28
Sepeda motor maticnya melaju membelah keramaian, menuju salah satu kampus ternama di kota itu. Agenda Khadija hari itu untuk melunasi uang pangkalnya karena weekend di minggu ini dia sudah mulai masuk kuliah.
Semua biaya administrasi akhirnya dapat diselesaikan dengan baik, Khadija kini sudah resmi menjadi salah satu mahasiswi jurusan Teknik Informatika. Sebuah fakultas yang dia yakini akan bisa membantunya untuk berkembang lebih baik.
Akhir minggu yang ditunggunya kini sudah datang. Khadija sudah tidak lagi memiliki waktu untuk menarik mobil online. Sepagi itu dia sudah rapi, tubuh mungilnya dibalut dengan tunik warna peach dan celana panjang hitam model pensil yang tidak terlalu ketat. Kerudung pashmina dengan warna senada menjuntai jatuh menutup dadanya. Dia menggunakan sepatu kets berwarna dongker senada dengan tas punggungnya yang berwarna gelap.
Khadija berjalan santai melewati rumah utama, sambil tetap menunduk memainkan ponselnya melihat-lihat kisaran harga pada aplikasi ojek online. Tampilannya semakin hari, semakin berbeda, tubuh mungilnya yang sedikit berisi dibanding sejak pertama datang dari kampung menambah auranya menjadi lebih fresh.
“Dija! ga narik?” Suara Khalima mengagetkannya, lengan gadis itu sudah melingkar dibahunya.
“Aku udah pensiun, sekarang ganti profesi jadi mahasiswa, ayo kapan kamu mau kuliah?” Khadija menjawab santai sambil menoleh sebentar.
“Ih ini tangan berat, lepas gih,” Gadis itu menepuk punggung tangan sahabatnya agar menyingkir dari bahunya.
“Hahaha, beratan mana ama beban hidup kamu?” Khalima tergelak sambil menepuk-nepuk bahu sahabatnya kemudian menyingkirkan tangannya darisana. Khadija hanya mengedik.
“Aku kayaknya mau pindah kontrakan deh, dari sini ga bisa hemat,” Khadija berbicara serius.
“Nah, nanti yang ngajari Nayya siapa?” Khalima protes tidak setuju.
“Ya kamulah, kamu kan kakaknya, udah kewajiban seorang kakak mengajari adiknya,” Khadija menatap tajam gadis yang masih menjejeri langkahnya.
“Aku ga bisa ngaji,” ucap Khalima.
“Belajar, nanti aku ajari,” Khadija berucap serius.
“Udah ah, ngomongnya jadi ngelantur kemana-mana keburu laper, aku duluan ya mau ngejar si emang buryam yang suka mangkal di perempatan,” Khalima bergegas memisahkan diri, alasannya memang mencari makanan namun sebetulnya dia hanya malas jika harus dipaksa belajar mengaji.
Khadija memesan ojek online, karena dia bisa lebih cepat sampai di kampus tanpa harus turun naik angkutan umum. Hatinya gemetar menahan haru. Akhirnya kini dia memiliki gelar baru, seorang mahasiswa. Tanpa memakan waktu lama gadsi berjilbab itu sudah sampai didepan kampus.
“Assalamu’alaikum,” suara seseorang yang terasa familiar.
“Wa’alaikumsalam, Mas Azmi ngapain datang sepagi ini ke kampus? Bukannya kelas Mas Azmi malam ya?’ tanyanya.
“Emh itu, ada keperluan ama dosen, kebetulan katanya dia ada ngajar juga di kelas karyawan yang weekend,” Azmi mencoba menjawab dengan sedikit tergagap, karena sebetulnya kedatangannya hanya untuk memastikan jika Khadija bisa memulai hari pertama kuliahnya dengan baik.
“Ini aku tadi beli sarapan belum sempet dimakan, kita ke kantin yuck,” Azmi menunjukkan tentengan makanan di lengan kanannya.
“Emh, baiklah,” Khadija tersenyum sambil mengekori Azmi dari belakang.
Mereka berdua menuju kantin kampus yang terletak di belakang gedung. Kantin yang cukup luas dan bersih dan diperbolehkan untuk numpang duduk saja dan membawa makanan sendiri. Kedua orang itu segera menikmati sarapan mereka. Azmi membelikannya soto ayam, dia sudah mulai tahu jika Khadija penyuka makanan berkuah, beberapa kali makan dengannya membuatnya sedikit demi sedikit memahami kesukaan dan ketidak sukaan wanita yang ada didepannya itu.
