Sebelas
Pagi ini Anna mendandani Jason kecil dengan kemeja putih yang dibalut dengan vest rajut warna abu-abu terang. Rambut halus coklat terangnya ia biarkan sedikit acak-acakan.
"Owh! Kau sangat tampan, Nak." gumam Anna setelah selesai merapikan Jason kecil.
"Mommy, mana, Mommy?" tanyanya sedikit protes pada pakaian yang ia kenakan.
( Mommy, kita mau kemana?)
"Hey, kita akan ke pesta ulang tahun Mikha sepupumu. Jadi kau harus tampil rapi, sayang." ucap Anna menjawab protes Jason kecil.
Anak kecil itu tampak tak peduli. Tangannya menarik-narik ujung vest-nya, meminta Anna untuk melepasnya. Anna menggelengkan kepalanya, menatapnya lembut.
"Esen gak mau, mommy!!" teriaknya marah karena Anna belum melepaskan pakaiannya. Ia meloncat-loncat seraya berteriak marah, tak suka.
"Jadi Esen mau pakai baju yang mana, hm?" tanya Anna membawa Jason kecil dalam susunan bajunya di lemari.
Telunjuk mungilnya menunjuk pada T-shirt biru miliknya. Anna menghela nafasnya. Ia hanya tersenyum saat Jason kecil kembali tenang dengan T-shirt biru yang dibalut dengan jaket hitamnya. Sangat casual, seperti ayahnya yang tak menyukai pakaian formal. Kaki mungilnya memakai sepatu kets warna putih. Anna menatap Jason kecil yang kini kembali rapi dengan pakaian pilihannya.
Bahkan kau masih terlihat tampan dengan pakaian santaimu, Nak. Batin Anna.
Anna kembali bersiap untuk dirinya sendiri. Flat shoes warna mocca menjadi pilihannya, memadankan blouse krem terang yang ia lapisi dengan cardigan rajut warna coklat. Cukup simpel tapi tetep terlihat cantik saat ditambah polesan tipis make up di wajah cantiknya.
Pukul setengah sembilan tepat, Jason menjemputnya. Ia mengernyit menatap Jason kecil yang berjalan santai digandengan Anna.
"Ann, kita akan ke pesta Mikha." desis Jason.
"Ya. Aku ingat. Tapi apa kau tau? Dia mengamuk saat aku memakaikan vest dan kemejanya."
"Apa? Kau serius?"
"Ya. Itu baju pilihannya sendiri."
"Oh! God! Anakku sangat keras kepala soal selera."
"Sama sepertimu."
"Please, Ann. Aku bahkan masih terlihat keren meski hanya memakai kolor."
"Dan anakmu terlihat lebih keren daripada kau."
Jason memutar bola matanya. Sesaat ia mengulum senyum menatap Anna yang terlihat anggun dimatanya.
"Well, kalau begitu kita berangkat sekarang. Pestanya di rumah. Di halaman belakang."
***
Pesta yang tergolong cukup mewah bagi Anna. Dan ini pertama kalinya Anna membawa Jason kecil ke dalam sebuah pesta. Jason kecil terlihat tak nyaman. Apalagi saat memasuki rumah besar itu, pupil matanya terlihat mengkerut. Langkahnya cukup berat sampai Anna harus sedikit menyeretnya.
"Mommy.." gumamnya lirih.
Anna menjatuhkan tatapannya. Wajahnya pucat, menengadah. Sementara ayahnya sudah beberapa langkah di depannya. Anna mengangkat tubuh kecil itu.
"Esen mau pulang, mommy." rengeknya.
"Iya, sebentar ya. Esen harus ketemu adek Mikha dulu, mengerti? Adek Mikha ulang tahun hari ini." Anna mencoba memberi penjelasan pada anak kecil di gendongannya.
Jason kecil mengerucutkan bibir mungilnya. Ia melengos saat Anna mencoba menggodanya agar tertawa.
"Ayolah, kalian lama sekali?" Jason bersandar di sisi pintu menuju ke halaman belakang.
"Esen mau sama daddy?" tanya Anna menunjuk Jason dengan tatapan matanya. Tapi kepalanya menggeleng.
"Mau mommy aja." ucapnya pelan.
"Tapi Esen tidak boleh marah-marah lagi. Mengerti?"
"Yes, mommy."
"Mommy pengen lihat senyum Esen. Mana?"
Jason kecil meringis lebar kemudian mengalungkan tangannya ke leher Anna, membuat ayahnya melirik tajam.
"Daddy juga mau kayak mommy Anna." celetuk Jason.
Anak kecil itu menggeleng keras. Jason memutar bola matanya. Ia segera menghampirinya dan mencium pipi montoknya asal membuat anak itu tergelak tawanya di gendongan Anna.
***
Halaman belakang. Beberapa macam kue kecil sudah tertata rapi di meja yang tertutup kain putih. Beberapa baloon dan aksesorisnya tak ketinggalan. Anak-anak kecil berlarian, tertawa riang menambah suasana. Jason kecil tak mau turun dari gendongan Anna.
