32
Honda wing itu meluncur cepat, karena jalanan tidak terlalu padat. Kendaraan yang berwara wiri ramai lancar. Khadija menyimpan barang belanjaan dan kacang rebusnya sebagai penghalang, agar tubuhnya tidak nempel dengan punggung Rasyid.
‘Dija, ini apaan, kho panas?” Rasyid berbicara, namun suaranya samar terbawa angin.
“Apaan Kak?” Khadija sedikit berteriak.
“Ini apaan panas di punggung aku?” ucap Rasyid lebih keras lagi.
“Oh ini kacang rebus Kak, aku beli sepuluh tadi,” jawab Khadija masih dengan suara yang keras mengimbangi hembusan angin malam yang semakin kencang. Angin berhembus dingin seperti mau hujan. Beruntung dia memakai jaket Rasyid, jadi tubuhnya tetap hangat.
“Banyak banget, emang porsi makan kamu udah sebanyak itu ya sekarang?” Rasyid bertanya lagi.
“Aku cuma kasian ama Bapak tua yang jual itu tadi Kak, udah malem gini dagangannya belum laku, sampe-sampe dia belum makan,” tiba-tiba Khadija terisak, ketika membayangkannya kembali kesedihan semakin menyeruak.
“Ehhh, kho nangis,” Rasyid menepikan motornya, kebetulan tempat itu tidak terlalu sepi, dia menepikan motornya dekat sebuah warung kopi lesehan yang letaknya tidak jauh dari gerbang perumahan. Dia melirik spion melihat Khadija yang sedang menghapus air matanya.
“Udah Kak, ayo jalan, aku gak apa-apa,” ucap Khadija lagi. Tapi Rasyid tidak menggubrisnya, dia malah mematikan mesin sepeda motornya. Lelaki itu turun kemudian mengambil plastik besar yang berisi sepuluh porsi kacang rebus.
“Ini kamu mau makan berapa porsi?” Rasyid bertanya, namun Khadija hanya menggeleng. Perutnya sebetulnya sudah terasa penuh karena memakan makanan yang tidak biasa seperti tadi.
“Nih pegang,” Rasyid mengambil satu bungkus kacang ranah rebus itu dan sisanya dia bawa. Lelaki itu setengah berlari menyusuri trotoar menghampiri sebuah post jaga disebuah gerbang perumahan. Khadija memperhatikannya, lelaki itu memberikan plastik itu yang disambut suka cita oleh para security yang tengah berjaga malam. Tak lama, Rasyid sudah kembali.
“Terus yang ini?” Khadija menunjukkan satu bungkusan yang Rasyid sisakan ditangannya. Rasyid mengambilnya kemudian menarik lengan jaket Khadija untuk turun mengikutinya. Gadis itu malas berdebat, dia menenteng paper bag yang berisi boneka frozen.
Rasyid memilih satu tikar yang tergelar, dia melepas alas kakinya dan duduk bersila. Dibukanya bungkusan kacang rebus itu dan membiarkannya menjadi dingin terkena hembusan angin.
“Kamu mau minum apa?” Rasyid bertanya pada Khadija yang sudah duduk berselonjor berjarak kurang lebih satu meter darinya.
“Kita mau minum dulu?” Khadija malah bertanya.
“Iya ngangetin badan, sama dinginin punggung, ini panas banget kena bungkusan kacang rebus tadi, tapi ini dingin banget,” Rasyid menempelkan telapak tangannya pada kening Khadija. Gadis itu spontan menepisnya, namun memang dia akui telapak tangan Rasyid sudah seperti batu es.
“Samain aja Kak,” Akhirnya Khadija menyetujui untuk istriahat dan minum dulu.
“Aku mau minum vodka,” ucap Rasyid sambil tertawa jahil.
“Apaan itu Kak?” Khadija menatapnya sambil mengerutkan dahi, dia memang tidak pernah tahu nama-nama minuman beralkohol. Rasyid hanya terkekeh.
“Pesan apa Mas, Mba,” Si Penjual menghampiri mereka.
“Jahe susu, dua ya,”ucap Rasyid pada Mas penjual minuman itu. Lelaki itu mengangguk sambil kembali ke gerobaknya.
Mata Khadija melihat ke sekitar, warung kopi lesehan ini cukup ramai, suasanya memang menyenangkan kalau tidak hujan. Bisa menatap langit berbintang, merasakan hembusan angin malam. Rata-rata pengunjung warung itu pasangan muda-mudi, terlihat mereka duduk berhimpitan sambil sesekali bercengkrama. Ada juga yang berkelompok, duduk mengobrol dan sesekali pecah tawa. Hanya dia dan Rasyid yang duduk berjauhan dan terdiam, hanya sesekali obrolan terjadi.
