Bagian 22: Entitas Baru 3
Selamat Senin! Ada yg baru MPLS di sekolah? Xixixi
Enjoy reading 😊
.
.
Bagian 22: Entitas Baru 3
Pukul lima lewat tiga puluh menit. Ini kali ke dua Dian mendapati dapur di kediamannya sebegitu ribut. Bunyi alat masak yang saling beradu dan umpatan yang mengudara memenuhi rungunya. Lantas, sudah bisa ditebak, dari punggung saja, Dian sudah hapal betul kalau itu adalah si adik bungsu.
"Ngapain lo? Pagi-pagi udah berisik aja!" ketus Dian.
Sanuar tidak langsung menoleh. Lelaki itu tengah sibuk meniup-niup sendok yang ada di hadapannya sebelum memasukkan ke mulut dan meringis ngeri karena rasa buruk yang menyapa indra pengecap. "Ah, Mbak, coba sini dulu, deh! Ini, kok, rasa teriyakinya aneh, ya? Gue udah ngikutin resep di YouTube padahal."
Dian mendekat malas-malasan sambil menggaruk perut dengan telapak kanan. "Awas sana!"
Sanuar menurut. Tidak memersalahkan sama sekali nada ketus yang lagi-lagi keluar dari mulut kakaknya. Dengan patuh, mata lelaki itu mengamati ekspresi Dian.
"Buset!" Dian berjalan terburu ke tempat cuci piring. Mengeluarkan isi mulutnya dengan tragis. "Lo masukin apaan ke masakan lo, sih?!"
Sanuar mengerjap. Melihat hasil screenshoot di ponselnya. "Garem, gula, sama penyedap rasa doang, kok. Gue pake bumbu teriyaki instan. Apa udah expired, ya?"
"Lo masukin garem, gula sama penyedap rasanya, segimana?" Dian memicing curiga.
"Secukupnya ...?"
Ah, Sanuar dengan segala hitungan Matematikanya. Kata 'secukupnya' tidak akan pernah menjadi angka yang valid. Lelaki itu jelas bukan penganut 'ilmu kira-kira'.
"Gue nggak mau makan itu ya pokoknya! Gila aja! Ntar laki gue pulang dinas malah denger kabar kalo istrinya mati keracunan!"
Sanuar menghela napas. Meringis dalam hati karena merasa usahanya bangun pagi untuk memasak sia-sia. "Bukan buat lo, kok, mbak ... nggak usah ge-er. Ini ... ini buat si Cadel."
Setelah berkata begitu, Sanuar langsung mendapat pukulan sayang di belakang kepala yang kerasnya tidak main-main. Dian melotot horor. "Nggak usah macem-macem. Nggak usah sok mau jadi cowok romantis! Bukan bikin Beta terkagum-kagum, yang ada lo bikin dia terancam hidupnya!"
⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆
Tampaknya mood Sanuar Alphandi belum membaik. Terbukti dari raut wajah yang tertekuk muram. Betari bahkan enggan menanyakan. Raut wajah Kak Alpha-nya itu tampak seperti mengatakan 'Jangan ganggu'. Sementara itu ada sosok lain yang menggantikan posisi Dian di kursi samping kemudi.
Itu Binar, kakak perempuan Betari, yang entah angin dari mana hingga membuat perempuan itu memilih ikut berangkat bersama. Hal ini tentu saja menjadikan mood Sanuar semakin jelek.
"Turunin kaki lo, Binar," Sanuar berucap datar.
Sementara itu, Binar hanya menunjukkan raut masa bodo. Mulutnya masih sibuk mengunyah roti isi coklelat dengan suara kecapan yang sengaja dibuat keras. Sanuar mendesis sinis seraya berdecak.
"Nah, gue turun di depan SD situ, Kak!" Binar menepuk-nepuk dashboard dengan heboh.
"Iya, iya! Nggak usah ngerusuh ahelah! Besok-besok nggak usah nebeng lo ah!" bentak Sanuar.
Namun sayangnya, Binar tidak menangkap sinyal itu. Perempuan itu dengan seenaknya turun setelah mengucap terimakasih main-main. Bahkan pintu mobil Sanuar ditutup dengan sedikit bantingan keras. Hal itu kontan membuat Sanuar menyumpah serapah perempuan yang berstatus kakak dari si Cadel-nya.
"Nyebelin banget si Binar, sumpah! Besok-besok kalo dia mau nebeng kita jangan dibolehin ah, Del!"
Betari mengerjap. Menggumam lirih. Perempuan itu tampak bingung karena sejujurnya ia merasa tidak memiliki hak untuk menolak ajakan Binar. 'Ini kan mobil Kak Alpha, harusnya Kak Alpha yang nolak, kan?'
Betari berdeham pelan. "Kak? Kak Alpha lagi ada masalah, ya?"
