22

Tidak terasa sudah berjalan hampir tiga kali weekend Khadija belajar mengemudi, sekarang sudah semakin lancar dan sudah berani turun ke jalanan. Meskipun diawal-awal hanya mengendara dengan kecepatan 40 km per jam, namun kini Khadija sudah terlihat normal dalam mengemudikan mobil.

Gadis itu benar-benar memiliki kemauan yang kuat. Setelah selesai membuat SIM A dia tidak menunda waktu untuk segera mendaftar sebagai driver mobil online. Pendaftaran berjalan lancar. Semua sudah dipikirkan dan dipersiapkan matang-matang. Mulai dari browsing mengenai cara daftar maupun persyaratan. Beruntung tidak ada diskriminasi gender. Semua tahapan pendaftaran selesai termasuk verifikasi ke kantor mobil online terdekat.

Hari-harinya kembali disibukkan dengan rutinitasnya menjadi buruh pabrik. Sepulang bekerja kemudian mengajar Nayya mengaji, setelah itu tidur. Kegiatan yang sama berulang setiap hari.

Hingga akhirnya sabtu yang ditunggu telah tiba. Setelah sholat shubuh dia sudah ada di teras rumah utama. Sebelumnya dia sudah menelpon Khalima agar gadis itu bangun awal, beruntung alarm handphone membantunya bangun tepat waktu. Khalima tampak sudah menunggunya diteras dengan muka bantalnya yang terlihat masih mengantuk.

“Ini,” gadis itu memberikan kunci mobil dan STNK.

“Ima, kamu sudah bilang kan sama ayah kamu, aku belum sempat ketemu dan ga tau bisa ketemu dia dimana, khawatir dia tidak mengijinkan,” Khadija kembali memastikan.

“Santailah Dija, semua udah beres, sana cari duit yang banyak,” ucapnya sambil menguap dan berjalan membuka pintu garasi. Khadija mengikutinya.

“Kamu udah bisa parkir kan?” Khalima bertanya. Khadija mengangguk ragu.

“Sini,” gadis itu mengambil kunci dari sahabatnya, dia tahu Khadija belum terlalu pandai untuk parkir ditempat sempit.

Khalima mengeluarkan mobil avanza milik ayahnya, mobil yang tidak pernah dipakai lagi semenjak kedua orang tuanya bercerai. Mobil itu hanya sesekali dia gunakan jika ada keperluan mendesak. Ayahnya sudah membeli mobil lain yang digunakannya untuk operasional harian.

Ayah dan ibu tirinya hanya sesekali mengunjungi mereka, selebihnya pulang pergi ngantor bersama dan memilih apartemen yang dekat dengan kantor properti mereka. Alasannya untuk menghemat waktu.

Setelah mobil keluar garasi, Khadija memasukinya dengan perasaan deg-degan luar biasa. Bagaimanapun ini bukan lagi ujian atau latihan, reputasinya sebagai pengemudi online akan dipertaruhkan jika kemudian dia berbuat kesalahan. Dia melambaikan tangan kepada Khalima yang masuk kembali kedalam rumahnya. Kemudian perlahan mobil meluncur kejalan raya.

Belum jauh dia berkendara sebuah notifikasi masuk, dia memutar kembali kearah dia berangkat. Tidak jauh dari gerbang pintu utama tampak seorang lelaki paruh baya tengah berdiri dengan setelan kemeja rapi.

“Pak Sugeng?” Khadija membuka kaca memastikan orang yang sedang berdiri di tepi jalan itu ialah penumpangnya. Lelaki itu mengangguk.

“Mari Pak, silahkan!” Khadija dengan sopannya mempersilahkan penumpang pertamanya. Keringat sudah mulai bermunculan didahinya.

“Ok Mba, tahu kan alamatnya?” Lelaki itu bertanya sambil membenahi duduknya di kursi belakang.

“Iy iya pak,” ucap Khadija meyakinkan dirinya, sepertinya alamat itu tidak jauh dari kampus yang akan menjadi tempatnya kuliah nanti.

Mobil berjalan perlahan, kemudian berbaur dengan kendaraan lain. Dengan keringat yang mulai mengucur karena nervous akhirnya Khadija bisa menguasai diri. Perasaannya mulai tenang setelah berkali-kali meyakinkan dirinya sendiri.

“Mba, masih muda kho mau jadi supir mobil online, memangnya ga ada kegiatan yang lebih menarik?” tanya lelaki paruh baya itu.

“Kegiatan yang menarik banyak pak, tapi yang menghasilkan uang ya ini,” ujar Khadija sambil tersenyum, dia tampak sudah mulai tenang, keringat yang tadi bermunculan sudah disekanya menggunakan punggung tangan.