“Itu apa?”Rasyid menunjuk paper bag yang dipeluk oleh Khadija.
“Boneka Frozen,” jawab gadis itu singkat.
“Dasar anak kecil,” cebik Rasyid.
“Eh, ini boneka bukan buat aku Kak, ini buat Nayya sama Mela adik aku,” ucap Khadija tak terima disebut anak kecil.
“Hahahaha, kirain masih main boneka,”ucapnya sambil tertawa.
“Nayya kan udah punya banyak Ja,”ucap Rasyid.
“Iya, tapi itu bukan dari aku, aku ingin Nayya punya kenang-kenangan jadi tetap ingat aku walau aku udah ga tinggal disana lagi, kebetulan aku ada rejeki lebih,”ucap Khadija.
“Eh, emang kamu mau kemana?” Rasyid menegapkan duduknya dan menatap serius gadis berjilbab yang ada didepannya.
“Nyari kost atau kontrakan yang deket kampus Kak, biar lebih hemat, biaya hidup sama kuliah mahal Kak, harus irit,” jawab Khadija.
“Udah dapet?” Rasyid bertanya lagi. Khadija menggeleng.
“Ya udah entar aku anter nyarinya,”Rasyid menawarkan diri.
“Kakak ga usah ikut ambil pusing Kak, entar cewek Kakak salah faham lagi, aku males ribut,” jawab Khadija.
“Gak akan, aku sudah menyuapnya dengan perhiasan yang mahal, dia gak akan marah,”jawab Rasyid santai.
“Ga usah Kak, lagian aku udah minta Mas Azmi bantu cari,” jawab Khadija sambil menatap kelangit lepas. Melihat bintang-bintang yang sudah mulai tertutup awan.
“Mas, Mba ini minumannya, ada lagi yang mau dipesan?” Mas penjual kopi itu mengantarkan dua gelas susu jahe.
“Makasih Mas,” Rasyid menerima nampan itu dan meletakkannya diantara dirinya dan Khadija.
“Ini, minum mumpung masih anget,”Rasyid mengadukan susu jahe dengan sedotannya dan memberikannya pada Khadija. Kemudian dia melakukan hal yang sama pada gelasnya dan diteguknya sampai sisa setengah. Khadija menerimanya dan meminumnya perlahan, baginya masih terasa sedikit panas.
“Kamu sama Azmi pacaran?”tiba-tiba Rasyid melontarkan pertanyaan yang tidak Khadija duga.
“Hah?” Khadija kehabisan kata-kata saking kagetnya.
“Kamu pacaran engga sama Azmi?” Rasyid mengulangi lagi pertanyaannya.
“Aku ga ada niat pacaran, kalau memang serius langsung saja datengi orang tuaku, aku mau pacarannya setelah menikah aja,”ucap gadis itu tanpa menoleh pada Rasyid yang masih lekat menatapnya.
“Emang kamu mau menikah sama orang yang ga kamu kenal dan cintai?” telisik Rasyid.
“Tidak pacaran bukan berarti tidak saling mengenal Kak, kalau cinta, aku tak percaya jika cinta dan jodoh itu ada hubungannya,”ucap Khadija, dan pastinya pikirannya langsung tertambat pada cinta pertamanya yang ternyata menjadi jodoh orang lain.
“Hahaha, ada juga orang yang berpikiran kayak kamu ya, kalau tiba-tiba aku ngelamar kamu, memang kamu mau terima? Kan kita udah saling kenal?”pancing Rasyid, namanya juga playboy, ada aja bahasan yang menjurus kearah sana.
“Kak Rasyid ga usah ngomong dulu mau ngelamar aku, ngurusin cewek-cewek Kak Rasyid sendiri aja masih keteteran,” Khadija tersenyum meledek lelaki itu yang hampir tersedak mendengar jawaban Khadija.
“Kalau aku berubah?” Rasyid menatapnya serius.
“Berubah itu butuh waktu dan proses, bukan hanya kalau, andai, jika, itu baru rencana Kak,” jawab Khadija enteng. Rasyid hanya menghela nafas, ternyata gadis yang ada disampingnya itu memang benar-benar tahan godaan. Berbeda dengan wanita-wanita lainnya yang selama ini dia dekati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top