Kedua alis Sanuar semakin menukik. Kerutan di dahinya semakin tampak jelas kala Betari menatap pantulan diri lelaki itu dari keca tengah.
"Kenapa tanya gitu?" Sanuar masih terdengar ketus.
"Umm ... abis dari pas jemput tadi mukanya keliatan bete. Lagi banyak tugas, ya? Atau dimarahin Mbak Dian lagi?"
Sanuar paham betul sejak tidak berhasil membuat makan siang untuk Cadel-nya, garis ukur pada barometer mood-nya meluncur bebas hingga mencapai titik paling bawah. Lelaki itu juga sadar efek yang terjadi pada raut wajah dan nada bicaranya. Ditambah lagi, siang ini ia masih belum bisa merealisasikan acara 'ayo traktir si Cadel macchiato'. Double triple sudah kesialannya hari itu.
"Kak?"
Sanuar terkesiap. Mengerjap cepat dan tersadar bahwa mobilnya sudah terpakir apik di depan masjid gedung depan kampus. Menggeleng sejenak demi kembali mendapatkan akal sehatnya. "Y-ya?"
Betari menghela napas. "Kenapa? Kakak lagi banyak pikiran? Mau cerita dulu? Aku masih ada dua puluh menit sebelum kelas mulai."
'Aduh, makin nggak aman ini buat jantung gue! Manis! Manis banget si Cadel!'
Sanuar menggeleng cepat. Wajah lelaki itu tampak gelisah. Lantas, tanpa basa-basi, ia langsung keluar dari mobil. 'Emang bener kata orang. Nggak baik berduaan doang sama lawan jenis. Apa lagi yang manis kayak Betari!'
Betari juga ikut keluar. Menghampiri Kak Alpha-nya yang tengah mengipasi leher sambil mengembuskan napas kasar berkali-kali. "Kak?!"
"Astagfirullah!" Sanuar mengusap-ngusap dadanya. 'Duh, kemaren-kemaren kayaknya gue biasa aja dah! Ini kenapa dipanggil sama si Cadel aja rasanya deg-degan, sih?!'
"Iiihh, apa, sih?! Kok, istigfar segala?!" Betari memukul lengan atas Sanuar dengan kamus Oxford berukuran A5.
"U-umm ... itu ... eerr ... macchiato! Ah, iya, macchiato!" Sanuar memekik heboh karena merasa berhasil menemukan topik pengalihan. "Umm ... kakak mau minta maaf karena siang ini belum bisa traktir ke Sky Bucks. Masih harus beresin laporan lapangan, buat jadi syarat KKN semester depan soalnya."
Sanuar bersumpah, ia bisa melihat raut sendu penuh kekecewaan di wajah Cadelnya meski perempuan itu mematri senyum maklum.
"Ya, ampun! Jadi dari tadi Kak Alpha bengong-bengong tuh karena mau ngomong ini?!" Betari terkekeh. "Nggak apa-apa, Kak. Umm ... hari ini juga aku mau belajar bareng soalnya UAS-nya selesai sampe jam 12 doang."
Ah, entah sejak kapan Sanuar Alphandi membenci frasa belajar bareng yang terlontar dari mulut si Cadel. "Sama siapa aja?" tanyanya ketus.
"Sama Anita, Bunda, terus---"
"Betari!"
Yang dipanggil menoleh. Sosok yang tengah tersenyum lebar sambil melambaikan tangan itu total membuat Sanuar geram. Ia jelas hapal wajah Jamaluddin Al-Jefri, si kakak senior yang selalu Cadel-nya bangga-banggakan.
"Sama dia? Ahelah, jang---"
"Sanu!"
Kali ini Sanuar menoleh. Mendapati sosok familiar yang tengah berlari kecil ke arahnya. Maka, layaknya karma yang datang begitu cepat. Betari merasa sebal sendiri. Sosok manis dan cantik itu kelewat sempurna jika dibandingkan dirinya.
'Jangan kasih senyum ke cewek itu, Kak ... senyum Kakak cuma boleh buat aku.'
Betari tidak mampu berucap. Segala silabelnya hanya tertahan sampai batas kerongkongan. Perempuan itu tenggelam dalam ketidaktahuan dan kebodohan karena tidak pernah mengerti perihal debaran anomali yang selalu hadir ketika bersama Kak Alpha-nya.
⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆
TBC
End of Bagian Entitas Baru
A/N
Yuhuuuu~
Gimana chapter ini? Ayok ramein dong kolom komentar nya. Natha kan jadi semangat kalo kalian kasih feedback xixixi
Menuju ending kan ini. Ada bagian yg masih bikin kalian bertanya2? Coba bilang sini ke Natha 😽
Nah, at last, see you next Monday 😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top