19. Berdua

"Adakalanya, seseorang membutuhkan waktu berdua dengan pasangannya. Yakni, untuk menumbuhkan kembali rasa cinta."


🌼🌼🌼


Aroma makanan yang Yara persiapkan untuk sang suami tercinta menguar, menggelitik indra penciuman. Dari bau khas rempah yang begitu kuat itu membuat siapa saja yang menghidu seketika terserang rasa lapar.

"Selesai. Tinggal ditata," ucap Yara senang.

Selepas kegiatan mengaji tadi Subuh, Yara memang langsung menyibukkan diri di dapur. Wanita itu begitu semangat menyiapkan menu sarapan. Apalagi, ada suaminya di sini.

Menu yang dipilih Yara adalah Pindang Patin dan Sambal Nanas; menu favorit Rafif. Sajian khas Sumatra itu memang jarang absen mengisi meja makan. Bahkan, suami Yara itu selalu lahap ketika menyantap masakan berkuah segar tersebut.

"Harum," ucap sang suami sembari berdiri di belakang Yara yang masih sibuk menata hidangan di meja.

"Jangan dilihatin terus, ih! Mas pergi dulu sana!" seru Yara sambil menahan malu. Rafif hanya terkekeh saja mendengarnya.

"Mas tungguin di sini saja," timpal Rafif seraya mendaratkan diri di salah satu kursi.

Yara mendengus. Pasalnya, ia masih malu mengingat kejadian menggelikan tadi malam, ditambah ditatap dengan intens. Hati Yara tambah deg-degan.

"Kalian kenapa?" tanya Mbak Rahma bingung. Wanita itu heran melihat tingkah kedua adiknya itu.

Yara hanya diam saja. Sementara itu, Rafif masih senyum penuh makna.

"Sudah siap," ucap Yara setelah menyelesaikan tugasnya.

"Sarapan sekalian, Ra! Mbak panggil Mas dulu," perintah Mbak Rahma ketika Yara hendak beranjak ke kamar.

Yara pun mengangguk. Lalu, mengambil posisi duduk tepat di samping suaminya.

"Merah," kata Rafif singkat.

"Apaan sih!" Yara sungguh sebal.

"Bagaimana nggak merah kalau sedari tadi ditatap kayak gitu terus," gerutu Yara dalam hati.

Rafif pun tertawa melihat tingkah sang isteri. Ia selalu suka menyaksikan rona merah itu menyembul di kedua pipi sang kekasih hati.

"Ada apa?" tanya Mas Rafly spontan, yang tentu saja berhasil membuat Yara kelimpungan.

"Adikmu itu jahat, Mas," lapor Yara. Semua orang yang berada di ruang makan pun terbahak.

"Lebih jahat mana coba? Masak suaminya datang malah dikira hantu. Mana dibacain Ayat Kursi lagi," ungkap Rafif sambil menampakkan muka memelas. Yara semakin malu dibuatnya.

"Hah? Serius?" Mbak Rahma heboh sendiri begitu mendengar penjelasan dari sang adik ipar.

Tawa pun meledak menyebar ke seluruh ruangan.

"Mas nggak bilang kalau mau pulang," jelas Yara sambil menunduk.

"Kejutan, Sayang. Ah, jadinya malah aku sendiri yang terkejut," timpal Rafif.

Apa yang dikatakan Rafif memang benar. Tadi malam, ketika Yara masuk ke dalam kamar, ia dikejutkan oleh gemericik air di kamar mandi. Setelah itu, sosok menawan itu muncul begitu saja di depannya.

Efek mendengar cerita horor di pondok memang hebat, hingga membuat Yara parno. Sehingga, sewaktu suaminya berdiri gagah di hadapannya tadi malam, Yara langsung terduduk lemas di tempat tidur. Ia lantas bergumam lirih membaca Ayat Kursi. Meski suaranya tidak lantang, tetapi indra pendengaran Rafif masih mampu menangkap keseluruhan bacaan tersebut.

