Tiga

Anna tak menyangka Jason akan kembali hadir setelah tiga tahun menghilang tanpa kabar. Apa kedatangannya dalam rangka mencari kepingan hatinya?

"Mommy, Esen pengen cekolah," celetuk pria kecilnya tiba-tiba.

Anna terkesiap. Ia menatap lembut anak kecil yang bersimpuh memeluk lututnya. Anna tersenyum, di angkatnya tubuh itu ke pangkuannya.

"Nanti ya?"

"Esen pengen ketemu daddy, mommy."

"Iya, nanti daddy pulang untuk Jason. Jason mau apa?"

Jason menggeleng.

"Hey, keponakan tante kenapa?" tanya Dila dengan membawa setumpuk kertas di tangannya.

"Ingin ketemu daddy-nya katanya," ucap Anna lirih.

"Tumben sekali ia menanyakan daddy-nya."

"Permisi.."

Sebuah suara berat terdengar dari ambang pintu. Anna menoleh. Ia terkesiap menatap sosok yang berdiri di ambang pintu. Jason kecil menegakkan badannya. Ia memberontak turun dari pangkuan Anna berlari menubruk pria yang merentangkan tangannya bersiap menangkapnya.

"O-om!!" pekik Jason kecil histeris.

"Hey, little boy," sapa Jason seraya mengecup pipi bocah kecil di gendongannya.

"Om.."

"Apa, sunny?"

"Om, Esen ingin punya daddy, Om. Om mau jadi daddy Esen?" tanya bocah itu polos. Matanya mengerjab-ngerjab seakan memintanya untuk tidak menolaknya.

Jason terdiam.

Ini daddy, Nak. Benar-benar daddy kamu. Tanpa kau minta daddy sangat bersedia. Bahkan daddy sangat bahagia jika kau sudi menganggapku ayahmu, batin Jason.

"Jason, boleh kita bicara?" tanya Anna dingin.

"Tentu saja."

"Sayang, Jason sama tante Dila dulu ya? Mommy mau bicara sebentar dengan Om ini."

Jason kecil merengut. Ia mempererat kalungan lengannya di leher Jason. Anna tersenyum getir. Tangannya mengusap punggung kecil yang berada di gendongan pria itu.

"Apa ini penting sampai kau harus memisahkannya denganku?"

Anna mendesah, "baiklah. Kita akan ke taman kota, tempat biasa dia bermain."

***

Jason kecil sudah berlarian sejak sepuluh menit yang lalu. Anna duduk di bangku taman.

"Apa yang ingin kau katakan, Ann?" tanya Jason lirih.

"Apa tujuanmu datang kembali?" tanya Anna lirih tanpa melepas tatapannya pada Jason kecil.

"Mencari sesuatu yang tertinggal."

"Apa itu anakmu?"

"Bagaimana kalau iya?"

Anna tersenyum getir.

"Aku senang. Ia selalu merindukan ayahnya."

"Ann, kapan kau akan mengatakan padanya kalau aku ayahnya?"

"Aku tak ingin mengecewakannya. Untuk apa aku mengatakannya jika nanti kau akan meninggalkannya lagi seperti dulu?"

"Untuk kali ini aku ingin bersamanya. Ann, haruskah aku selalu dihantui rasa bersalahku? Aku ingin hidup tenang. Bersamanya mungkin aku akan tenang."

"Apa kau akan membawanya pulang?"

Jason terdiam memikirkan pertanyaan Anna. Pertanyaan yang sederhana tapi entah kenapa ia tak mampu untuk menjawabnya. Anna mengerjabkan matanya menahan air mata yang akan segera lolos dari mata beningnya.

"Mommy.. O-om itu daddy Esen?" tanya Jason mengagetkan dua orang dewasa itu.

Entah sejak kapan Jason kecil berdiri di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Iya, sayang," jawab Anna lirih. Dan aku bukanlah ibu kandungmu, lanjut Anna dalam hati.

Jason kecil menatap pria yang di samping Anna. Mata coklat keemasannya menatap lekat-lekat pria itu. Jason kecil menangis kencang, menubruk Anna.

"Hey, Jason kenapa?! Bukankah tadi Jason meminta Om ini menjadi ayah Jason?" bisik Anna di telinga kecil itu.

Wajahnya merah padam karena tangisnya. Jason terdiam menatap anaknya yang menangis kencang di pangkuan Anna.

"Apa dia membenciku?"

"Kurasa tidak. Ia hanya terkejut. Datanglah kembali besok. Aku akan memberinya pengertian."