“Dija, ini kuliah hari pertamamu, berarti mulai hari ini sampai empat tahun kedepan kamu akan lebih sibuk,” ucap Azmi sambil menuangkan soto kedalam stereoform.
“Hmm,” hanya itu yang terucap dari mulut mungilnya yang sudah mulai mengunyah.
“Kho hmm?” Azmi bertanya.
“Lha terus apa?” Khadija balik bertanya.
“Apa kek,” Azmi terkekeh, sambil berfikir lagi untuk memulai pembicaraan yang langsung mengena pada intinya tapi tanpa membuat gadis itu merasa curiga.
“Hmm, gini, kebanyakan gadis yang udah lulus sekolah, terus kerja dan udah bisa dapetin duit sendiri, biasanya kan menginginkan punya keluarga, kalau kamu?” akhirnya Azmi langsung bertanya pada pokok permasalahan.
“Maksud Mas Azmi?” Khadija masih belum bisa menangkap arah pembicaraan.
“Maksud aku, kamu ada rencana atau kepingin berkeluarga ga gitu?” Azmi jadi salah tingkah, mengingat bahasan diawal pagi ini sudah lumayan berat.
“Ooooh itu, ya mau lah, tapi entar,” ucap Khadija santai.
“Entar? Maksudnya?” Azmi meminta penjelasan.
“Ya entar lah Mas kalau ada yang mau, yang serius, aku ga mau membuat hubungan-hubungan tanpa kejelasan, pacaran atau apalah nanti ujung-ujungnya ditinggalin,” ucapnya tersenyum masam, mengingat seseorang yang sudah meninggalkannya.
“Emang kamu mau kalau di ajak nikah sama orang yang belum kamu kenal?” Azmi menyelidik.
“Kan ta’aruf itu untuk saling kenal Mas, lagian ya kalau jodoh mana bisa kita menolak Mas, mau orang itu baru ketemu sehari kalau ternyata jodoh, mana tahu, kadang yang udah kita harapkan jadi jodoh kita, lama kita jaga, kita tunggu eh taunya hanya jodoh orang yang sedang dalam perjalanan, cuma mampir doang,” Khadija terkekeh menertawakan sendiri nasibnya.
“Ya kan biasanya kalau wanita itu suka memiliki tipe-tipe calon suami ideal,” Azmi kembali memancing untuk mengorek informasi.
“Yang penting seiman dan cinta sama Allah,” ucap Khadija sambil menikmati kuah soto yang sudah di bubuhkan jeruk potongan jeruk nipis.
“Sesimpel itu?” Azmi menelisik.
“Cinta sama Allah bukan hal yang simpel Mas, coba Mas Azmi bayangkan apa yang harus dia lakukan jika dia mencintai Allah, banyak hal yang harus dia jaga dan dia jalankan, tanggungjawabnya besar, dunia dan akhirat,” ucap Khadija lagi. Azmi hanya mengangguk-angguk.
“Mas Azmi tuh, pagi-pagi, udah bahas hal berat kayak ginian, harusnya Mas Azmi selaku senior mengarahkan apa yang harus aku siapkan agar kuliahnya lancar, bisa fokus, bisa menyerap ilmu,” ucap Khadija. Wanita itu akan menjadi seseorang yang banyak bicara dan menyenangkan bagi orang-orang tertentu yang dekat dengannya, namun dia selalu terlihat masih canggung, kaku dan belum bisa berbaur sepenuhnya dengan lingkungan baru. Karena hal itu juga, di tempat kerja Khadija hanya dekat dengan Azmi dan Arina, dan berteman sekedarnya dengan yang lain.
“Hahahaha, ya udah kamu mau diberikan petuah apa kalau gitu, mumpung masih gratis, entar kalo aku udah lulus kalau mau konsultasi ya harus bayar,” ucap Azmi menimpali Khadija.
Obrolan mereka berlanjut membahas seputar perkuliahan. Tentang materi, tentang tugas-tugas, tentang dosen killer, tentang makanan yang murah dan enak sekitar kampus. Termasuk Khadija meminta tolong Azmi jika ada informasi terkait kontrakan atau kost sekitar kampus, dia berniat pindah agar bisa memangkas jarak dan uang transport pastinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top