"Masak seganteng ini dianggap setan," ucap Rafif malam itu yang berakhir membuat rasa malu Yara mencuat hingga pagi ini.

"Makan aja, yuk! Kasian Yara," ucap Mbak Rahma seketika. Sehingga, Yara bisa bernapas lega.

Kemudian, semuanya makan dengan hening.

***

Adakalanya, seseorang membutuhkan waktu berdua dengan pasangannya. Yakni, untuk menumbuhkan kembali rasa cinta. Yara dan Rafif pun demikian.

"Jadinya mau ke mana?" tanya Rafif sembari berfokus pada jalanan.

Ya, kali ini sepasang insan itu memang akan berlibur dari rutinitas. Bagi Yara dan Rafif, sekadar meluangkan waktu sejenak demi menghadirkan lagi benih-benih cinta yang hampir usang itu penting.

Akhirnya, sekitar pukul dua siang, Yara dan Rafif meninggalkan As-Syarif untuk pergi ke suatu tempat yang belum ditentukan lokasinya.

"Aku ikut Mas aja. Nggak paham juga sama daerah sini," jawab Yara sekenanya.

"Ah, memang daerah mana yang kamu paham, Yara?" Hati Yara berbisik.

Yara tertawa sumbang menyadari tentang ketidaktahuannya itu.

Selama menetap di tempat asal suaminya ini, Yara memang tidak pernah bepergian sendiri. Ia selalu saja mengekor ke mana saja sang suaminya pergi.

"Ada ide?" sambung Yara.

Rafif pun seketika terdiam sembari memikirkan destinasi wisata yang ingin ia tuju. Terlalu banyak tempat bagus, hingga Rafif bingung memilih tempat yang tepat.

Setelah melalui banyak pertimbangan, Rafif memutuskan untuk berbelok ke arah kanan, menuju ke salah satu pantai yang terletak di Krui, Pesisir Barat.

Selain jarak tempuh yang terbilang lumayan dekat dengan pondok, pantai yang dipilih Rafif termasuk salah satu tempat yang paling direkomendasikan oleh traveler. Butuh waktu lebih dari satu jam untuk sampai ke pantai itu. Rasanya mungkin melelahkan. Namun, bagi Rafif, itu juga sangat sepadan dengan pemandangan yang ditawarkan.

"Namanya pantai apa, Mas?" tanya Yara begitu mobil terparkir dengan sempurna di area parkir yang tidak jauh dari pantai.

"Labuhan Jukung," jawab Rafif singkat.

"Turun, yuk!" ajak Rafif pada sang isteri.

Yara pun mengangguk lalu ke luar mobil. Tidak ada adegan sang pria membukakan pintu mobil di sini. Sebab, Yara sendiri menganggap itu hal yang sungguh menggelikan. Kalau pasangan lain memiliki pandangan yang berbeda, tidak masalah. Begitu kata Yara.

"Ayo!" ajak Rafif lagi sembari mendekat ke arah Yara. Kemudian, Rafif menggenggam telapak tangan sang isteri erat seraya berjalan menyusuri bibir pantai.

Adegan spontan itu berdampak sangat hebat pada debar jantung Yara. Iramanya menggila.

"Pengantin lama ternyata bisa juga merasakan seperti masa-masa awal membina mahligai rumah tangga, ya?Seperti saat-saat sebelum lahirnya banyak drama." Suara hati Yara berucap lirih.

"Cantik banget!" seru Yara ketika pandangan matanya beradu dengan birunya laut yang penuh pesona.

"Iya, cantik," timpal Rafif sembari menatap lekat sang isteri. Ia jujur untuk satu hal ini, isterinya memang selalu terlihat cantik di matanya. Apalagi, ketika semburat merah itu tak sengaja timbul karena meredam rasa malu yang ada pada dirinya.

