12. Lega
"Hanya dengan melihatmu baik-baik saja, aku sudah lega."
🌼🌼🌼
Yara membuka mata perlahan. Matanya terasa perih. Ada sisa tangis yang masih menggenang. Kelopak matanya pun tampak bengkak sehingga tatapan matanya seakan buram.
"Sudah sadar?" tanya seseorang yang baru saja memasuki kamar.
Yara mengedipkan mata. Lalu, ia memandang ke sekeliling. Ternyata, ia tidak sedang berada di asrama. Yara mencoba mengumpulkan kesadaran. Ia teringat kejadian tadi sore. Begitu mendengar kabar kecelakaan itu, pandangan Yara mendadak kabur dan semua berubah menjadi gelap.
"Sayang?"
Suara yang tak asing itu tiba-tiba saja menyusup telinga Yara. Terasa bagai mimpi mendengar nada lembut itu. Yara berusaha mengenyahkan. Namun, suara itu menggema dalam pikiran.
Ranjang yang Yara tempati bergerak pelan. Sosok itu benar-benar berada di sini, duduk manis tepat di sisinya. Yara masih tidak habis pikir menyoal apa yang baru saja menimpa dirinya.
"Apakah ini nyata?" kata hati Yara. Ia masih berpikir kalau apa yang ia lihat hanya halusinasi semata.
"Mas?" ucap Yara seraya menyuruh lelaki itu mendekat. Yara menepuk pipi lelaki yang sedang termenung di dekatnya itu dengan lembut. Tak berhenti sampai di situ, Yara kembali menggerakkan kedua tangannya. Ia menyusuri setiap lekuk wajah lelaki tersebut. Namun, sosok itu tak jua menghilang.
"Iya, Sayang. Ini aku. Mas Rafif," ungkap Rafif yang mengerti kebingungan Yara. Lelaki itu menggenggam tangan wanitanya itu erat. Sisa rasa panik masih tampak pada wajah tampannya itu.
"Tapi, kata Mbak Rahma ... "
Suara seseorang menyela sebelum Yara melanjutkan kata-katanya.
"Kamu salah paham, Yara. Dibilang juga apa? Disuruh dengerin penjelasan Mbak dulu, kamu malah histeris duluan."
Yara melongo. Ia tidak mengerti maksud ucapan Mbak Rahma barusan.
"Tadi sore, Mbak bilangnya kan 'mobil Rafif kecelakaan'. Bukan berarti lelakimu itu ikut di dalamnya," jelas Mbak Rahma yang membuat Yara begitu malu.
Kemudian, Yara memberi kode pada sang suami untuk menjelaskan lebih rinci mengenai kejadian itu.
"Ya sudah, Mbak tinggal dulu ya. Nanti Mbak ambilkan teh hangat dan pengganjal perut sekalian."
Setelah mengucapkan itu, Mbak Rahma keluar kamar.
"Aku malu," seru Yara sembari menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia sungguh tidak tahu lagi bagaimana menyembunyikan muka kali ini. Pasalnya, ia sudah membuat kehebohan yang berujung menumpuk rasa malu.
"Konyol," batin Yara berteriak.
"Kenapa malu, Sayang? Nggak apa-apa. Mas malah merasa tersanjung. Kekhawatiran yang kamu tunjukkan itu menjadi tanda bahwa Mas masih menempati posisi istimewa di hatimu. Bener, nggak?" ungkap Rafif yang membuat Yara semakin salah tingkah.
"Entah ah," sahut Yara sambil merapatkan selimutnya. Rafif pun tertawa lebar. Tawa yang begitu Yara tunggu. Tawa renyah dari suaminya itu memang selalu Yara rindu.
"Ceritanya gimana sih? Katanya Mas tadi mau pulang. Kok masih di sini?" tanya Yara di balik selimut. Wanita itu masih penasaran.
"Nggak jadi. Sebentar lagi lebaran juga, 'kan? Biar nggak bolak-balik, Mas di sini saja. Lagipula, pekerjaan masih bisa dikontrol dari sini. Jadi ya aman," timpal Rafif kemudian.
"Kebetulan, mobilnya dibawa pulang Pak Rahmad. Beliau mau lebaran bareng keluarga di kampung. Ya sudah Mas suruh pakai saja. Daripada nganggur," lanjut Rafif setelahnya. Yara pun masih setia mendengarkan.
Pak Rahmad adalah seorang pria berusia awal 40an yang biasanya menemani Rafif kalau sedang bekerja ke luar kota. Lelah urusan pekerjaan biar berkurang jika ada yang menggantikan menyopir mobil. Begitu kata Rafif kala itu.
"Terus, Pak Rahmad gimana?"
Yara bertanya seperti itu karena ia juga khawatir. Kalau ada kejadian buruk, Yara juga ikut kepikiran. Sebab, lelaki yang hampir berusia setengah abad itu adalah tulang punggung keluarga. Ada sang ibu yang mesti diurus. Ada isteri dan dua anaknya yang juga harus diperhatikan.
"Pak Rahmad hanya luka ringan. Tadi sudah telpon Mas. Hanya mobilnya saja yang agak rusak. Tapi sudah dibawa ke bengkel."
