38
Kondisi tubuhnya belum benar-benar pulih, tapi dia tidak bisa absen terlalu lama. Bisa-bisa dia jatuh sakit lagi kalau tidak bekerja karena tidak punya uang untuk membeli makan. Pagi itu Khadija sudah berangkat ke perumahan tempatnya bekerja. Seperti biasa berjalan kaki menyusuri jalanan yang masih sedikit sepi. Udara shubuh masih cukup ramah di paru-paru.
Pukul enam, dia sudah tiba di rumah majikannya. Khadija tak membuang waktu lagi, dia langsung memulai pekerjaannya. Tubuhnya yang masih lemah membuatnya tidak terlalu cepat dan sesekali berhenti untuk beristirahat.
“Dija, kami berangkat dulu, tapi di kamar depan ada keponakan saya menginap semalam, jadi kamar itu ga usah dibersihkan, orangnya masih ada didalam,” ucap Sisy sambil bersiap berangkat bersama suaminya. Khadija mengangguk dan kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Khadija telah selesai mencuci, sepertinya selama dia sakit majikannya membiarkan semua pakaian kotor menumpuk sampai beberapa bak. Ini adalah bak kedua yang akan dia jemur. Tiang jemuran di halaman belakang sudah penuh, kini dia bermaksud menjemur dihalaman depan. Ketika dia melewati kamar depan terdengar samar seseorang sedang menelpon, pintu kamar terbuka setengah.
“Al, jemput aku ya, aku dirumah tanteu ku,” ujarnya. Khadija kala itu tengah berhenti dulu mengumpulkan tenaga dan bersandar pada lemari. Tenaganya memang benar-benar sedang lemah.
“Ok By, alamatnya aku share lok aja, ya.” Suara telepon yang ditutup. Khadija segera berjalan menuju pintu depan ketika daun pintu kamar tamu terbuka. Tertangkap dari sudut matanya gadis itu membawa handuk ke kamar mandi. Kamar tamu memang tidka dilengkapi kamar mandi setau Khadija.
Keringat sudah bercucuran, dia menjemur satu demi satu pakaian. Hampir setengah jam untuk menyelesaikan satu bak itu. Setelah helai pakaian terakhir dia duduk bersandar dulu mengistirahatkan dirinya. Mengumpulkan kembali tenaganya.
Khadija kembali masuk, untuk mengambil cucian pada bak berikutnya. Terdengar suara memanggil dari dalam kamar depan. Rupanya ponakannya Bu Sisy udah selesai mandi.
“Mba, handuk sama pakaian saya tadi udah saya taro ya di bak pakaian kotor!” ucapnya, Khadija mengangguk. Dia menoleh, namun orang yang memanggilnya sudah berbalik kedalam kamarnya. Hanya punggungnya yang terlihat.
Gadis itu mencuci pakaian kotor tambahan bekas tamu majikannya. Dia duduk kemudian meneguk segelas air untuk memberikan energi lagi pada tubuh lemasnya. Setelah selesai, pakaian bersih itu diberikan pewangi dan kembali dikeringkan pada mesin cuci. Ini bak terakhir dan dia bisa beristirahat sebentar sebelum melanjutkan menyetrika cucian dulu masih sempat dia selesaikan setrikanya.
Beruntung halaman depan cukup luas, sehingga bisa menampung jemuran yang cukup banyak. Ketika gadis itu tengah asyik menjemur, tiba-tiba sebuah motor berhenti didepan pagar dan menyalakan klakson. Terdengar juga bell yang dipijit. Khadija menghampirinya dan membukakan gerbang.
Sejenak kedua pasang mata itu saling terkunci. Ekspresi kaget terpancar dari keduanya.
“Dija, kamu lagi ngapain disini?” tanya lelaki itu menatap gadis yang ada didepannya, memperhatikan keringat yang membasahi pelipisnya, wajahnya masih pucat.
“Ak aku kerja disini Kak? Kak Rasyid nyari siapa kesini?” Khadija terbata, dia terlalu terkejut mendapati lelaki yang kemarin menolongnya kini ada dihadapannya.
“Al!” Terdengar suara wanita yang memanggilnya dan keluar dari balik pintu dengan mode stylistnya.
“Kamu emang kenal sama pembantu baru bibiku ini?” Gadis cantik yang tidak lain adalah Merlina itu berjalan menghampiri Rasyid yang terlihat mengobrol dengan gadis yang membelakanginya. Khadija sontak menoleh, merasa kenal dengan suara itu.