"Duduk di sana yuk, Mas!" ajak Yara sembari menunjuk tepian pantai yang agak sepi. Rafif langsung mengiyakan.

Rasa bahagia menghampiri Yara. Sepertinya,  ia sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu berdua dengan suaminya.

"Yeay ...," sorak Yara cukup lantang.

Kali ini, pasir pantai yang putih dan lembut menjadi lahan bermain buat Yara. Bak anak kecil, ia menjadikan hamparan pasir itu sebagai sarana melepaskan penatnya.

"Mas, ke sini! Kita bikin istana pasir," ucap Yara riang.

Rafif tersenyum lebar melihat tingkah sang isteri. Ia pun langsung mendekat mengikuti permainan wanitanya itu.

Setelah puas bermain pasir. Energi Yara terkuras. Ia tampak kelelahan.

"Mas, pinjam bahunya, boleh?" tanya Yara malu-malu.

Rafif langsung membawa Yara ke sisinya, menyuruh sang isteri untuk bersandar di bahunya.

"Di pusat kota gini, kok ada pantai secantik ini ya, Mas?" gumam Yara menyuarakan rasa penasarannya.

"Ya, wajar. Sepanjang Pesisir Barat ini isinya pantai, Sayang," sahut Rafif menjelaskan.

"Mas bisa berselancar?" tanya Yara random. Entah kehabisan pertanyaan atau apa. Yang jelas, kata tanya itu seolah begitu saja keluar dari bibir Yara.

Yara mengamati di sekitar, para peselancar sedang menunjukkan aksinya, melawan ombak dengan begitu memukau.

Dari penjelasan Rafif, Yara mengetahui jika pantai ini tidak hanya digemari oleh wisatawan lokal saja, tetapi para turis juga banyak yang berkunjung. Salah satu kegiatannya adalah untuk berselancar karena dirasa ombaknya begitu bersahabat buat para peselancar.

"Bisa, tapi nggak mahir," jawab Rafif.

Rafif sadar sekarang. Ternyata, dua tahun lebih hubungan pernikahan, ada banyak hal yang masih belum diketahui pasangannya. Rafif bertekad, mulai saat ini, ia akan selalu menyempatkan diri untuk memupuk komunikasi, salah satunya adalah menikmati waktu berkualitas seperti saat ini.

"Sunset di sini bagus. Bisa dibilang, termasuk primadonanya pantai ini. Kalau ingin menikmati suasana yang romantis, tunggu sampai pas matahari tenggelam nanti," ucap Rafif sambil mengelus kepala Yara.

"Benarkah?" Yara mendongak, memastikan kebenaran dari kata-kata suaminya tersebut.

"Iya, sayang. Mau stay di sini?" tawar Rafif yang membuat Yara semakin semangat.

Sungguh, Yara ingin sekali bersua dengan sang jingga yang sudah lama tidak ia sambangi di tempat seindah ini.

"Memangnya nggak apa-apa?" tanya Yara serius.

Yara sungkan pada Mbak Rahma kalau terlalu lama berada di luar. Sebab, ia memiliki tanggungan sekarang, yaitu mengampu salah satu pelajaran anak-anak kelas Ula. Sehingga, Yara tidak enak kalau dianggap mangkir dari tanggung jawab.

"Nggak masalah. Perginya 'kan sama Mas," timpal Rafif yang membuat Yara lega.

"Nanti Mas bilang ke Mbak Rahma juga," lanjut Rafif menenangkan.

"Kalau pulangnya kemalaman gimana?" tanya Yara lagi.

"Ada penginapan juga di sini," jawab Rafif seraya memandang Yara yang sudah bergerak gelisah sejak tadi.

"Gimana? Mau menginap?" tanya Rafif sembari tersenyum misterius.

Ah, Yara semakin resah.

________________

To be continued.

Setelah itu, mau ngapain lagi, ya? 🤭

Selamat membaca part terbaru Khala. 🌹

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top