25

"Assalamu’alaikum, selamat siang pak Sugeng!” Sapa Khadija pada lelaki paruh baya yang tengah duduk di sofa. Lelaki itu sedang berbincang dengan seorang wanita.

“Wa’alaikumsalam, cepat juga kamu datang, nyetir sendiri? ayo silahkan duduk.” Pak Sugeng menyambut kedatangan gadis berjilbab itu.

“Tidak Pak, tadi saya naik ojek online, soalnya kalau bawa mobil takut kena macet jadinya lama,” jawab Khadija.

“Lagian itu bukan mobil saya pak, mana boleh dipakai buat kepentingan pribadi.” Sambung Khadija setelah memastikan dirinya duduk dengan nyaman pada sofa yang berseberangan.

“Hahahaha, tuh kan Mih, apa Papi bilang, dia berbeda, gadis ini yang Papi ceritakan tempo hari,” ucap Pak Sugeng sambil terkekeh mendengar jawaban Khadija.

“Khadija perkenalkan saya Maya istrinya Pak Sugeng, kamu mau minum apa?” tanya wanita yang terlihat anggun itu. Wanita itu mengulurkan tangan pada Khadija. 

“Saya Khadija Bu, ngga usah, saya kesini mau mengetahui informasi lebih lanjut mengenai tawaran yang pernah Pak Sugeng sampaikan.” Khadija tersenyum seraya menolak karena sungkan, dia merasa tidak layak dijamu sebagai tamu.

“Mih, hari ini kita bahasa tawaran yang kedua dulu ya, nanti kalau Khadija udah siap, kita bahas lagi tawaran Papi yang pertama,” ucap Pak Sugeng sambil tersenyum lebar.

“Mami sih setuju Pih, dan Mami liat dia memang beda,” ucap Bu Maya menimpali ocehan suaminya. Dia lantas pergi mengambil air mineral yang memang sudah tersedia di meja receptionist yang sepi. Kantor properti mereka memang tutup pada setiap hari minggu, namun Bu Maya selaku istri sang owner selalu siap membantu klien-klien yang membutuhkan informasi pada weekend seperti ini. Termasuk dia akan selalu support untuk setiap marketing yang membutuhkan bantuan pada weekend.

Pak Sugeng mengambil beberapa brosur model bangunan dan borsur harga. Dia mulai menjelaskan terkait produk properti yang mereka jual. Penjelasan dari owner langsung memang lebih mengena dan detail, ditambah penjelasan dari Bu Maya yang sudah menauingi bagian penjualan dalam waktu lumayan lama. Khadija mendapatkan secercah harapan baru dan ilmu baru yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya. 

Bola netra gadis berjilbab itu berbinar, terlebih ketika ternyata cara pemasaran mereka bisa hanya dengan sistem digital dan online saja. Jadi tugas yang dilakukan hanya menyebar landing page atau website yang langsung terhubung dengan kontaknya ke berbagai tempat. Caranya bisa manual, maupun bisa praktis dengan menggunakan media berbayar seperti fb-ads, g-ads, ig-ads dll. Nantinya ketika dia sudah mendapatkan calon konsumen maka cukup mengarahkan mereka mendatangi kantor dan bertemu dengan tim survey di lapangan. Tugas para marketing berikutnya hanya membangun komunikasi dan memfollow upnya. Jika calon konsumen jadi membeli, maka komisi yang cukup besar sudah menanti. 

Khadija masih tercengang melihat harga-harga properti yang diluar harga properti biasa, bahkan untuk membayangkan nominal rupiahnya saja dia tidak sanggup. Maklum gaji dia dengan lemburan saja hanya berjumlah jutaan rupiah. Melihat harga dengan nol yang banyak membuatnya matanya membelalak. 

“Emhh itu Pak, harga propertinya mahal-mahal ya pak? paling murah juga diatas lima ratus juta, memang sih komisinya menggiurkan pak, tiga persen dari lima ratus juta aja saya udah bisa dapat lima belas juta, apalagi kalau yang terjual yang harganya milliaran Pak, tapi dimana saya bisa cari pembelinya pak, itu hanya orang-orang yang kategorinya diatas kaya raya yang mungkin mau beli properti ini.” Ucapnya sambil menatap brosur yang berserakan diatas meja. Pak Sugeng terkekeh mendengar pertanyaan Khadija.

“Kamu pasti pernah belajar kan ya jika Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Yakinlah Dia sudah menciptakan jodoh dari setiap properti yang kita jual,” ucap pak Sugeng.

