4. Baba dan Gigi Mengintip Lubang Kunci
BENARLAH Kiliv, gadis bermata merah itu, Baba, dan Pak Listyev. Tentang semua larangan: 31 Oktober, Mariupol, dan rumah bertingkat dua, Yuch seharusnya tak mendekat. Sama sekali, jangan pernah.
Di hadapan lentera yang mati, tergeletaklah dua jasad kakak beradik. Sementara tepat lurus di ubun-ubun, sepasang sosok berselimut kegelapan mengamati curiga.
"Kau memukul kedua kepala cucuku!" bentak seorang nenek. Rambut putih dan pirang bergoyang-goyang tatkala menarik rompi loreng pria di depan. Dia membawa shotgun yang bagian popor terselimuti cairan merah.
"Baba, mereka bangun dari mimpi! Jangan gila, eh!" timpal sang pria tua, menyeringai kejam. "Lagi pula, apakah kau lupa tujuanku menjemputmu kemari!?"
Sang wanita tua tiba-tiba tertawa sendiri. Dia pun mengarahkan senter LED kuning ke muka kedua cucu yang terkapar bersimbah darah.
"Oh, lihatlah Yuch dan Kiliv! Kalian berakhir menyedihkan setelah melanggar perintahku!" tuturnya, "dan aku adalah Baba yang kekal. Jika kalian tidak menurutiku, maka mautlah teman kalian!"
Kedua sosok yang tertawa girang itu Baba dan Pak Listyev. Ketika menyaksikan jasad Yuch dan Kiliv terkapar di atas lantai kayu reot berdebu, mereka riang seperti mengejek. Baba pun berjalan tertatih ke sofa merah di samping meja kopi.
"Kau tidak sedih mengorbankan cucumu, eh?" tanya Pak Listyev, mengelap noda darah di pangkal senjata.
Baba menggeleng. "Tidak, sama sekali."
"Bukannya Yuch hendak mencari sang adik? Lihatlah, betapa sayang pemuda itu kepada saudaranya—"
"JANGAN BODOH!"
Baba membentak Pak Listyev, sampai mengatupkan kedua bibir.
"Kau pikir, ke mana bocah brengsek itu ketika kehilangan Kiliv!? Apakah kau tidak mencium bau alkohol yang menguar dari mulut!? Dia tak berbeda dari para pengangguran yang setiap hari meminum bir, bermain rolet, dan wanita!" tutur Baba, amat emosi mengentak meja kopi, sampai terguncang. "Ketakutan terbesar bocah itu adalah ketahuan perangai aslinya, dan aku menangkap basah ia. Yuch pun mencari kembali sang adik setelah setahun, kau pikir untuk apa!? Untuk mendapat uang!"
"Eh, begitu?" tanya Pak Listyev, mangut-mangut. "Jadi, dia korban tahun ini?"
Baba meminta rokok yang dipegang Pak Listyev, lalu mengisapnya. "Bukankah aku yang sudah membujuk Yuch kemari!? Lantas, kau seret dia pada pukul satu pagi seraya mengetuk pintu tiga kali!? Selanjutnya, Dewa Mimpi Buruk yang akan mengurus, lalu kita mendapat umur hingga dunia berakhir di tangan Tuhan!?"
Pak Listyev mengedikkan kedua pundak. "Benar juga, tetapi—"
"Bahkan, aku rela mengorbankan Kiliv demi menggantikan gadis berkulit pucat yang tinggal di rumah ini!" sahut Baba, ia mengepulkan asap tebal ke langit-langit. "Entah bagaimana caranya, dia bisa lolos dari Dewa Mimpi Buruk. Padahal, lentera ini adalah amanah-Nya yang harus dijaga."
Pak Listyev diam sejenak, lalu merebahkan diri di samping kanan Baba. "Bukankah kau tahu, aku mencintaimu dari dulu. Aku rela menjaga rumah ini dari Rusia, bahkan iblis sekali pun. Hingga tadi aku tahu tumbal tahun ini datang, Yuch. Aku mempersilakannya, lalu kubawa dia ke mimpi buruk. Aku harap dia bisa menemani dua belas mayat yang sudah kita korbankan setahun lalu?"
Baba mengangguk. "Tapi Yuch malah berhasil membawa Kiliv dari kematian. Beruntunglah aku menangkap gelagat mencurigakan bocah itu setelah mengunjungi rumah ini, lalu aku menjemputnya. Senanglah kita tidak perlu mengecewakan Dewa Mimpi Buruk bulan ini."
"Ya, itu pasti gara-gara gadis bermata merah itu!" imbuh Baba, mengingat-ingat kejadian setahun lalu. "Jika dia tidak lolos dari Dewa Mimpi Buruk, Kiliv tidak perlu menjadi tumbal, dan menerima tiga ketukan berturut-turut darimu!"
"Yah, siapa yang tidak pernah menyangka, gadis sial itu malah tidak takut kepada mimpi buruk. Dia tetap di dalam lapangan pacuan kuda, sehingga selamat dari perbatasan alam dunia dan kematian," balas Pak Listyev puas. "Jadi, bagaimana? Kita akan punya dua belas tahun lagi, eh?"
Baba memukul pundak Pak Listyev. "Sebaiknya, kau susun mayat Yuch dan Kiliv di dinding, lengkap dua belas korban!"
Pak Listyev tersenyum seraya melakukan perintah Baba. Dan inilah alasan Baba melarang semua orang membuka rumah bertingkat dua itu.
Apakah kau mau menjadi korban ketiga belas?
***
Tapi gadis bermata merah itu merayap di atas langit-langit seraya memancarkan mata merah. Dia mendengar semua.
Mereka tidak tahu siapa Dewa Mimpi Buruk sebenarnya, kah?
Dia punya kulit pucat dan sepasang mata merah.
Dan dia suka mengintip melalui lubang kunci.
[]
TAMAT
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top