30

Bu Maya segera memasuki lift dan meninggalkannya sendirian di lobi. Jemari lentik Khadija mulai mengetik dengan cepat mengarahkan calon buyernya sesuai instruksi dari Bu Maya. Setelah selesai, dia segera memesan ojek online untuk menuju kontrakannya.

Seperti biasa sesampainya di kontrakan dia akan menjalankan rutinitasnya. Membeli makan, mandi, setelah sholat mengajari Nayya mengaji, kemudian mengecheck iklan-iklan propertinya. Berselancar di dunia maya mencari grup-grup jual beli yang aktif untuk menawarkan dagangannya.

Kehidupan yang terlihat sangat kaku dan membosankan, tidak ada nonton, tidak ada pergi ke salon, spa, renang, refreshing atau sekedar nongkrong di mall menghabiskan waktu seperti kebanyakan anak muda pada umumnya. Itulah Khadija dengan kehidupannya yang hitam putih.

***

“Mba Khadija, apartement green star sudah sold ya, Pak Ibnu sudah melunasi semua pembayarannya, untuk komisi sebesar 2,5% dari harga cash akan segera kami kirimkan.” Itulah notifikasi pesan whatsapp dari staff kantor Al-Khalna properti. Mata Khadija membulat sempurna, bibirnya berulang kali mengucap syukur. Dia segera membuka aplikasi kalkulator di ponselnya.

“2.5% x Rp. 520.000.000 = Rp. 13.000.000,” mata Khadija semakin membulat melihat sebuah angka yang begitu fantastis menurutnya.

“Alhamdulilah ya Allah,” cairan bening mulai menetes, terharu, bahagia dan segala perasaan yang bercampur baur.

Sebuah nominal yang baginya cukup besar. Secara spontan otaknya sudah langsung membaginya, untuk melunasi beberapa tunggakan di kampus yang dia minta penangguhan, utang kepada Azmi dan utangnya pada Ahmed.

Gadis itu bersujud syukur. Perjuangan dan usahanya selama kurang lebih satu tahun ini tidak berakhir sia-sia. Dia segera mengirim pesan whatsapp kepada Arina dan Azmi dan mengajaknya untuk keluar makan pada weekend ini setelah dia pulang kuliah. Dia ingin berbagi kebahagiaan dengan kedua orang yang selalu membantunya itu.

***
Di sebuah food court di lantai dua mall kota bekasi ketiga manusia itu kini berada. Khadija masih sibuk mengakses e-bankingnya. Mengirimkan sejumlah uang pada rekening Azmi untuk melunasi utang-utangnya. Dia juga segera mengirimkan sejumlah nominal untuk ibunya, kebetulan dia sudah membuatkan kartu ATM yang akan dititipkannya pada Arina. Khadija bahkan sudah tidak punya waktu untuk sekedar pulang.

“Beneran nih boleh pesen apa aja?” Arina melirik gadis berjilbab yang tak henti-hentinya menebar senyum itu.

“Iya, sok kalo muat mah, asal dimakan ya,” kata Khadija sambil tersenyum.

“Wih sekarang Dija kaya Mas,” goda Arina sambil membolak balikan buku menu.

“Aku pesen Beef burger large, french fries, Ice Coffee jelly with float sama Panas special,” Arina menyebutkan pesananya.

“Rin ,beneran itu bisa kamu makan?” Azmi melirik wanita yang duduk di sebelah Khadija itu.

“Buat di kosan Mas kalo ga abis,” ucap Arina sambil nyengir kuda.

“Ih kamu mah Rin, kalau buat di kosan pisahin aja pesennya, kan ada paket juga tar belinya pas mau pulang biar masih anget,” ucap Khadija.

“Beneran nih Dija, kalau paketan lagi kan jadi lebih mahal lagi daripada yang tadi aku pesen?” Arina memastikan.

“Iya alhamduliah aku dapat rejeki, ya kali kalau kamu ditraktir mah tar bantu doain biar closing lagi,” ucap Khadija sambil tertawa.

“Oke baiklah, uhh makasihhh ya,” ucap Arina sambil menguyel-uyel pipi Khadija.

“Ihhh apaan sih,” Khadija menepis tangan usil sahabatnya. Azmi hanya menggeleng-gelengkan kepala.