Jason tersenyum getir. Hal yang tak pernah terduga sebelumnya. Tuhan mempertemukannya secara singkat. Tanpa perlu mati-matian mencari keberadaan darah dagingnya. Lalu ia berharap dengan mudah menaklukkan pria kecil itu. Tapi nyatanya.. Ahh!! Sesungguhnya ia sangat ingin merengkuh malaikat kecil itu erat-erat di dadanya. Sesak itu kini menyelimuti batinnya.

***

Langkahnya gontai memasuki rumah besar seperti istana itu.

"Kau kenapa, J?" tanya Keyla, adik kembarnya saat Jason menghempaskan tubuh lemasnya di sofa ruang keluarga.

"Sam mana?"

"Masih di kantor. Ada perlu sama suamiku, eh?"

Jason menggeleng.

"Kau darimana?"

"Kau pasti bahagia bisa menghabiskan waktumu dengan mikha dan Meisha, putri kecilmu," ucap Jason seraya menatap gadis kecil seusia anaknya yang tengah asyik bermain boneka dan bayi satu tahun yang sedang menyusu ibunya.

"Tentu saja. Makanya kau segera cari pacar."

Jason terkekeh.

"Aku belum memikirkannya. Tapi tak ada salahnya jika nanti aku tiba-tiba berubah pikiran," sahut Jason tanpa minat.

"Mau sampai kapan, eh? Seharusnya kau senang perjodohanmu dengan Hanum batal karena gadis itu memilih produk lokal."

Jason mendengus.

"Lalu apa yang membuatmu tak mencari pacar?" tanya keyla.

"Kebanyakan wanita tak akan melanjutkan pertemanan denganku karena malu dengan hobiku."

"Terjerembab, huh?!" ledek Keyla.

Jason mengangguk.

"Kau cuti untuk apa sebenarnya? Kau ada masalah dengan pekerjaanmu? Papa kan sudah pernah bilang, pulanglah bantu papa mengurus perusahaannya."

"Mencari anak," jawabnya singkat.

"Apa kau bilang?!" pekik Keyla tertahan takut mengagetkan Meisha di gendongannya.

Jason tergagap. Mulutnya kelepasan bicara.

"Lupakan." Jason beranjak dari duduknya.

"Jason, wait! Jelaskan padaku sekarang juga atau aku akan mengatakan pada seluruh anggota keluarga bahwa kau GAY!!"

"Kau mengancamku?" Jason menaikkan alisnya sebelah.

"Anggap saja begitu."

Jason mendesah. Ia kembali menghempaskan tubuhnya.

"Namanya Keynan Jason Junior. Seusia Mikha."

"Kau benar mempunyai anak?"

"Ya. Hasilku dengan Hanum secara tak sengaja karena saat itu dalam keadaan mabuk."

"Apa dia ada bersama Hanum?"

"Tidak. Pagi ia lahir lalu malamnya kutitipkan pada Anna sebelum keberangkatanku ke Aussie."

"Siapa Anna?" tanya Keyla dengan tatapan menyelidik.

"Bekas sekretaris di kantor cabang milik papa."

"Kau meninggalkannya begitu saja?"

"Ya."

"Ya Tuhan, Jason! Kau benar-benar keterlaluan!! Bawa anak itu kemari. Aku ingin bertemu anakmu. Sekaligus Anna. Aku ingin meminta maaf pada gadis tak berdosa itu."

"Anak? Anak siapa?!"

Orang tuanya yang baru saja tiba mengernyit bingung.

"Anak Jason, mam."

"Keyla!!!" desis Jason melemparkan tatapan tajamnya memerintah Keyla untuk menutup mulutnya.

"Apa katamu?! Coba jelaskan pada kami sekarang," perintah papa.

Dengan lirih Jason mulai menceritakan semuanya dari awal sampai akhir. Laki-laki dan wanita paruh baya tampak sangat shock.

"Antar kami sekarang juga menemui anak itu." Suara papa terdengar berat.

"Untuk apa, pap?" tanya Jason.

"Aku ingin melihat cucuku. Cucu laki-laki satu-satunya."

"Cucuku juga," timpal mamanya. Jason mengusap tengkuknya saat melihat ayahnya melirik sinis mamanya.

"Pap, ini sudah malam," ucap Jason mencoba menghilangkan aura tidak enak itu.

"Baiklah kalau begitu besok pagi kau harus mengantarku."

"Besok kan papa kerja."

