Bagian 33: Sisa Rasa 2

Selamat hari Senin Harmonyyy~~

Gimana kabarnya hari ini?

Semoga bahagiaa selaluu yaa~~

Enjoy reading, love!

.

.

Bagian 33: Sisa Rasa 2

Bukan maksud hati ingin menyesali keadaan atau bahkan marah pada nasib karena Sanuar paham betul bahwa dirinya tidak berhak akan hal itu. Dengan sendirinya ibu jari Sanuar menekan tombol merah ketika sedang melakukan panggilan dengan Betari tadi. 

Terbesit rasa takut ketika bayangan bagaimana Betari perlahan menjauh dan tidak tampak lagi muncul di pikirannya. Rasanya tidak pantas lagi kalau ia kembali berlindung dalam paham'saling menolong' karena rasa untuk Cadel-nya tidak sekecil dan seremeh itu. 

Tidak pantas juga rasanya untuk kembali menunda dan menunggu seperti orang dungu yang tidak memahami situasi, karena Sanuar jelas paham apa yang akan terjadi ketika ia tidak lagi mengambil langkah berani. 

Namun, satu sisi, ada batasan kokoh yang selama ini menahan lelaki itu. Menahan untuk tidak menunjukkan afeksi berlebihan. 

"Gue harus gimana, Bi?" Sanuar menggeram frustrasi. Kepalanya menunduk dalam, kontras selai dengan keputusasaan yang berada di titik tertinggi.

Abiyyu hanya bisa memandang prihatin sahabatnya itu. Tidak terlalu mengerti juga dengan masalah yang menurutnya remeh ini kerap kali menjadi topik utama untuk menjadikan si sahabat galau setengah mampus. 

Bukan rahasia lagi sih kalau Betari itu adalah sosok menggemaskan yang kerap kali Sanuar anggap menyebalkan padahal dalam hati menjerit 'lucubangetlucubangetlucubanget'. Raut polos dan sikap perempuan itu yang apa adanya menjadi daya tarik sendiri. Tidak heran kalau sejak sekolah menengah banyak yang mencoba mendekati Betari. Untung saja perempuan itu memiliki prinsip yang kuat, dan pawang galak yang menjaganya. Namun, kali ini tampaknya kemampuan si pawang galak sudah tidak se-mumpuni itu untuk menjaga Cadel-nya. Terbukti dari ia yang kecolongan membiarkan lelaki lain mebawa Cadel-nya pergi tanpa pengawasan darinya.

"Ngomong langsung, dude. I mean, it's been 7 years you guys together. Apa salahnya buat ngungkapin perasaan lo? Gue pribadi, dari jaman kita masih bau kencur, udah ada niatan buat ngomong langsung ke Betari kalo gue suka sama dia, ya tapi karena beda server, gue diem. Lah, lo kan udah satu server, satu provider nih, then carry on."

"Ya lo ngomong doang mah gampang!" Sanuar menyahut ketus.

"Ya lo-nya aja yang ngeribetin diri sendiri!" Abiyyu tidak kalah ketus.

Sanuar menghela napas kasar. Rasanya geram sendiri mendengar orang-orang menggampangkan hal-hal yang bahkan tidak mereka ketahui tingkat kesulitannya.

"Kalo emang gampang kayak gitu, gue mungkin nggak akan kejebak sama status senior-junior sampe sekarang. Gue nggak nyalahin orang-orang yang anggap hal ini gampang karena mereka nggak kenal si Cadel kayak gue kenal dia." 

Sanuar terdiam setelahnya. Ini bukan kali pertama Abiyyu memberi saran seperti ini. Berulang kali, dan berulang kali juga Sanuar terdiam, enggan untuk menjelaskan karena ia sendiri paham, manusia yang bertanya itu ada dua jenis. Satu bertanya karena peduli, satunya lagi hanya karena penasaran. Namun kali ini Sanuar tidak peduli jenis manusia yang mana Abiyyu, ia hanya ingin menjelaskan.