“Analoginya sederhanya gini, ada dua penjual ayam goreng tepung yang satu di pinggir jalan dengan harga jual delapan ribu rupiah per pcs, dan yang satu dalam brand ternama bisa dijual dengan harga dua kali lipatnya, tapi keduanya akan tetap memiliki konsumen setianya sesuai level dan karakternya masing-masing. Jadi jangan takut memulai dan jangan sesekali berfikiran negatif takut ga nemu konsumen, takut ga ada yang beli dan bla bla bla. Yakinilah jika kamu bisa closing puluhan unit dan bisa mengubah hidupmu.” Pak Sugeng panjang lebar memberikan masukan kepada gadis yang sedang mengangguk-angguk mendengarkan penjelasannya.

“Saya yakini kamu memiliki sebuah alasan dan motivasi yang kuat ketika saya tahu jika kamu berani mengambil pekerjaan menjadi supir mobil online yang tidak banyak diminati kebanyakan kaum pemudi lainnya, cukup maksimalkan ikhtiar dan berdoa, karena tidak ada sesuatu apapun yang akan terjadi tanpa izin-Nya.” Lelaki paruh baya itu kembali dengan penjelasan panjang lebarnya.

“Baik Pak, terimakasih, saya berharap bisa menyerap ilmunya dengan baik, tapi kalau mau belajar konsep ngiklan yang berbayar bisa kan pak? saya belum faham.” Khadija kembali bertanya. 

“Nanti kamu tinggal hubungi saya saja, ini nomor WA saya,” Bu Maya menyerahkan sebuah kartu nama. Khadija menerimanya dengan sumringah.

“Baik Bu, terimakasih,” ucapnya.

“Oh iya, ada satu hal yang ingin saya pastikan,” Pak Sugeng kembali menatapnya dengan wajah serius.

“Iya pak, apa?” Khadija menoleh kepada lelaki itu penasaran.

“Kamu sudah punya pacar atau calon suami?” Pak Sugeng bertanya.

“Belum Pak, saya tidak berniat untuk pacaran Pak, jika ada yang serius saya akan langsung memintanya menikahi saya, lagian mana ada yang mau Pak dengan saya, saya tidak memiliki kelebihan apapun, bahkan orang-orang selalu memandang hina latar belakang keluarga saya, mereka juga tidak pernah menganggap saya ada, mungkin Bapak tidak akan percaya, sampai hari ini saya merantau, saya merasa tidak ada seorangpun dari keluarga atau kerabat yang peduli dengan kabar saya disini apalagi merindukan saya, karenanya kini hidup saya hanya mau fokus pada tujuan saya untuk mengubah semuanya sehingga anak cucu saya nanti tidak akan merasakan hal yang sama,” Khadija tersenyum pahit, suaranya melemah setiap kali mengingat semua hal yang dirasanya begitu menyedihkan.

“Maaf, jadi membuat kamu sedih, Allah akan mengubah nasib seorang hamba jika hambanya itu berniat mengubahnya, saya percaya kamu gadis yang kuat, saya semakin kagum dengan pendirian kamu yang sangat jarang dimiliki oleh kebanyakan anak muda pada umumnya,” Pak Sugeng tersenyum dan menatap lekat wajah Khadija. Sementara tangan Bu Maya menepuk-nepuk lembut pundak gadis itu.

Pertemuan hari itu berjalan lancar. Khadija berpamitan pulang setelah dirasa semua pemaparan yang didapatkannya hari itu sudah lengkap. Hari itu dia resmi memiliki status pekerjaan baru selain menjadi buruh pabrik, mengajar Nayya mengjadi, menjadi supir mobil online kini dia menjadi seorang marketing properti freelance.

Semua kegiatan tersebut akan banyak menyita waktunya, terlebih jika nanti dia sudah mulai kuliah. Namun tujuan Khadija memang hendak menyibukkan diri sehingga dia akan lupa dengan segala kecengengannya meratapi nasib, kerinduan dan menghilangkan perasaan terbuang. Khadija hendak berfokus pada tujuan barunya yang sudah dirancang. Dalam hal ini dia harus berterima kasih pada Bu Riska, seseorang yang membuka sebuah paradigma baru dalam hidupnya.

Waktu sudah menjelang maghrib ketika dia tiba di kontrakannya. Khadija bergegas mandi untuk membersihkan diri, membiarkan dinginnya air mengusir segala kepenatan yang sudah dilewatinya seharian. Setelah sholat dia kembali melakukan rutinitasnya membaca Al-qur’an. Setelah itu, dia bergegas menyiapkan makan yang sudah dibelinya tadi sampai sebuah ketukan pintu mengganggunya.

“Siapa lagi yang bertamu jam segini,” gumamnya sambil berjalan menuju pintu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top