“Jarang sekali anak muda seumuran kamu mau bekerja keras seperti ini, kalau saya menawarkan kegiatan lain yang bisa menghasilkan uang, kamu mau?” tiba-tiba saja sebuah penawaran tak terduga didapatkannya.

“Kegiatan apa pak, selama halal dan bisa dikerjakan paruh waktu pasti saya coba, karena saya sekarang bekerja jadi buruh pabrik pak, ini nyambi kayak gini biar dapat tambahan uang karena dua bulanan lagi saya mulai kuliah.” Ujar Khadija tertarik dengan penawaran lelaki itu.

“Gampang, ini pasti halal cuma sayang ga paruh waktu, penawarannya yaitu jadi mantu saya,” ucap lelaki itu dengan wajah serius.

“Bapak bercanda kan?” Khadija melirik lelaki itu dari kaca penumpang, menatap raut wajah serius Pak Sugeng yang duduk bersandar dengan santai.

“Sebenarnya saya tidak bercanda, tapi itu bisa kamu pikirkan nanti, tapi beneran saya ada peluang buat kamu untuk menghasilkan uang lebnih, nanti kamu bisa daftar marketing freelance di perusahaan properti saya, kerjaannya bukan lagi paruh waktu tapi flexible, komisi dan bonusnya lumayan, bisa dikerjakan dari rumah karena kami lebih fokus pada digital marketing.” Pak Sugeng memastikan lagi pada gadis yang tengah berkonsentrasi menyetir.

“Wah, ada ya pak pekerjaan seperti itu, saya mau pak, gimana caranya?” Khadija menyambut informasi itu dengan antusias, baginya kali ini yang terpenting adalah mengumpulkan uang untuk membayar biaya pangkal kuliah yang nilainya lumayan.

Belum lagi dia masih memikirkan utang yang dia janjikan pada Ahmed untuk membayarnya. Hutang dan luka hati dua sesuatu yang berbeda dan Khadija tidak bisa mengaitkan keduanya.

“Nanti saya kasih kartu nama saya, kamu bisa telpon kalau senggang,” ujar lelaki itu sambil tersenyum. Jarang sekali dia mendapati wanita muda yang berbeda seperti ini.

“Baik Pak,” Khadija mengangguk sambil tetap fokus mengemudi.

“Mba, turun didepan saja, di minimarket itu, saya mau belikan pesanan istri, dia baru WA saya,” ujar Pak Sugeng.

“Baik Pak, tapi tetap kasih bintang lima ya pak, soalnya Bapak penumpang pertama saya,” ucap Khadija sambil mulai memasang sen kiri untuk menepi. Mobil avanza itu akhirnya berhenti didepan sebuah minimarket, menurunkan Pak Sugeng, penumpang pertamanya.

“Makasih ya Mba, jangan lupa tawaran saya yang pertama tadi,” ucap lelaki itu sebelum turun.

“Tawaran yang mana Pak?” Khadija kebingungan.

“Jadi mantu saya,” ucapnya serius.

“Ah Bapak ini pantesan awet muda, ternyata suka bercanda, mana ada meminta jadi calon mantu, anak Bapak kenal sama saya enggak, lagian saya masih kecil Pak, kuliah aja baru mau daftar” ucap Khadija sambil tertawa kecil.

“Iya nanti saya kenalkan dengan anak saya, saya sudah simpan nomor kamu yang dari aplikasi, semoga kalian berjodoh, saya tau tipe seperti kamu mungkin tidak menyukai berpacaran, nanti saya akan meminta anak saya bertunangan dulu saja atau langsung menikah juga gak apa-apa.” Ucapnya sambil masih memegang handle pintu, menyelesaikan percakapannya dengan supir mobil online yang berbeda itu.

“Aduh itu si Bapak sehat? Masa baru ketemu sudah meminta jadi calon mantu, orang di kota ini aneh-aneh ternyata, kenal aja engga, untung ga ditembak jadi calon istri, bisa langsung berhenti narik ini mah, takut ya Allah.” Khadija bergidik sendiri memikirkan hal-hal lain yang mungkin terjadi.

“Semoga ga menemukan penumpang aneh lagi, tapi ah itu kartu nama,” Khadija masih ingat dengan tawaran pekerjaan lelaki yang tadi, tapi ternyata punggungnya sudah menghilang dibalik pintu minimarket, tidak mungkin dia masuk kehalamannya melihat yang parkir begitu penuh. Akhirnya dia melajukan kembali kendaraannya menjemput rizki mencari penumpang-penumpang lainnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top