"Semenjak kejadian waktu SMP itu, Betari punya trauma sama laki-laki. Bagi dia, lelaki yang bisa dipercaya cuma ayahnya sama gue. Gue ... gue takut. Kalo gue nyatain perasaan ke dia malah buat dia ngerasa kalo gue nggak bisa lagi dipercaya yang akhirnya bikin hubungan gue sama dia nggak sedeket sekarang."

"Gue ngerti, San," jeda. Abiyyu menghela napas sebelum kembali melanjutkan,"gue cuma nggak bisa ngerti sama rasa takut lo akan hal-hal yang belum kejadian. I mean, if you never try, how will  you know? Kalo ternyata kejadiannya nggak seburuk yang lo pikirkan, malah bisa jadi sebaliknya, lo yakin lo nggak akan nyesel ngelewatin  kesempatan yang udah kelewat 7 tahun ini? Bukan maksud gue mau nakut-nakutin atau ngompor-ngomporin, tapi, San, ada yang bilang kalo akibat dari kata tunggu itu ditinggalkan. Yakin lo mau tunggu waktu yang tepat lagi?"

***

Dua hari berlalu tanpa kehadiran Kak Alpha-nya dan itu membuat Betari menyadari satu hal. Ia akhirnya tidak lagi bergantung pada kehadiran si Jelek. Selain itu, Betari juga sadar bahwa ketidakbergantungannya itu disebabkan oleh kehadiran entitas lain yang menjaganya seperti Sanuar menjaganya. Ada rasa bersalah ketika menjadikan Jamal sebagai pengganti Kak Alpha-nya saat itu. Mungkin lelaki asal Banten itu juga akan sebal dengan dirinya yang kerap kali membanding-bandingkan atau menyamakan lelaki itu dengan Kak Alpha-nya. 

Pembicaraan terakhir dari sambungan telepon dengan Kak Alpha menjadikan Betari enggan untuk sekadar mengirimi pesan random seperti biasanya. Namun, siapa sangka, malam ini Sanuar mengajak Betari untuk bertemu di SkyBucks. Dari pesan suara yang dikirimkan, Betari bisa menyimpulkan kalau mood Kak Alpha-nya itu sedang bagus. Tidak biasanya Sanuar mengajaknya keluar malam-malam, tetapi khusus malam ini lelaki itu sengaja meminta izin pada kedua orang Betari untuk mengajak pergi malam dan berjanji tidak pulang lebih dari jam 9.

"Kok nggak diminum?" Sanuar bertanya dengan sedotan yang berada di celah bibirnya. 

"Um? Itu ... aku belum makan nasi ...," Betari menyahut takut-takut. 

"Ya ampun! Tadi, kan, kakak  tanya kamu udah makan nasi atau belum!" Sanuar kontan merampas caramel macchiato yang ada di hadapan Betari.

"Ish! Tapi kan aku nggak bilang udah! Salah Kak Alpha lah!"

Sanuar mendengkus, keki juga sebenarnya. Ini jelas bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan. Namun si Cadel-nya itu akan tetap dan selalu menjadi si Cadel yang tidak mau kalah, si paling benar pokoknya. But, it's OK, pikir Sanuar. Karena dengan begini atmosfer yang ia bayangkan akan menjadi sunyi dan canggung setelah terakhir kali berbicara melalui saluran telepon yang berakhir tidak akur  bisa menjadi biasa.

"Ayo!" Sanuar bangkit dari duduk sambil merapikan barang bawaan dan kembali memakai jaketnya. 

"Mau kemana?" Betari mendongak seraya mengerjap cepat.

"Cari makanan lah buat kamu, nggak ada macchiato kalo belum makan. Titik." Sanuar 

Diam-diam Betari mengulum senyum. Kak Alpha-nya memang selalu menjadi Kak Alpha. Sosok lelaki yang selalu menjadi si paling perhatian meski sering ketus kalau sudah urusan makan dulu baru macchiato. Setelah berkendara kurang lebih 15 menit dari SkyBucks yang ada di mall dekat kampus, keduanya tiba di alun-alun kota. Sanuar sengaja memarkirkan mobilnya di depan KFC seberang alun-alun, supaya tidak terlalu repot saat pulang nanti.

"Pegang yang bener, mau nyebrang nih kita." Sanuar menjulurkan ujung jaketnya untuk digenggam Betari seperti biasanya.