Mereka bertiga kemudian memesan makanan. Sesekali Khadija ingin merasakan makanan di tempat makan cepat saji seperti itu. Dia seringkali mendengar obrolan teman-temannya di line kalau pulang kerja nongkrong di Mcd, Di Pizza Hut, di Hokben, BK, tempat-tempat yang baginya masih terasa asing. Akhirnya kini dia kesampaian bisa mengajak sahabatnya makan disalah satu tempat seperti itu.

Akhirnya makanan yang mereka pesan datang. Arina dengan lahap menikmati Beef burger extra large. Gadis itu sudah terbiasa sehingga lidahnya memang sudah merasa nyaman dengan jenis-jenis makanan seperti itu, begitupun dengan Azmi. Namun lain lagi dengan Khadija, dia terlihat tidak berselera menyantap makanannya.

“Kamu kenapa Dija?” Azmi yang duduk diseberangnya bertanya.

“Rasanya aneh Mas, aku baru pertama makan kayak ginian,” ucap Khadija sambil terkekeh menertawakan kekuperannya. Dia memang terbilang lambat dalam pergaulan karena memang tersendat dengan masalah ekonomi.

“Ya Allah, kamu beneran baru pertama makan makanan seperti ini?” Azmi terlihat iba dan menatap tidak percaya. Khadija hanya mengangguk dan memperlihatkan giginya alias nyengir kuda.

“Lain kali aku ajak kamu berkuliner ke tempat-tempat seperti ini, masa udah hampir setahun tinggal disini kamu belum pernah kemana-mana,” ucap Azmi memutuskan.

“Aku ikut Mas,” Arina menyela, baginya kuliner dan jalan-jalan adalah kegiatannya setiap weekend namun jika ada kesempatan dan gratis maka tidak akan dilewatkannya.

“Iya, nanti aku ajak, dia pasti ga mau kalau jalan berdua,” ucap Azmi sambil meneruskan makannya.

“Yesss,” Arina terlihat senang.

“Ok, mulai kapan Mas kita mulainya?” Arina kembali bertanya dan begitu bersemangat.

“Terserah dia, kalau aku sih tiap weekend free, lha dia kan ada ngajari anak bapak kontrakannya ngaji, weekend kuliah,” ucap Azmi.   

“Kapan Ja?” Arina berpaling pada Khadija. Gadis itu terlihat berfikir.

“Nanti deh aku cari waktu dulu ya, aku nyari jadwal buat nafas aja susah,” gelaknya.

“Eh, Ja, kamu udah dapat undangan belum?” Arina tiba-tiba melontarkan pertanyaan.

“Undangan apa?” Khadija bertanya.

“Arsya mau menikah kalau ga salah dua atau tiga bulan lagi, setelah Kak Ahmed wisuda gitu,” ucap Arina.

DEG

Ada sesuatu yang terasa membentur hatinya. Padahal sudah lama dia mencoba menerima dan merelakan. Jodoh itu rahasia Allah, dia tahu. Namun ketika mendengar dengan telinga sendiri akan kabar itu masih saja ada perasaan yang tidak bisa dikondisikan.

“Emhh, mungkin Arsya ga akan ngundang aku Rin, oh iya, aku nanti nitip sesuatu ya, kamu dateng kan ke nikahan mereka?” tanya Khadija setelah bisa menenangkan hatinya. Dia mencoba untuk tetap terlihat biasa.

“Kayaknya dateng, mau nitip apa?” tanya Arina. Khadija langsung mengeluarkan ponselnya, beberapa menit fokus pada layar internet banking miliknya.

“Udah, itu aku nitip uang buat kasih ke Kak Ahmed, aku punya utang, nanti amplopin aja barengin sama amplop kondangan kamu,” ucap Khadija sambil menyimpan kembali ponselnya.

“WoW!” hanya itu ucapan Arina melihat sebuah nominal yang masuk dalam rekeningnya, kebayang nanti amplop darinya akan menjadi amplop paling tebal diantara yang lainnya.

“Oh iya, untuk acara tadi hunting kuliner nanti aja weekend depan, sekalian aku pengen nyobain main di time zone, terus ke waterboom gitu lah, sama satu lagi ada rumah salju juga kan yang baru buka, kebetulan jadwal dosen di hari minggu agak sepi karena beberapa baru habis ujian, biasanya hanya ngasih materi dan tugas saja yang di share di grup,” ucap Khadija segera mengambil keputusan, mengingat hatinya sudah mulai tidak baik-baik saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top