"Besok weekend, Jason." Ayahnya. mengingatkan.

Jason mendesah pasrah.

***

Pagi-pagi sekali, Keyla sudah menggedor-gedor pintu kamarnya seraya berteriak.

"Jason!! wake up!! Papa mama sudah menunggumu di bawah."

Jason menggeram. Dengan mata setengah terpejam, Jason membuka pintu kamarnya.

"Cuci mukamu, ganti baju dengan rapi. Papa mama sudah siap di bawah."

"Kemana?" tanya Jason malas.

"Menemui anakmu. Kau sudah janji pada mereka."

"Ya. Tunggu sebentar."

Jason kembali menutup pintu kamarnya. Ia bergegas ke kamar mandi. Sesaat ia meringis ketika jidatnya menyentuh keras pintu kamar mandi.

Apa yang akan aku katakan nanti pada Anna agar ia tak kaget dengan kedatangan keluarga besarku. Ugh!! umpat Jason.

Langkahnya gontai menuruni tangga. Rambut coklat terangnya sedikit tak rapi. Ia hanya mengenakan T-shirt neck-V berwarna biru, kontras dengan kulit putih khas indo-nya. Celana jeans warna hitam dan sepatu kets warna putih menghiasi kaki panjangnya.

Dua mobil sudah teronggok siap meluncur. Papa, mama, Kak Marcel dan keluarga kecilnya, Kak Aline dan putrinya Ceryl dan adik kembar Jason, Keyla dan suaminya semuanya rapi dengan blouse dan kemeja.

"Ayo berangkat," ucap mama tak sabar.

Jason menghembuskan nafasnya resah. Bagaimana kalau Anna marah padanya dan tak mengijinkan bertemu anaknya? Jason melirik ke bangku penumpang. Semuanya nampak tak sabar ingin segera bertemu Jason kecil.

***

"Mommy..,"

Anna tersenyum menatap Jason yang baru bangun menghampirinya yang sedang membuatkan sarapan pagi untuk malaikat kecilnya.

"Good morning, my sun." sapa Anna mengecup kelopak mata Jason.

"Hmmm.. Esen lapar, mommy..," ucapnya antusias menghirup aroma roti panggang.

"Malaikat mommy lapar rupanya? Ayok cuci muka dulu," ucap Anna sambil meletakkan dua porsi roti panggang di meja makan lalu menggiring Jason ke kamar mandi.

Jason kecil segera berlari riang menuju ke kamar mandi. Pantat montoknya bergoyang kesana-kemari.

Sesaat kemudian Jason sudah asyik menikmati roti panggangnya. Anna mengulum senyum saat mendapati pipi tembem Jason yang belepotan dengan selai coklat.

Terdengar suara ketukan pintu. Anna mengernyit. Siapa pagi-pagi bertamu ke rumahnya.

"Mommy.."

"Duduk yang manis, habiskan sarapanmu. Mommy ke depan sebentar ada tamu, mengerti?"

"Esen ikut, mommy..," rengek Jason.

Anna segera mengangkat Jason dalam gendongannya. Tangan mungil itu masih menggenggam roti panggangnya dengan erat sambil sesekali mulutnya mengunyah. Anna memutar kenop pintu utama rumahnya. Ia tak dapat menutupi keterkejutannya saat mendapati Jason bersama beberapa orang yang menurut pandangannya pasti mereka keluarga Jason.

"Daddy!!!!" teriak Jason kecil senang.

Untuk kedua kalinya Anna terkejut mendengar malaikat kecilnya memanggil Daddy setelah kemarin ia menangis keras. Jason pun tak kalah kagetnya. Tangan kokohnya terulur menyambut tubuh mungil yang condong ke arahnya. Dalam sekejab tubuh mungil itu sudah berpindah ke gendongan Jason.

"Oh, maafkan aku. Mari silakan masuk," ucap Anna gugup.

"Anna, maafkan aku. Aku datang tiba-tiba membawa pasukan keluargaku," ucap Jason pelan.

"Tak apa. Duduklah. Aku akan membuatkan minum sebentar. Atau mau sarapan bareng bersama kami?"

"Ide yang bagus. Aku akan membantumu memasak. Hey, namaku Keyla adik kembar Jason," ucap seorang wanita yang bertubuh sedikit berisi.

Anna tersenyum ramah kemudian melangkah ke dapur. Jason kecil nampak nyaman di pelukan pria itu. Dalam sekejab rumah Anna yang biasanya hening hanya terdengar tawa riang Jason kecil kini berubah lebih ramai.

