10. Jumpa
Jumpa yang tak terduga terpampang di depan mata. Haruskah ia bahagia atau sebaliknya?
🌼🌼🌼
Jumpa yang tak disengaja dengan Viren kemarin siang membuat Yara gelisah tak terkira. Tatapan dingin tanpa senyuman dari lelaki itu masih terekam dengan jelas di kepala. Sedih di hati Yara tak bisa dibendung. Karena kesalahan yang ia perbuat, sosok teman terbaik perlahan menyingkir.
"Sini, Mbak! Kenalan dulu dengan Abangku yang paling ganteng sejagat raya. Lumayan buat cuci mata. Stok terbatas ini, Mbak. Sebelum keduluan ukhti-ukhti yang lain. Nanti nyesel, lho."
Itu kata-kata yang diucapkan oleh Virzha Malik, bocah tengil yang beberapa hari yang lalu bertemu dengan Yara di sungai kecil yang terletak di belakang pondok. Ternyata, remaja itu adalah adik kandung Viren. Yara sungguh tidak habis pikir dibuatnya. Dunia yang Yara tempati sangat sempit sekali.
Kalau saja Virzha mengetahui perihal kerumitan problematika yang terjadi antara Yara dan Viren, anak muda itu tidak mungkin terang-terangan menyodorkan kakaknya pada Yara. Bahkan, bisa saja Virzha ikut serta membencinya. Kira-kira, itu yang ada dalam pikiran Yara.
"Setelah tahu masalah yang sebenarnya, apa mungkin sikap Virzha masih bisa seramah itu?" lirih Yara seraya memikirkan segala kemungkinan yang ada. Di tengah gundahnya, Yara teringat dengan suara yang kemarin ditemuinya. Ah, tepatnya, jumpa itu tanpa diprediksi sebelumnya.
"Abang pulang dulu ya, Dek! Baik-baik di sini. Jangan bandel, ya! Selalu berbuat baik pada semua orang. Jangan pilih-pilih teman. Tapi ingat! Pondasi dirinya harus diperkuat lagi, agar tidak terjerumus dengan hal-hal yang menabrak aturan. Eh iya, Rindu pada Umak disimpan dulu. Toh, sebentar lagi ketemu. Lagipula, pekan depan sudah mulai libur. Sebelum lebaran, nanti mas jemput. Pulangnya sekitar sepuluh hari lagi, 'kan?"
Setelah mengucapkan itu pada adiknya, Viren langsung berlalu begitu saja. Tak ada basa-basi untuk sekadar menyapa. Suara lembut yang biasa Yara dengar itu sontak menghilang tanpa sisa.
"Lelaki itu tidak bermaksud menyindirku, 'kan?" gumam Yara dengan nada lelahnya.
"Segitu nggak maunya berbicara denganku ya, Vir?" lanjut Yara di sela tangisnya. Benar kata Firda waktu itu, otak Yara yang dulu kerap mendapat nilai tertinggi di setiap mata kuliah yang ia ambil, mendadak tumpul.
"Astaghfirullah."
Yara sudah memohon ampun pada Allah sebanyak ribuan kali setiap hari. Namun, rasa bersalahnya belum juga pergi.
Kini, di malam sepertiga yang begitu pekat, Yara sesenggukan. Menahan sesak yang tiba-tiba menyerang. Ia tak menyangka kalau perjumpaan singkat dengan lelaki itu memberikan efek yang luar biasa.
"Allah, sampai kapan hukuman ini berlangsung?" batin Yara mengaduh. Ia memukul dadanya pelan demi meredam nyeri yang secara tak sadar bertandang.
Bagi Yara, kehilangan salah satu teman berjuang karena satu kesalahan memalukan, itu sungguh menyesakkan. Jika dapat mengulang keadaan, Yara akan meminta pada Allah untuk mewujudkan, menyoal sebuah perjumpaan tanpa permusuhan guna untuk memperbaiki kesalahan. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Semua sudah terjadi tanpa bisa diulang. Sepertinya, keadaan yang sudah telanjur berantakan, sulit untuk dikembalikan pada keadaan awal.
"Astaghfirullah hal adzim."
Yara kembali melafalkan kalimat istighfar. Seorang guru pernah berkata bahwa lafal istighfar mampu menjadi penggugur dosa dan dapat menenangkan jiwa. Itu sungguh benar. Namun, Yara melupakan satu hal bahwa inti taubat adalah berharap rida Allah semata, bukan diselipi niat karena ingin mengharap maaf pada manusia. Sebab, jika rida Allah sudah dalam genggaman, Dia sendiri yang akan menuntun hambaNya untuk mendekat, sekadar untuk memberi maaf. Maka dari itu, niat dalam diri harus diputar arah, agar tidak salah kaprah.
"Bismillah. Segala sesuatunya harus karena Allah," lirih Yara dengan terbata.
"Mbak Yara kenapa?" tanya Hasna yang sedikit terusik mendengar isak tangis Yara. Yara hanya menggeleng tanpa mampu berkata sepatah kata pun. Lalu, Hasna hanya menganggukkan kepala dan kembali melanjutkan lelap. Gadis itu begitu menikmati masa cutinya kali ini.
