yakin keluarga besarmu tak akan keberatan, malah sejak dulu sepertinya aku ditunggu untuk mengundurkan diri dan menghilang dari perusahaan milik keluarga besarmu."
"Kau tak akan pernah bisa lepas dari aku Ganen seberapa kuat kau akan lepas, aku yakin kau akan kembali mengemis harta padaku!"
💔💔💔
28 Oktober 2021 (18.11)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top