Yara lega mendengarnya. Yara juga tak kuasa menyembunyikan rona bahagia melihat suaminya yang tak kurang sedikit pun berada di hadapannya.
"Hanya dengan melihatmu baik-baik saja, aku sudah lega, Mas," batin Yara dengan tetap mengamati raut wajah sang suami dengan lekat.
"Tadinya Mas mau menemui beliau. Tapi nggak jadi. Soalnya ada yang tiba-tiba nggak sadarkan diri. Takut nggak ada yang kuat angkat juga," ledek Rafif sambil mengulum senyum penuh arti.
"Mas!" sungut Yara sambil membuka selimut dan langsung menghadiahi Rafif dengan cubitan. Rafif sontak memekik kesakitan.
"Dendam ya?" ucap Rafif yang masih belum berhenti meledek.
"Mbak Rahma kok lama, ya? Udah lapar banget?" tanya Rafif lembut. Yara hanya menggeleng pelan. Namun, perutnya tidak bisa berbohong. Nada khas kelaparan spontan berbunyi nyaring. Rafif pun tertawa puas hingga membuat Yara semakin sebal.
Suara ketukan pintu terdengar. Ada Mbak Rahma yang sedang membawa satu nampan penuh yang berisi segala macam asupan untuk Yara. Mbak Rahma bilang tidak bisa ikut menunggu Yara karena ia masih ada kegiatan di Musala.
"Mas, aku pengen ikut ke Musala."
Yara baru ingat kalau malam ini adalah acara perpisahan. Acaranya memang malam ke-25 Ramadan selepas menuntaskan satu kitab tertentu yang dikaji khusus bulan Ramadan.
Setelah itu, keesokan harinya para santri akan pulang ke rumah masing-masing. Kecuali, beberapa santri pengabdian yang masih tertahan di sini. Biasanya, mereka pulangnya bergantian.
"Makan dulu ya, Sayang," ucap Rafif sembari membantu Yara duduk.
"Aku bisa sendiri, Mas. Kayak orang sakit aja sih," decak Yara kesal. Rafif hanya tersenyum singkat menanggapi Yara yang sibuk menggerutu.
"Mau disuapin?" tanya Rafif pada sang istri. Yara hanya diam saja. Sebenarnya, ia juga tak menolak. Namun, rasa malunya timbul begitu saja.
"Sendiri saja, Mas," balas Yara singkat.
Melihat Yara ogah-ogahan menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya, Rafif segera mengambil alih piring yang tadi berada di pangkuan Yara. Padahal, lauknya Pindang Patin. Biasanya, Yara selalu lahap menyantap menu khas Sumatra itu.
"Aaa ... " perintah Rafif pada Yara. Wanita itu segera melebarkan bibir untuk menerima sesuap makanan dari suaminya itu.
Tak butuh waktu lama, satu porsi makanan pun habis. Yara seolah tidak pernah merasakan makanan selezat ini. Ah, mungkin saja efek disuapi sang pujaan hati yang membuat rasanya lebih nikmat.
"Mas nggak makan?" tanya Yara pada sang suami sembari menyeruput teh hangat yang juga terhidang di nampan tadi.
"Sudah. Tadi bareng Mas sama Mbak," balas Rafif.
"Butuh apa lagi? Nanti Mas ambilkan sekalian membereskan piring kotor ini," ucap Rafif yang dibalas Yara dengan gelengan.
"Nggak usah, Mas. Aku aja yang bawa ke dapur. Mas istirahat sana!" tolak Yara halus.
"Mas saja, Sayang. Kamu salat dulu sekalian mengganti salat Magrib yang terlewat tadi, ya! Eh iya, lap badan juga ya, Sayang. Tadi nggak sempat mandi, 'kan?" Yara pun pasrah. Toh, salat adalah kewajiban yang harus segera dituntaskan.
Seperti yang diterangkan dalam sebuah hadis mengenai waktu mengganti salat, yakni;
"Jika kalian tertidur atau terlupa dari mengerjakan salat maka hendaknya salat setelah teringat atau terbangun."
Hadis riwayat Abu Dawud tersebut membuat Yara segera beranjak menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan sekaligus mengambil air wudu. Ia tidak ingin menunda lebih lama lagi.
Satu jam berselang, Yara sudah menunaikan kewajiban. Ia penasaran dengan keberadaan sang suami. Belum sempat ia mencari di luar, pintu kamar sudah terbuka lebar.
"Mau ke mana?" tanya Rafif pelan.
Yara hanya diam. Ia malu mengakui kalau sebenarnya ia ingin mencari lelaki yang amat ia sayangi ini.
"Mau kembali ke asrama," jawab Yara asal.
"Malam ini tidur di sini saja, ya!" ucap Rafif yang sontak membuat Yara gugup. Permintaan lelaki itu sungguh mengagetkan Yara. Ia malu sekaligus kikuk. Namun, luapan rasa lega di hati Yara membuncah. Sebab, sejujurnya ia amat merindukan bercengkrama saat menjelang tidur dengan suaminya tersebut.
________________
To be continued.
Hai.. Salam hangat dari Yara dan Rafif.
Semoga ibadah hari ini lancar. Aamiin.
Selamat membaca kelanjutan Khala ini, yaa..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top