26
Waktu sudah menjelang maghrib ketika dia tiba di kontrakannya. Khadija bergegas mandi untuk membersihkan diri, membiarkan dinginnya air mengusir segala kepenatan yang sudah dilewatinya seharian. Setelah sholat dia kembali melakukan rutinitasnya membaca Al-qur’an. Setelah itu, dia bergegas menyiapkan makan yang sudah dibelinya tadi sampai sebuah ketukan pintu mengganggunya.
“Siapa lagi yang bertamu jam segini,” gumamnya sambil berjalan menuju pintu.
Dibukanya daun pintu dan tampaklah sang pengganggu yang tidak asing lagi. Rasyid tengah berdiri sambil menenteng sesuatu.
“Ini buat kamu,” tanpa basa-basi langsung saja lelaki itu menyodorkan satu kantong plastik berisi buku yang tadi pagi dibelinya bersama Khadija.
“Buku?” Khadija menerima kantong plastik itu yang berisi beberapa buku.
“Ya, itu yang tadi pagi dibeli, itu buku-buku buat menunjang kuliah kamu, dan yang satu itu khusus buku kumpulan ide-ide usaha, aku harap sih kamu ganti profesi jangan narik lagi mobil online, siapa tau bisa dapat ide buat usaha yang lain dari situ,” ternyata lelaki yang sejak pagi tadi wara-wiri ke toko buku itu membelikan buku-buku untuknya.
“Aku narik mobil online juga cuma sebelum mulai kuliah Kak, buat bayar uang pangkal, uang tabungan aku masih kurang soalnya, kalau udah masuk kuliah mana ada waktu, sepulang kerja kan ngajar Nayya, weekendnya buat kuliah, lagian aku udah dapat kerjaan freelance yang lain,” ujar Khadija.
“Aku boleh masuk?” Rasyid bertanya pada gadis yang belum mempersilahkannya duduk itu.
Sebetulnya Khadija sangat lelah hari itu, akan tetapi dia tetap menghargai kakak dari sahabatnya yang sudah membelikannya buku-buku. Buku yang memang akan dia butuhkan nanti. Gadis itu mempersilahkan Rasyid duduk, disuguhkannya segelas air bening ke hadapan lelaki itu.
“Ya elah Dija, masa cuma air putih doang sih? aku kan udah beliin kamu buku-buku itu.”Sikap menyebalkannya sudah mulai muncul.
“Oh, jadi pamrih nih ceritanya, kalo mau ngasih itu yang ikhlas, kalau ga ikhlas ga usah,” Khadija hendak mengambil kembali air putih yang tadi disuguhkannya.
“Eitsss, becanda kho,” Rasyid menahan gelas itu, tanpa sengaja jemari mereka bersentuhan. Khadija langsung menarik tangannya dari gelas itu.
Belum selesai drama rebutan gelas, tiba-tiba seseorang mendorong pintu kontrakan yang terbuka setengah itu dengan keras. Khadija lupa mengganjal pintu agar tidak menutup. Sosok bak supermodel yang dulu ditemuinya di mall kini tengah berdiri dan memandangnya sinis.
“Oh jadi benar karena gadis kampung ini kamu berubah Al,” Merlina mulai meracau.
“Apa sih Mer?” Rasyid berdiri menatap tajam wanita itu. Khadija mematung menatap heran pada wanita yang tiba-tiba datang dengan wajah tak bersahabat. Merlina merangsek masuk kedalam kontrakan tanpa melepas alas kaki. Dia bersandar pada daun pintu yang kini menempel ditembok. Tatapan matanya mengintimidasi Khadija.
“Kak Merlina, mari duduk dulu,” Khadija mencoba tetap ramah karena dia memang tidak tahu duduk permasalahannya.
“Ga usah sok manis, sok suci deh Loe, gue tau Loe ngincer pacar gue kan? kalau udah ga laku jangan keganjenan ama cowok orang dong!” Ucapannya tiba-tiba nyolot. Langkahnya merangsek mendekati Khadija yang tingginya berbeda beberapa senti dibawahnya. Khadija masih tertegun mengumpulkan kesadaran. Seumur hidupnya baru pertama ini merasakan dicaci maki oleh seseorang tanpa jelas duduk permasalahannya.
“Tampang lugu Loe, ternyata cuma kedok, awas kalo gue yang mergokin loe ngajak-ngajak jalan ama cowok gue, jangan salahkan gue kalo Loe,” ucapannya terhenti ketika gadis yang berwajah lembut itu memotong ucapannya.
“Hei Kak, kalau cuma mau ngajak ributin pepesan kosong mending pergi dari sini, saya capek mau istirahat! silahkan pintu udah terbuka lebar, jagain nih cowok Kakak, kalau perlu iket biar ga bisa pergi kemana-mana,” Khadija mendorongkan punggung Rasyid yang masih berdiri mematung. Rasyid bukan kaget atas kedatangan Merlina, namun dia lebih kaget akan keberanian Khadija.