"Kau mau memasak apa?"tanya Keyla.

"Menurutmu?"

"Nasi goreng mungkin. Aku sudah lama tak memakannya."

"Apa tak masalah?! Itu makan selera rakyat."

"Itu makanan favorit keluarga kami," sahut Keyla dengan bangganya.

"Baiklah. Tapi memasak nasi membutuhkan waktu yang lama untuk sepuluh porsi."

"Kau benar. Apa yang ada di dapurmu?"

"Mie telor. Kau mau mie goreng?"

"Apapun itu aku mau."

Anna terkekeh. Keduanya kemudian terlibat percakapan seru sambil memasak. Setengah jam berlalu, meja makan Anna kini penuh. Jason kecil tak mau berpisah sedetikpun dengan ayahnya.

"Anna, maafkan kedatangan kami yang tiba-tiba," ujar pria bule paruh baya membuka suara.

"Tidak masalah, Om." Anna tersenyum tipis.

"Maafkan anak kami yang lancang meninggalkan anaknya padamu."

"Tidak apa. Jason sudah seperti anakku sendiri."

"Kami ingin bicara empat mata denganmu," ucap wanita paruh baya itu.

Anna mengangguk. Setelah selesai, Anna membawa kedua orang tua Jason ke atas, ruang bersantainya bersama Jason kecil.

"Anna, berapa umurmu, Nak?" tanya pria itu.

"25 tahun, Om."

"Kau belum menikah?"

Anna menggeleng pelan.

"Kenapa?"

"Anna memikirkan Jason. Anna hanya ingin melihatnya bahagia tanpa ada yang menyakitinya terlebih dengan adanya orang baru."

"Kau sangat mencintainya?" suara wanita paruh baya itu kini bergetar.

Sekali lagi Anna mengangguk pelan.

"Jason sudah menceritakan semuanya kepada kami." ucap ayah Jason datar.

"Apa kehadiran Om dan Tante dalam rangka menjemput cucu kalian?! Kalau iya, Anna akan menyiapkan semuanya yang perlu dibawa," ucap Anna parau.

"Kalau kau mengijinkan," ucap Ayah Jason.

" Ya. Lagipula aku tak punya hak apa-apa." Anna berusaha tersenyum.

"Permisi, saya akan ke kamar Jason sebentar," pamit Anna.

Anna bergegas ke kamar Jason. Bagaimanapun juga, Sebesar apapun cintanya pada malaikat itu, ia tak bisa melakukan apa-apa untuk mempertahankan anak itu untuk tetap bersamanya. Ia tak punya ikatan darah. Anna tersenyum getir diantara tangisnya. Ia bahkan tak membayangkan kalau ini adalah hari terakhirnya bersama malaikat tercintanya.

Kau akan bahagia, Nak. Berkumpul dengan keluargamu, bisik Anna seraya mengemasi beberapa pakaian kecil milik Jason.

"Anna kau yakin?"

Anna menoleh. Jason menatapnya dengan rasa bersalahnya.

"Dia milikmu, Jason." Sekuat tenaga ia berusaha untuk tetap kuat.

"Tapi kau yang membesarkannya."

"Kau hanya menitipkan padaku. Lagipula orang tuamu sangat menginginkannya."

"Kalau begitu ikutlah denganku. Kita akan bersama-sama membesarkan Jason."

Anna menggeleng, "tidak. Terimakasih. Aku percaya kau akan menjaganya dengan baik."

Jason meraih tangan Anna, menggenggamnya dengan erat.

"Aku tak tau bagaimana cara membesarkan anak, Ann."

"Kau akan tau, J. Waktu akan melatihmu. Lagipula ada orang tuamu, kakak-kakakmu bukan?! Mereka pasti akan memgajarimu."

Jason menggeleng lemah. Kau tak tau, Ann. Kau tak tau apa-apa tentangku.

"Orang tuamu menginginkan hadirnya cucu laki-laki di rumah, J. Bawalah. Jason akan bahagia bersama keluarga aslinya," ucap Anna lirih seraya memejamkan matanya, mengusir sesak yang kian menghimpit dadanya.

"Aku tak akan melepaskannya darimu, Ann. Kau harus tetap bersamanya. Aku akan sering membawanya kemari bertemu ibunya."

"Terima kasih," jawab Anna pendek.

Anna tersenyum getir. Ia tak pernah membayangkan jika rumahnya akan senyap dalam sekejab.
***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top