Setelah tangisnya reda, Yara bersiap pergi ke dapur untuk mengambil jatah makan sahur. Sebenarnya, rasa malas begitu mendominasi. Namun, Yara tidak ingin menyiksa diri dengan membiarkan perutnya tidak terisi.
Kemudian, Yara keluar dari kamar dengan hati-hati. Ia tidak ingin membangunkan Hasna yang sedang tenang di dalam dunia mimpi.
Angin segar menyambut Yara begitu pintu terbuka. Ia berdiam diri sejenak di depan kamar sekadar untuk memejamkan mata sembari meresapi semilir angin yang menyusup ke seluruh persendian.
"Mbak Yara mau sahur di dapur umum apa ke ndalem?" tanya sang lurah pondok begitu mereka berdua berpapasan di depan kamar.
"Ke dapur saja, Mbak. Bareng, yuk!" ajak Yara pada gadis itu. Setelahnya, keduanya menuju dapur pondok yang terletak di bangunan paling belakang.
"Sahur dan buka puasanya di rumah saja, Ra. Mbak nggak enak sama Rafif, nanti dikira kamu nggak diurus di sini," ucap Mbak Rahma beberapa waktu yang lalu.
Sebenarnya, Mbak Rahma sudah berulang kali mengajak Yara untuk makan sahur dan buka puasa di ndalem. Namun, Yara menolak. Ia lebih nyaman berada di tengah-tengah para santri. Tingkah laku mereka yang terkadang unik, membuat sisi sepi di hati Yara seakan mendapat amunisi.
Yara sangat bahagia hanya dengan mendengar suara spontan santri yang sering menyumbang tawa baginya. Aksi saling meledek yang terlontar sembarangan membuat senyum cerah pada diri Yara menguar. Baginya, celotehan menggelikan itu bisa mengalihkan kesedihan yang selama ini ia pendam.
Makan sahur pun usai sejak beberapa menit yang lalu. Kali ini, Yara sudah berada di kamar untuk persiapan ke Musala. Sebab, salat Subuh sebentar lagi dimulai.
Setelah mengambil air wudu dan memakai mukena dengan rapi, Yara segera menuju ke Musala. Sesekali ia tersenyum ramah pada para santri yang menyapa.
"Selepas salat Subuh, nanti ke rumah ya, Ra!" ucap Mbak Rahma sebelum berlalu menuju tempat paling depan. Yara masih terdiam.
"Ada hal penting apa ya?" pikir Yara dalam lamunan.
***
Di tempat berbeda, Rafif sedang mondar-mandir di ruang keluarga. Ia melirik jam dinding yang bertengger di depannya. Sudah setengah jam berselang, seseorang yang ia tunggu tak kunjung datang. Rafif menghela napas kasar. Rasanya, ia sudah tidak sabar, menanti jumpa yang tak jua terkabulkan.
"Assalamualaikum."
Suara yang begitu Rafif rindukan menggema. Lelaki itu tersenyum dengan lebarnya.
"Waalaikumussalam," jawab Rafif sambil mendekat ke arah sumber suara.
Yara terkejut mendapati sosok yang begitu ingin ia hindari berada di dekatnya kali ini. Orang lain bisa saja berpikir bahwa Yara sudah bersikap zalim. Namun, Yara menghalau perasaan itu. Ia merasa tak bersalah. Sebab, dirinya sendiri yang seharusnya marah, karena sudah dilempar ke tempat yang tidak semestinya tanpa bisa membantah.
"Mbak Rahma mana, Mas? Tadi, aku disuruh ke sini," ucap Yara dingin yang membuat dua anak manusia itu terasa asing. Jumpa yang tidak Yara harapkan terpampang di depan mata. Seharusnya, ia merasa bahagia. Namun, yang ia tunjukkan sungguh berbeda dengan apa yang ia rasa.
"Jumpa yang tak terduga ini. Haruskah aku bahagia atau sebaliknya?" gumam hati Yara yang sudah berkecamuk tidak karuan. Kalau tidak ingin hilang keseimbangan, Yara harus segera mengakhiri perjumpaan.
"Mas yang meminta Mbak Rahma untuk memanggilmu, Ra," timpal Rafif kemudian.
Rafif tidak berbohong. Ia memang memohon pada Mbak Rahma untuk membawa pujaan hatinya ke sini. Pasalnya, sudah berulang kali ia berniat ingin menemui Yara, tetapi wanitanya ini tidak pernah mengindahkan panggilannya. Sungguh, Rafif merasa resah sendiri dibuatnya.
"Sudah ketemu, 'kan? Kalau begitu, aku ke asrama dulu, Mas. Masih banyak yang harus dilakukan," sahut Yara cepat sambil meninggalkan tempat ini.
Sungguh, Yara tidak ingin berlama-lama berdua saja dengan sang suami di sini. Ia masih kesal. Meskipun, sebagian hatinya sudah berlaku curang, rindu yang lama menggumpal itu tak dapat dikendalikan. Maka dari itu, Yara tidak ingin kalah duluan.
"Mas kangen."
__________________
To be continued.
Sampai ketemu dengan Yara. Eh iya, yang kangen dengan Rafif, ia muncul juga pada episode kali ini. 🥰
Selamat membaca. 🌹
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top