“Ooo, jadi kamu pembantu bibiku yang baru? Ternyata harga kamu Cuma selevel pembantu ya?” ucapnya nyinyir setelah melihat siapa wanita yang menjadi pembantu di rumah bibinya itu. Khadija cukup terkesiap, bagaimanapun dia sempat ada pertikaian dengan Merlina. Wanita itu yang menuduhnya menggoda Rasyid.
“Dija, itu bener, kamu jadi ART disini?” Rasyid menatap lekat wajah yang masih terlihat begitu pucat itu. Khadija mengangguk. Mata Rasyid membulat tidak percaya.
“Kamu jelas kan dengan status kamu disini, kamu itu hanya sebagai PEMBANTU, jangan sok sok gangguin cowok orang lagi ya, ga level.” Merlina mendorong bahu Khadija untuk minggir.
Kemudian tangannya merogoh tasnya dan mengeluarkan uang dua lembar sepuluh ribuan. Dia lemparkan ke wajah Khadija.
“Ini tips buat kamu karena udah nyuciin baju kotor aku tadi,” ucapnya sinis sambil meraih lengan Rasyid. Namun lelaki itu menepisnya.
“Mer, kamu ga bisa bersikap seenaknya seperti itu, Dija ayo pulang.” Tangan Rasyid menarik lengan Khadija. Gadis itu rupanya tengah berusaha menguasai diri agar tidak terpancing emosi.
“Al!” Merlina menarik lengan Rasyid hingga terlepas pegangannya. Rasyid menatap Merlina penuh kekesalan.
“Dija, ayo pulang, kenapa kamu kerja seperti ini?” Rasyid mengguncang bahu Khadija yang masih mematung mencerna situasi. Gadis itu perlahan menepis keua tangan Rasyid yang memegang erat bahunya.
“Kak, maaf lepasin, aku memang jadi pembantu, apa salahnya? Ini kerjaan halal kho,” ucapnya setelah berhasil menenangkan dirinya untuk tidak membalas perbuatan menyakitkan Merlina. Rasyid menatapnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Sudut hatinya teriris melihat tubuh ringkih itu direndahkan. Sudut matanya melirik satu bak cucian yang belum selesai dijemur.
Khadija berjongkok memungut uang sepuluh ribuan yang tercecer. Dia berdiri dan menghampiri Merlina. Diambilnya tangan wanita itu dan diletakkan uangnya ditelapak tangannya.
“Makasih atas niat baiknya, tapi tolong jangan seenaknya menghambur-hamburkan uang pemberian orang tua, semua rupiah ini ada harganya,” ucap Khadija dengan sorot mata tajam.
“Permisi, saya mau melanjutkan pekerjaan saya lagi.” Dia berbalik meninggalkan kedua orang itu. Rasyid memandang Nanar tubuh gadis mungil yang kini terlihat lebih kurus itu. Dia mengacak rambutnya.
“Al, ayo!” Merlina menarik lengan Rasyid untuk pergi. Dengan berat akhirnya dia melajukan sepeda motornya membonceng Merlina.
Khadija mengurut dada, menarik nafas panjang. Menghempaskan rasa sesak diperlakukan seenaknya oleh keponakan majikannya itu. Kemudian dia melanjutkan kembali pekerjaannya.
Hari itu akhirnya selesai. Khadija sudah merapikan seluruh sudut rumah.Melipat cucian dan menyetrikanya. Dia membawa sedikit bekal untuk makan malam. Dalam hal ini majikannya tidak menyulitkannya dan membuat dia bisa menekan sedikit pengeluaran. Khadija baru saja keluar gerbang setelah menyelesaikan sholat maghrib dulu ditempat majikannya.
Baru saja kakinya menginj dijalan perumahan, sebuah sepeda motor tiba-tiba berhenti disampingnya.
“Ayo naik!” Perintah lelaki itu. Khadija menoleh.
“Kak Rasyid mau kemana? aku jalan aja Kak udah biasa,” bantah Khadija. Dia tidak mau lagi dicap pelakor oleh Merlina.
“Mau naik sendiri atau aku gendong?” Ancam Rasyid tidak terima mendapat penolakan.
Khadija menarik nafas, energi dia sudah habis untuk bekerja. Tidak mau lagi menghabiskan tenaga untuk perdebatan yang sia-sia. Dia kemudian menghampiri sepeda motor honda Wing merah itu dan duduk diboncengannya. Rasyid melajukan sepeda motornya sedang menuju tempat tinggal khadija.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top