10. Jebakan?


"Mobilmu itu Ka, yang ada di depan?"

Lila kaget saat Arka tiba di depan pintu sambil tersenyum lebar.

"Iya dong masa mobil pinjaman."

"Kaget aja itu kan mobil mewah." Lila masih saja melihat mobil Arka yang terparkir nyaman di depan pagar rumahnya.

"Iyalah, apa sih yang tidak bisa aku capai Lila? Aku pekerja keras, kau tahu itu sejak dulu, jadi jika aku punya barang mewah harusnya kamu nggak kaget, bukan itu saja, aku juga punya apartemen mewah semua hasil kerja kerasku."

Lila tertegun, ia kaget dengan perubahan Arka akhir-akhir ini, dari penampilan juga gaya bicara, seperti bukan Arka yang ia kenal karena Lila tahu betul, sebagai anak tertua dengan empat orang adik yang yatim sejak kecil, Arka adalah pribadi yang sederhana dan sangat bersahaja, tapi sejak kisaran sebulan ini Arka yang ada di hadapannya tampil dengan Arka chasing baru, barang-barang yang menempel di badannya juga bukan barang murah, dan tiap kali datang membawa oleh-oleh yang tidak sedikit, hingga Lila dan ibunya selalu merasa sungkan.

"Loh kok, malah melamun, ini buah-buahan, kue dan entah apa lagi ini Lila biar kamu dan calon bayimu sehat, dan aku berharap kita akan membesarkan bersama-sama."

Lila tersadar dan ia menyilakan duduk, membiarkan Arka meletakkan sendiri apa saja yang ia bawa.

"Kamu semakin kurus Lila, apa yang kamu pikir?"

Lila hanya tersenyum tipis, dan menggeleng pelan.

"Nggak ada hanya ya karena aku harus bertahan hidup jadi semua aku kerjakan."

"Boleh aku meminta?"

"Apa?"

"Berhentilah memikirkan bekerja atau berusaha apapun, aku yang akan menanggung biaya hidupmu dan ibumu."

Lila menggeleng dengan keras.

"Tidak, aku terbiasa bekerja keras sejak kecil dan orang tuaku mengajarkan agar aku tidak tergantung pada orang lain, akan berat dan kita jadi terbebani, kau bukan apa-apaku, akan sangat aneh dan nggak nyaman kalo aku hidup dari belas kasihanmu, kau menanggung biaya yang besar, aku tahu adik-adikmu masih sekolah dan beberapa bahkan berkuliah sementara ibumu sama seperti ibuku, sudah bukan waktunya berpikir untuk mencari nafkah, jadi jika aku tergantung padamu sungguh aku dan ibuku manusia tak tahu diri."

"Lila, aku ingin menikahimu, kau tahu itu sejak dulu, apa salah jika aku masih berharap bisa menikahimu setelah bayi itu lahir?"

Lila menggeleng sambil tersenyum, berusaha menolak Arka secara baik-baik.

"Maaf Arka, maaf banget, bolak-balik kan aku bilang, aku nggak punya perasaan apapun sama kamu, kalo dipaksakan juga nggak bagus, kamu sudah kayak sodara dan nggak mungkin bisa aku hidup berumah tangga sama kamu."

"Cobalah dulu Lila, aku yakin lama-lama kau akan bisa mencintaiku."

"Kau tahu Ka, sejak aku tahu Mas Ganen punya keluarga maka sejak itu pula cintaku mati, dan nggak akan ada cinta-cinta berikutnya, dia cinta pertama dan terakhirku Ka, aku nggak akan pernah nikah lagi, bagi aku cukup sudah hidup dengan ibu dan calon bayiku, aku akan kuat karena dua orang ini yang akan jadi penopang hidupku."

Dendam Arka pada Ganen semakin besar, dalam pikiran Arka gara-gara laki-laki itu Lila jadi semakin tak tersentuh.

.
.
.

Ada apa? Tumben kamu nelepon sampe berulang?

Bos ketemu sudah rumah istri bos, jauh banget istri bos melarikan diri, ini laki-laki setan itu ternyata mendatangi istri bos, pake mobil mewah dan bawa oleh-oleh banyak, saya yakin ini mobil boleh nyolong dan ngerampok Bu Mayoka

....

Bos eh bos kok putus?