"Oh, hay. Ini dia yang kita tunggu. Abang Esen!!" seru Keyla sambil melangkah menyambut kedatangan Jason dan 'keluarga kecil'nya.
"Hay, Ann. Kau cantik sekali.." sapa Keyla mencium pipi Anna. Lalu beralih pada Jason kecil.
Tubuh itu memalingkan wajahnya, menolak untuk dicium Keyla.
"Oh, c'mon. Kenapa dengan pria tampan ini?" keluh Keyla.
Anna tertawa," sayang, ini aunty Keyla. Ayo, sayang aunty Keyla. Aunty Keyla itu mama-nya adek Mikha."
Jason kecil menundukkan kepalanya kemudian membiarkan Keyla menghujani ciuman di pipi montoknya.
"Mikha! Mikha! Sini, sayang! Ada abang Esen. Ayo, ajak abang Esen main." seru Keyla pada anak kecil yang memakai gaun princess warna pink.
Tak lama anak itu datang menghampirinya. Hari ini Mikha ulang tahun yang ke-4.
"Hey, Mikha. Selamat ulang tahun, sweety." sapa Anna pada putri kecil itu.
"Terimakasih, aunty Anna. Abang Esen kenapa, aunty?"
"Mikha mau main sama abang Esen?" tanya Keyla.
"Mau, mommy. Mikha kangen abang Esen. Abang Esen tak pernah main ke rumah." Putri kecil itu cemberut.
Anna tertawa," iya, nanti abang Esen main ke rumah Mikha deh."
"Ayo. Esen turun, ya? Adek Mikha pengen main sama abang Esen." ucap Anna lembut.
Kepala kecil itu menggeleng pelan. Dia tetap menolak untuk lepas dari gendongan Anna.
"Owh! Esen tidak mau? Nanti mommy sama daddy mau beli es krim. Esen mau? Kalau mau nanti diajak. Tapi Esen harus turun terus main sama dedek Mikha.." rayu Anna.
"Es klim?"
Anna menganggukkan kepalanya.
"Esen mau es klim. Esen mau susu. Mommy, mau bento juga!!" sahutnya.
Anna tertawa, mengecup daun telinga Jason kecil lalu menurunkan tubuh kecil itu. Mikha segera menarik tangan Jason kecil lalu berbaur dengan yang lainnya.
"Esen mana?" tanya Jason menghampiri bersama seorang pelayan yang cukup tua.
"Baru saja diajak main Mikha." jawab Anna santai.
"Well, J. Kau jangan lupa menemui papamu. Beliau menunggumu dari pagi buta." ucap Keyla sebelum pamit untuk menyambut tamu yang lain.
"Yeah!"
Jason mendengus kesal. Ia kemudian teringat wanita tua yang ia tarik dari dapur.
"Ann, ini Bibi Mar. Beliau kepala dapur dan yang mengasuh aku sejak bayi. Beliau sudah seperti ibuku sendiri."
Anna menatap sopan wanita tua itu. Kemudian melengkungkan senyum indahnya menyapa wanita itu.
"Bibi, ini yang namanya Anna. Cantik, bukan? Ibu anakku."
Anna sedikit merona," hay, Bibi Mar. Aku Anna."
"Cantik sekali. Hey, Nak." Bibi Mar tak henti-hentinya menatap takjub pada Anna.
"Terimakasih sudah meluangkan segenap waktumu untuk anak Jason. Kuharap kau bisa membahagiakan ayah-anak itu." bisik Bibi Mar tepat di telinga Anna.
Anna mengangguk kikuk. Tak lama wanita tua itu berpamitan untuk kembali ke dapur.
"Ann,.."
Anna menatap Jason yang urung meneruskan kalimatnya.
"Apa aku boleh berharap padamu?" ucapnya lirih sekali tapi masih mampu tertangkap telinga Anna.
Anna menggeleng pelan," kau bisa mendapatkan yang lebih."
"Kau sangat lebih dari indah, Anna. Aku bahkan membayangkan kita satu rumah, menghabiskan waktu kita berkumpul dengan keluarga kecil kita.."
"Dan kau harus ingat sebentar lagi kau akan kembali ke aussie, melanjutkan pekerjaanmu, J."
"Aku berniat kembali ke sini. Mencari pekerjaan di sini kalau kau mengijinkan aku untuk mewujudkan impian dan harapanku, Ann."
"Tapi, J.."
"Kau ibu anakku. Jadi sudah seharusnya kalau kita segera bersatu." ucapnya keukeuh.
Anna membelalakkan matanya. Pria ini cukup keras kepala. Tanpa basa basi dan sedikit memaksa.
"Oh, come on, J."
"Aku mengerti, Ann." ia tersenyum tipis.
Mendung menggelayuti matanya. Perih, sakit. Itu yang Anna tangkap dari mata coklat keemasan itu.
"J,,"
"Tak apa. Lupakan." ucapnya lirih memaksakan sebuah senyuman lalu meninggalkan Anna dalam diamnya.
