Bagian 25: Rasa Nyaman 3

Helooo~ Selamat Senin!

Ketemu lagi sama Natha xixi gimana kabar Senin kalian?

semoga yg seninnya berat bisa kehibur sama chapter baru ini yaaa

enjoy reading~ jangan lupa tekan bintang dan ramaikan kolom komentar 💐💜💕

.

.

Bagian 25: Rasa Nyaman 3

Sanuar Alphandi benar-benar tidak bisa menutupi rasa yang membuncah di dada. Kedua kakinya tidak berhenti bergerak hingga membuat kedua lututnya saling mengadu di bawah meja. Senyumnya terpatri apik kala pandangannya dipenuhi oleh Betari yang tengah menyeruput macchiato-nya dengan girang.

"Kalo tambah lagi, boleh?" Betari berujar antusias seraya mengerjap cepat. Sebaik mungkin membuat ekspresi lucu---cara andalan untuk membuat Kak Alpha-nya luluh.

Sanuar mendesis gemas. Satu tangannya mengambil beberapa lembar tisu dengan cekatan dan memberikannya pada si makhluk manis di depan mata. "Boleh. Tapi tunggu 10 sampe 20 menit dulu, ya? Kalo perutnya kerasa nggak enak, makan dulu, nanti macchiato-nya kakak ganti sama cake aja, gimana?"

"Um!" Betari kembali menumpahkan antusias dalam anggukan.

Mata perempuan itu meneliti sekitar. Skybucks tidak terlalu tampak penuh. Benar kata Kak Alpha-nya, mungkin kalau ia memilih Skybucks yang ada di mall dekat kampus, ia tidak akan senyaman ini. Pandangan Betari jatuh pada satu sudut dekat jendela. Dua manusia yang saling bersenda gurau, melempar pandang dengan penuh puja. Sosok perempuan di sana bahkan tampak merona dengan bilah bibir yang melipat ke dalam. Pemandangan itu sedikit---sedikit saja---membuat Betari merasa iri.

Rasanya kesal sendiri jika ia kembali mengingat kejadian itu yang sampai saat ini membuatnya enggan menjalin hubungan dengan lawan jenis, kecuali Kak Alpha-nya. Betari mengerjap cepat. Kedua pipinya menghangat, malu sendiri karena memikirkan hal-hal romansa dengan Kak Alpha sebagai tokoh utama.

Perempuan itu diam-diam melirik Sanuar. Namun, dengan cekatan ia langsung membuang pandang. Mendadak jadi salah tingkah karena ketika Betari melirik, Sanuar tengah menyesap latte hangatnya sambil menatap si objek manis dengan intens.

"Apa, sih, Del? Ngapain lirik-lirik begitu? Mau tambah? Itu aja belum abis ...." Sanuar tergelak. Tawanya bahkan hampir pecah karena meilhat mata si manis membulat sempurna.

"Ck!"

"Aduh!" Sanuar meringis kala tulang keringnya ditendang tanpa aba-aba. "Kok, nendang? Kakak kan cuma---"

"Berisik! Apa, sih? Orang aku belum minta tambah!" ketus Betari.

Betari memutar bola matanya jengah saat Sanuar mencibir dengar suara kecil. Perempuan itu kembali memerhatikan keadaan sekitar. Lalu, tiba-tiba saja satu pemikiran melintas tanpa tahu malu.

'Bukan, ini bukan soal tempatnya yang bikin aku nyaman. Dimana pun itu, kalau ada Kak Alpha ... pasti nyaman.'

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Kemarin, Betari tiba di rumah pukul enam lewat tiga puluh. Sedikit terlambat dari biasanya. Salahkan Sanuar yang tiba-tiba saja merajuk begitu Betari mengajaknya pulang. Beruntung mama dan ayah Betari tidak memarahi karena Kak Alpha-nya itu mengeluarkan berbagai macam alasan dengan nada lembut. Ah, kalau ingat itu Betari jadi gemas sendiri. Kak Alpha-nya tampak sekali gelisah karena takut tidak lagi mendapat izin untuk mengajaknya main lagi.

"Senyum-senyum aja dari tadi! Kenapa, lo?" Rianti menyenggol lengan atas Betari. Mulutnya sibuk mengunyah roti isi pisang cokelat dengan lahap.

Betari agaknya sudah mulai terbiasa. Perempuan itu tidak lagi terkejut atau menjadi kesal dengan sikap Rianti yang terkadang suka seenaknya. Lihat saja, Betari bahkan hanya mengerjap pelan, menggeleng sesaat seraya menyadarkan diri dari lamunan.

"Nggak, kok," sahut Betari seraya menampilkan senyuman teduh.

Tepat enam bulan Betari berhasil melewati masa semester pertamanya di Universitas Tugu Kujang. Mengulas kembali perjalanannya selama ini, rasanya ia sudah melakukan banyak hal untuk membuatnya berada di titik ini. Hari ini Betari dan teman-teman datang ke kampus atas permintaan dosen wali. Katanya untuk mendapat 'diskusi pribadi' setelah nilai dan IPK keluar di hari itu, tepat pukul sepuluh pagi, katanya.

"Eh, gue udah di-chat, nih, sama Bu Siti, semuanya tunggu di ruang 3.5, nanti dipanggil per dua orang buat konsul." Ini Irpan, komti kelas Betari. Penampilannya tampak urakan, tetapi kalau soal tanggung jawab kelas, lelaki itu tidak pernah asal-asalan.