"Kenapa nggak lewat JPO aja, sih? Tinggal jalan sebentar ke jembatan doang kok. Kalo gini bahaya tau!" Betari mengomel, tetapi jemarinya sigap menggenggam erat ujung jaket Sanuar dan patuh mengikuti langkah si Jelek yang perlahan maju sambil menghentikan mobil dengan mengangkat tangan kanan.

"Tunggu sini, ya. Jangan ngelamun. Kakak mau beli makanan dulu."

Alasan sekali Sanuar ini. Bilangnya mau membelikan makanan. Padahal itu adalah salah satu cara untuk menghindar dan menenangkan dirinya yang sejak tadi gelisah. Perkara kalimat Abiyyu yang mengatakan bahwa resiko dari kata tunggu adalah ditinggalkan, Sanuar berencana untuk mengungkapkan perasaannya pada si Cadel malam ini. Niatnya sih ingin di kafe saja, menciptakan suasana romantis dengan meminta bantuan pelayan. Namun gagal. Salahkan Betari yang mendadak bilang kalau dirinya belum makan nasi. Big N.O untuk Sanuar membiarkan Betari bertahan di kafe dan macchiato sebelum mengisi perut dengan nasi.

"Nih, adanya ini. Kamu kalo kakak beliin nasi KFC pasti alesan nggak mau makan nasi karena udah malem. Makan telur gulung 10 tusuk kayaknya cukup buat ngeganjel sebelum minum macchiato."

"Makasih!" Mata Betari langsung berbinar-binar begitu melihat camilan kesukaannya yang masih mengeluarkan asap tipis.

Lantas hening mengisi rungu Sanuar. Ditemani suasana malam Bogor yang sejuk. Harum petrichor yang menguap dari pijakan aspal basah. Terang lampu alun-alun dan ramai orang-orang yang sibuk berbincang sambil hilir mudik. Bermodalkan rasa percaya diri yang tidak seberapa, Sanuar mencoba memulai pembicaraan, "Del."

"Um?" Betari menyahut acuh-tak acuh karena mulutnya sibuk mengunyah telur gulung.

"Kita udah deket selama 7 tahun, mau 8 tahun mungkin, ya? Boleh nggak kalo kakak ngajak kamu buat jalin hubungan lebih dari sekadar dekat? Lebih dari sekadar senior-junior?" Sanuar akhirnya memberanikan diri untuk menoleh. Namun, agaknya lelaki itu sedikit menyesal karena begitu menoleh, pandangannya langsung terkunci pada tatapan Cadel-nya yang bergetar bingung.

"M-maksud kakak lebih dekat itu ... pacaran ...?" tanya Betari ragu-ragu.

"Iya."

Hening.

1 detik, 2 detik, 3 detik. Tiba-tiba saja hitungan detik yang biasanya cepat  kini terasa sangat lambat. Sanuar jadi semakin gelisah karena Cadel-nya tidak kunjung merespons.

"Del---"

"Kenapa?" Betari membuang muka. Enggan menatap Sanuar. Bola matanya bergetar takut dan bingung secara bersamaan. "Dari sekian banyak lelaki, kenapa harus kakak yang ngajak aku pacaran? Dari sekian banyak lelaki ... sebenernya ajakan pacaran dari Kak Alpha adalah yang paling nggak aku harapkan."

***

TBC

Waahaahahaha

Confess juga akhirnya ya si Kakak satu inii..

coba Natha mau tau pendapat kalian soal chapter ini dongsss?? wkwk

Ini udh mau ramadhan, Natha sih berharap, cerita ini bisa tamat soon as possible. Karena emang bikin cerita ini tuh plotless, ngalir gitu aja karena emang iseng buat jadi ajang nostalgia ... eh ternyata memang se-enjoy itu, apalagi sambil bayngin muka Jeno wkwk

OH! Natha mau spill dikit side story si kakak ketua himpunan sama Betari.

uhuuyyy! yakin mau melewatkan side story iniihh? wkwkwk

Dah segitu aja, enjoy your rest of evening Harmony. See you next Monday~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top