Terdengar suara serak Ganen, yang tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

Terima kasih untukmu dan orang-orangmu, maaf sudah merepotkan, aku minta tolong sudah hentikan memata-matai laki-laki itu yang penting istriku ketemu, nanti kita atur aja gimana caranya dia nggak lari lagi, aku juga nggak mau muncul langsung, aku akan cari cara agar dia mau mendengarkan ceritaku

Jangan bos, jangan langsung berhenti, nggak akan saya tarik orang-orang saya, kita belum tahu manuver lain laki-laki brengsek ini, saya aja belum nyiksa dia

Sudahlah Hercules nggak usah, aku hanya minta tolong kamu ingat betul itu daerah mana, dan Minggu depan kamu tunjukkan padaku di mana istriku tinggal

Siap bos!

.
.
.

Mayoka menelepon Arka berulang, tumben Arka tidak pamit padanya, ia datangi apartemen Arka yang ada hanya Wati yang sedang bersih-bersih.

"Kamu sempat ketemu nggak sama Arka?"

Wati menggeleng lalu meneruskan kembali mengepel lantai apartemen itu.

"Wati ingat! Jangan sekali-kali kamu mau jika digoda sama Arka, ngerti!

"Iya Ibu, saya paham, lagi pula saya tidak pernah bertemu Pak Arka, sejak saya kerja di sini, ya hanya sekali pas sama Ibu Mayoka itu."

"Iyaaa, khawatir dia datang pagi dan ketemu kamu."

"Baik Bu, saya tidak akan mau digoda Pak Arka, saya juga tidak akan mau diajak macem-macem, saya ingin melakukan yang kayak Pak Arka dan Ibu kapan hari perbuat itu ya saya lakukan dengan suami saya, kan dosa kayak gitu, zina kan itu Bu."

Wajah Mayoka memerah menahan marah dan malu.

"Kamu nggak usah ngajarin aku apa yang aku lakukan itu terserah aku, kamu itu hanya pembantu nggak usah komen apapun yang dilakukan oleh juraganmu."

"Maaf, ibu tadi sepertinya meragukan saya sampai wanti-wanti seperti tadi, ya saya jawabnya gitu, maaf kalau salah."

"Iya tapi kamu seolah nyinggung aku."

"Maaf Bu."

"Sudah sana kerja, masih kecil sudah sok ngajari yang lebih tua."

Dan Mayoka kembali berusaha menghubungi Arka.

"Kemana kamu Arka, sudah aku turuti minta mobil mewah kok masih saja menghilang tanpa memberi tahu, ah mana aku sedang ingin lagi ...."

Mayoka benar-benar resah, seharian Arka tak ada kabar dan tak bisa dihubungi.

.
.
.

Arka membuka pintu kamar hotel yang ia sewa, setelah dari rumah kontrakan Lila ia mengendarai mobil dengan hati galau. Merasakan sakitnya penolakan Lila.

Di kamar hotel mewah itu ia tak menemukan wanita yang ia ajak, seorang terapis baru di spa milik Lila yang cantik dan akhir-akhir ini dekat dengannya, Hesti. Tak lama terdengar pintu kamar mandi dibuka lalu terlihat Hesti yang masih menggunakan bathrobe dengan rambut yang masih dibungkus handuk.

"Ngapain kamu malam-malam mandi?"

Hesti menarik handuk yang membungkus rambut basahnya lalu sedikit menggosok dan meletakkan handuk di sofa.

"Ya biar seger dan harum, saya tahu kok Bapak ngajak saya bukan ingin ngajak jalan-jalan tapi lebih dari itu, lebih-lebih wajah keruh Pak Arka saat ini saya yakin apa yang Bapak inginkan tak tercapai, Bapak pasti butuh hiburan, dan karena itu kan saya dibawa Bapak?"

Tanpa malu Hesti membuka bathrobe hingga jatuh di kakinya, Arka hanya bisa menelan ludah saat tubuh Hesti yang tanpa selembar benangpun terlihat jelas di depannya. Arka bergerak maju perlahan.

"Tunggu dulu, Bapak berani bayar saya berapa?"

Arka terkekeh ia mendekap tubuh sintal Hesti.

"Berapapun kau mau, asal puaskan aku!"

"Ok! Kita lihat siapa yang akan menyerah kalah."

Dan tanpa malu lagi keduanya telah saling cecap dan remas, Hesti terkekeh geli dalam hati ia ingat pesan Hercules agar meminta bayaran sebanyak-banyaknya toh uang Arka juga hasil dari menjual tubuhnya.

💔💔💔

29 Oktober 2021 (14.22)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top