“Eh Loe berani ya?” Merlina merangsek dan hendak mendorong bahu Khadija, tapi rasa tidak bersalah gadis itu membuat keberaniannya berlipat ganda, ditepisnya lengan itu sebelum menyentuh bahunya.
“Jangan kotori tangan Kakak dengan hal yang tak berguna, saya meminta dengan hormat, kalian pergi! waktu saya terlalu berharga untuk meladeni kebodohan Kakak.” Khadija menatap Merlina dengan tatapan tajam tanpa gentar sedikitpun.
“Eh! dasar gadis cupu!” Merlina merasa tidak suka dirinya dilawan, tapi kalimatnya terhenti ketika Rasyid memangkasnya.
“Ayo Mer,” hanya itu ucapan yang keluar dari mulut Rasyid sambil menarik lengan wanita itu untuk pergi meninggalkan kontrakan Khadija.
“Maaf Dija,” Rasyid menoleh pada Khadija ketika gadis itu tengah menutup pintu kontrakannya.
Masih terdengar ocehan Merlina yang semakin menjauh. Khadija menarik nafas panjang. Shock terapi untuk memulai istirahatnya malam ini. Dia meminum air putih yang tadi belum sempat diminum oleh Rasyid.
Dia mencoba menstabilkan emosinya. Gadis itu masih mengingat pesan Bu Riska, harus berfokus pada hal yang positif, berfokus pada solusi dan bukan pada masalah. Abaikan hal-hal yang membuat mood memburuk dan menarik hal-hal buruk lain berdatangan mengelilinginya. Berkali-kali dia menarik nafas panjang dan dihembuskannya.
Setelah berhasil menguasai diri, Khadija langsung mempelajari lagi materi-materi penjualan properti dari Pak Sugeng. Dia tidak mau ambil pusing dengan kejadian tadi, Khadija yakin itu kesalahfahaman Merlina karena tadi pagi dia memang ikut dengan Rasyid ke toko buku. Padahal hubungan yang terjalin adalah antara hanyalah hubungan antara supir mobil online dengan penumpangnya.
Dia mulai mencoba memasang beberapa iklan gratisan dan membuat halaman penjualan di sosial media, khusus untuk penjualan properti. Khadija sudah mempelajari cara membuat link yang langsung masuk ke nomor WA nya. Gadis itu mengikuti arahan dari Bu Maya untuk posting-posting link pada jam-jam dimana orang-orang tengah bersantai dan kemungkinan fokus pada gadgetnya.
“Perkenalkan nama saya Muchtar dari Bandung, saya tertarik dengan properti apartement Meilida, apakah bisa dibantu untuk harganya?” pesan wahtsapp dari konsumen pertama yang membuat mata Khadija membulat bahagia.
“Salam kenal Pak Muchtar, Saya Khadija dari marketing agency Al-Khalna properti, untuk harga dan spesifikasi akan segera saya kirim, mohon ditunggu,” Khadija langsung sibuk mendownload beberapa brosur online pada channel produk properti yang linknya sudah diterimanya siang tadi.
Khadija terus berusaha untuk merespon dengan cepat setiap pertanyaan dari konsumen pertamanya. Meskipun selalu membutuhkan jeda untuk setiap pertanyaan terkait spesifikasi, dan keunggulan properti, akan tetapi komunikasi yang terjalin cukup lancar. Akhirnya konsumen pertamanya ini meminta untuk dijadwalkan survey pada weekend depan.
Khadija langsung sibuk menghubungi Bu Maya, menanyakan apa saja yang harus dia siapkan. Dengan telaten Bu Maya memberikannya arahan. Gadis itu begitu antusias, terbayar sudah lelahnya hari ini meskipun belum tentu konsumen pertamanya akan membeli unitnya, akan tetapi ada kebahagiaan tersendiri ketika ternyata informasi yang dia pasang dengan gratis itu sampai kepada pembaca.
“Ah, kalau closing itu satu unit saja, aku udah bisa melunasi semua uang pangkal masuk kuliah tanpa harus mengambil tabunganku,” gumamnya sambil menatap langit-langit kamar kontrakan.
“Siapa tau itu rejeki yang Allah kirimkan atas kesungguhanku, ah tapi jangan terlalu berharap dulu, nanti kalau ga jadi closing akunya kecewa, udah ah pasrahin aja sama Allah, eh tapi ya Allah, semoga closing, closing, closing, Amin.” Khadija masih menatap langit-langit kamar.
Khadija kembali mengambil gadget dan memastikan semua iklannya tayang dengan baik. Iklannya mulai berseliweran pada marketplace, grup-grup jual beli, Instagram, dan pada situs-situs iklan gratisan. Setelah semuanya dipastikan berjalan dengan lancar, gadis itu beranjak mengambil wudhu, menunaikan sholat isya dan berdoa agar usaha yang dia lakukan tidak berakhir sia-sia. Menutup hari dengan doa dan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Berharap hari yang melelahkan itu berakhir dengan kebaikan dan menyambut esok dengan asa yang lebih nyata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top