Anna masih terpaku. Seharusnya di sini untuk bersenang-senang. Tapi?!! Pria itu aneh sekali hari ini. Anna melangkah menuju ke dapur. Bibi Mar segera menghampiri Anna yang berdiri ragu di ambang pintu.
"Ada apa, cantik?"
"Boleh kita bicara?"
"Owh, dengan senang hati. Silakan. Aku senang kau mau mengajak bicara pelayan."
"Kau terlalu merendah, Bibi. Di mana?"
"Apa ini masalah serius?"
Anna mengangguk. Entah dia merasa perlu untuk membicarakan tentang Jason dengan wanita tua ini.
"Kalau begitu, ikutlah ke kamarku."
Kamar yang sempit tapi sangat rapi. Anna terduduk di tepi ranjang. Sementara Bibi Mar menutup pintu.
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Kau yang mengasuh Jason?" tanya Anna setelah dia menghela napas panjang.
Wanita itu mengangguk. Anna menceritakan apa yang terjadi baru saja. Wanita itu tersenyum pedih.
"Pria itu cukup menyedihkan. Seumur hidupnya ia membatasi dirinya, tak punya rasa percaya diri yang lebih di hadapan wanita. Ia bahkan belum pernah pacaran. Memang banyak yang suka padanya. Tapi, kebiasaan buruknya membuat para wanita meninggalkannya. Ia pria yang ceroboh. Kau pasti tahu. Jason hanya mempermalukan mereka dengan kebiasaan buruknya."
"Jadi itu yang membuatnya tak punya nyali?"
"Ya. Jason tak ingin mempermalukan mereka. Jadi sampai sekarang ia membatasi diri untuk tidak berharap lebih.."
Anna terdiam. Jason pria yang ceroboh. Ia bisa saja terjatuh di tempat umum, menabrak pintu atau yang lain, yang membuat kacau dirinya sendiri. Memang memalukan.
"Apa kau malu dengan pria seperti itu?"
Anna terdiam. Matanya menatap bibi Mar. Dia teringat jelas senyum pedih Jason sebelum pergi dari hadapannya.
"Aku percaya kau wanita yang baik, Anna."
Tidak seharusnya aku menghapus senyumnya, menciutkan nyalinya. Mengingat dia juga punya banyak sisi baik.
"Ia selalu bersiul sejak bertemu kembali denganmu. Kurasa kau adalah sumber kebahagiaannya." ungkap Bibi Mar.
"Tapi, Bibi. Aku hanya gadis biasa.."
"Tapi hatimu luar biasa. Kumohon jangan biarkan pria itu melajang dan menjadi bulan-bulanan keluarga."
Anna terkekeh," aku akan menemuinya, Bibi. Terimakasih."
"Ann, apa kau mencintainya?"
"Dia ayah anakku, Bibi." sahut Anna penuh arti.
"Dan aku ingin kau segera memberikan adik untuk anak kalian." kekeh Bibi Mar.
Anna tertawa kemudian keluar dari kamar Bibi Mar. Ia mencari-cari sosok Jason. Ia menemukan pria itu tengah duduk sendirian mengawasi Jason kecil yang sedang bermain dengan anak-anak lain.
"Hay.." sapa Anna.
Pria itu menoleh lalu tersenyum tipis. Anna mengusap bahu lebar itu.
"Apa kau berniat melupakan wanita yang kau sebut ibu dari Jason junior?"
Jason menoleh. Ia menatap Anna tak mengerti.
"Kau ibunya." ucapnya lirih. Pria itu beranggapan wanita itu adalah Hanum.
"Ya. Dan apa kau berniat melupakannya? Menguapkan harapanmu begitu saja?"
"Aku menghargai keputusanmu, Ann. Maafkan aku tadi aku agak memaksamu."
"Bagaimana kalau aku menyukainya?" ucap Anna sedikit gugup.
"Kau hanya kasihan padaku."
"Kau ayah anak itu. Seperti impianmu. Dan aku ibunya. Meski bukan ibu kandung."
Jason menatap lekat-lekat wajah Anna. Mencari titik kesungguhan. Dan ia mendapatkannya. Bahkan seulas senyuman tipis di sana.
"Kau pikirkan baik-baik, J. Kami tak akan pergi kemana-mana."
"Kau serius?"
"Ya. Aku tak ingin anakmu melihat kesedihan di wajahmu. Dan apalagi kalau dia tahu aku yang membuatnya. Pasti anakmu akan membenciku. Dan kau tahu aku pasti akan sakit tanpanya."
Jason mengembangkan senyumnya. Ia menggenggam erat jemari Anna.
"Terimakasih, Anna Jason."
"Aku bahagia melihat kalian bahagia."
"Dan aku akan terus membuatmu bahagia dengan caraku sendiri."
Anna tersenyum, mengusap lengan yang dibalut kemeja biru langit yang tergulung sebatas siku.
========>>
Maaf jika kurang seru, kurang greget, kurang dalem..
Aku mencoba menggambarkan karakter pria yang tak bisa basa-basi( menggombal)..
jangan lupa comment dan vote-nya
Regards
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top