Betari mengembuskan napas pelan. Langkahnya ia bawa perlahan mengikuti teman-temannya. Rasanya berdebar bukan main. Betari tidak akan bohong soal dirinya yang sedang merasa gugup setengah mati. Bahasa Inggris jelas bukan bidangnya. Namun, ia bersumpah, segala hal yang ia lakukan untuk menjadi baik-baik saja sudah ia lakukan sebaik dan semaksimal mungkin.

"It's ok, the result won't betray your efforts," Anita menyemangati kala menyaksikan bagaimana kedua kaki Betari tidak bisa diam. Perempuan asal Cianjur itu, meski kerap kali merasa kesal ketika Betari sedang dalam mode bebal, ia akan selalu menjadi sosok yang juga mengeluarkan kata-kata bijak untuk menyemangati.

"Anggita, Betari ... giliran kalian." Kepala Irpan menyembul dari balik pintu. Kacamatanya tampak berembun ketika memanggil nama berikutnya yang harus menemui dosen wali.

Betari memejam. Menengok ke arah Anita dan Rianti untuk sekadar mendapat hadiah ucapan semangat dengan kedua pasang tangan mereka yang mengepal di sisi wajah. Sekali lagi, Betari tidak bohong, debaran jantungnya semakin kencang bahkan rasanya ia bisa merasakan detak jantung di bawah rahang. Wajar saja, kan? Jelas, ini nilai IPK pertamanya.

Ruangan 3x4 yang hanya diisi tiga orang membuat atmosfer semakin terasa dingin. Padahal sebelum memasuki ruang dosen wali, gugup yang Betari rasakan hanya sekadar sampai ke debaran jantungnya yang seperti hendak melompat. Namun, saat ini, duduk di hadapan dosen walinya, mendengar konsultasi Anggita---teman sekelasnya---yang membuat Ibu Siti menghela napas berkali-kali, rasanya seluruh organ dalam dirinya mendadak menjadi malfungsi. Melirik sekilas, Betari mendapati Anggita yang hanya menunduk. Membiarkan rambut panjangnya yang berwarna merah di bagian bawah menjuntai.

"Nah, Betari sekarang," Bu Siti tersenyum. Meski tampak tulus, gurat lelah jelas terpatri di sana.

Ibu Siti ini sama sekali bukan dosen yang pantas mendapat julukan killer. Warna kulitnya putih, kedua mata sipit yang akan semakin kecil ketika wanita itu menampilkan senyum. Raut wajahnya selalu ramah, apa lagi ketika mendengar curhatan mahasiswanya. Meski perasaan jengkel menggebu-gebu, Ibu Siti tidak pernah merengut.

"Wahh ... it's such a good score. You did great." Suara Ibu Siti mengudara ceria. Tone suaranya memang agak berat, bertolak belakang dengan wajahnya yang tampak ayu.

Betari tidak menyahut. Bukan, bukan karena tidak mengerti kalimat yang diucapkan Ibu Siti. Lidah perempuan itu rasanya kelu, kaku, hingga setiap kata tertahan sampai batas ujung lidah.

"Hebat, congratulation!" Ibu Siti mendorong lembut selembar kertas ke hadapan Betari.

Pupil Betari bergetar tipis. Ada rasa bangga dan ketidakpercayaan pada waktu yang sama ketika ia mendapati angka 3,1 pada kolom IPK. "I-ini bagus, kan, ya, Ma'am?"

Ibu siti terkekeh renyah. "Of course, it is! Pertahankan, ya. Kalau bisa, semester depan dinaikin lagi kemampuannya."

Kalau bisa mendapat gambaran jelas, saat ini rasa yang membuncah dalam dada sudah meledak-ledak ramai bagai kembang api di malam tahun baru. Mendapat nilai lebih dari apa yang diharapkan jelas menjadi kebanggaan sendiri untuknya, apa lagi mengingat usaha yang tidak main-main memakan waktu dan tenaga. Maka, setelah Ibu Siti selesai, Betari melangkah cepat. Perempuan itu bahkan melewati ruang 3.5 begitu saja, melupakan janji berkumpul dengan Anita dan Rianti setelah konsultasi.

Kak Alpha ...

Nama lelaki kelewat hyper itu terlintas sejak kali pertama ia melihat IPK memuaskan di atas kertas. Langkah-langkah kecilnya dipercepat seiring nada riang yang seolah menjadi latar musik.

Harus Kak Alpha yang pertama kali tau!

Belum sampai ke depan gedung fakultas Teknik, langkah Betari membeku tepat di pelataran parkir depan gedung rektorat. Matanya mengerjap cepat seiring napasnya yang memburu. Di sana, tepat di depan mobil yang tampak familiar, Kak Alpha-nya tengah tertawa terbahak. Tanpa ragu merangkul punggung perempuan mungil dengan rambut yang dikuncir satu. Ada Abiyyu juga di sana sebenarnya. Namun, di mata Betari, semua tampak blur kecuali Kak Alpha-nya.

"Kak---"

Betari semakin dibuat tergugu, karena kini ketiga orang itu memasuki mobil Sanuar dengan si perempuan mungil yang menduduki tahta Betari Maharani tanpa rasa bersalah.

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

TBC

a/n

Yuhuuuuu~~~

gimanaaa?? coba sini cerita kesan2nya habis baca chapter inii xixi

See you next monday Harmonyyyyy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top