Bagian 19: Kepingan yang Hilang 4

Haiii, selamat hari seniinn lagiii~ belum telat buat up, kan?

enjoy reading harmony🌻🍭

jangan lupa ramaikan vote dan kolom komentar

.

.

Bab 19: Kepingan yang Hilang 4

Waktu itu, kala kelas kosong, Betari dan Anita terlibat pembicaraan serius perkara perasaan. Sengaja membawa topik ini di saat Rianti tidak ada. Karena gadis yang selalu berpenampilan heboh itu terlalu berbeda. Terlalu extreme untuk Betari yang masih buta soal rasa.

"Nggak bisa, Beta," ucap Anita kala itu. Nada lembutnya mendayu lembut menyapa telinga. Namun, kalau ditelaah lebih dalam, nada suara itu jelas mengutarakan rasa gemas---cenderung kesal---karena Betari tidak juga mengerti.

"Aku masih nggak ngerti kenapa bisa 'nggak bisa'?" tanya Betari bebal.

Anita menghela napas. Tatapan matanya menusuk, tampak jengah dengan tingkah teman dekatnya yang tengah menunjukkan ekspresi tidak berdosa. "Oke, aku nggak akan bawa-bawa agama deh. Sekarang, banyak kok yang bilang kalo perempuan sama laki-laki itu nggak akan bisa jadi cuma sekadar sahabat."

"Bisa ...," sahut Betari. Nadanya sengaja sekali dibuat mendayu, menggoda Anita yang selalu mengeluarkan nada itu ketika kesal. "Aku sama Kak Alpha bisa, kok. Kita deket dari SMP sampe sekarang. Dan nggak ada tuh suka-sukaan. Kita cuma deket dan---"

"Dan memang kamu tau kalo Kak Alpha-mu itu nggak ada rasa ke kamu?"

Betari mengerjap cepat. Sempat bingung dengan pertanyaan Anita. Namun kemudian, hatinya kembali yakin.

"Nggak mungkin lah. Perlakuan Kak Alpha ke aku selama ini pasti juga sama kayak orang-orang lain ke temen atau adiknya."

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Kembali ke hari dimana Sanuar berhasil membuat Betari berjanji dengan saling mengaitkan kelingking di kedua ujung pulpen. Betari tengah berada di pujasera bersama Anita dan Rianti. Kedua temannya itu tengah asyik melahap sepiring batagor.

"Beta, beneran, nggak mau?" Anita membersihkan kedua ujung bibirnya.

Betari tampak abai. Gadis itu mengigit ujung sedotan susu kotak yang tadi pagi diberikan Sanuar. Tatapan matanya tampak kosong.

"Heh! Beta!" Rianti memang selau begini---menjadi sosok bar-bar dalam lingkaran pertemanannya. "Jangan bengong lo pagi-pagi!"

Betari yang merasakan lengan atasnya didorong kasar langsung mengerjap cepat. Menyedot habis susu kotaknya hingga bunyi udara kosong dalam kotak terdengar nyaring. "Apa ...?" pertanyaan itu terlontar polos---yang sejujurnya terdengar menyebalkan di telinga Rianti.

"Mau batagor nggak lo?" Rianti mendelik.

"Sssttt ... pelan-pelan atuh, Bun. Masih pagi ini, jangan teriak-teriak," Anita berbisik kala menyadari suara Rianti mengundang tatapan berfokus pada meja mereka.

"Oh? Nggak, aku ada brownies dari Kak Alpha. Ini ... kalian mau juga?" Betari mengeluarkan kotak bekal transparan. Ada enam potong brownies berbentuk persegi empat dengan topping berbeda-beda.

"Nggak usah, Beta. Buat---"

"Sisain gue dua!" Rianti berujar cepat, memotong kalimat Anita.

Betari bergumam 'oke' sambil membuka kotak bekalnya. Mengambil satu potong dengan topping kacang almond. Dalam hening ia menikmati setiap gigit yang menghantarkan rasa manis dan lembut dalam mulut.

Diam-diam Anita memandangi wajah Betari yang tampak berbinar cerah sambil menikmati santapannya. "Enak banget, ya, Beta, kuenya? Sampe keliatan asik gitu ngunyahnya." Anita terkekeh.

"Um!" Betari menangguk cepat. Tampak antusias dengan mata yang membulat sempurna dan mulut yang tampak penuh. "Mau coba?"

Anita menggeleng seraya tersenyum. "Yang enak brownies-nya atau karena yang ngasihnya?"

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Sanuar berjalan santai di koridor gedung Teknik. Bersiul pelan seraya memutar-mutarkan earphone hitamnya. Lelaki ini memang tidak pernah bisa menyembunyikan perasaan. Kemarin-kemarin selalu tampak murung, enggan membalas sapaan hanya karena mood-nya yang tidak bagus. Hari ini, begitu semua beban dalam dada dan rentetan kalimat tanya yang diawali kata 'kenapa' dalam pikiran sudah terselesaikan---karena Betari sudah kembali berbicara dengannya---mood lelaki itu menjadi bagus sekali.

"Sanuar!"

Yang dipanggil berhenti. Menoleh pada sumber suara dan mendapati entitas perempuan yang akhir-akhir ini rajin menyapa---bahkan di social media sekali pun.

"Oit, jangan lari-lari lo!" Sanuar melotot ngeri saat melihat Aileen berlari kecil sambil membawa alat ukur optik, Theodolit.

Sementara, Aileen hanya terkekeh tanpa rasa bersalah begitu sampai di hadapan Sanuar. Aileen ini bisa dibilang primadona di Angkatan Sanuar. Selain memang perempuan di angkatan Sanuar hanya ada kurang dari sepuluh, Aileen ini tipikal ekstrovert yang mudah sekali berbaur dan membuat nyaman.

"Kamu baru sampe? Kok, tumben? Kan janjiannya jam tujuh. Untung tadi Abiyyu dateng duluan buat keep alat-alat yang mau di bawa ke lapangan. Kalo nggak bisa tamat riwayat kelompok kita." Padahal isi kalimatnya mengutarakan kekesalan, tetapi setiap silabel yang Aileen ucapkan terdengar ceria.

"Eh?" Sanuar mengerjap cepat. 'Si anjir! Gue lupa! Pantes kayak ada yang aneh tadi. Mana tadi gue ngobrol dulu sama si Cadel.

"Yeuuuhh ... lupa deh pasti! Mangkanya kalo aku telepon tuh diangkat! Ini mah telepon nggak diangkat, chat juga nggak dibaca!" Aileen memicing main-main, dan lagi, suaranya masih terdengar ceria.

"Sorry ... gue lupa he he." Tawa Sanuar terdengar canggung. "Umm ... kita berangkat jam sepuluh ke lokasi?"

Aileen menghela napas jengah. "Bahkan chat di grup juga kamu skip. Ayo, deh, kumpul dulu sama yang lain biar kamu nggak kayak anak hilang gini."

Sanuar mengangguk, mengikuti Aileen dengan patuh. Dalam hati merutuki dirinya sendiri yang bersikap tidak seperti biasanya. Lelaki itu biasanya menjadi yang paling apik dalam segala hal. Pun, menjadi yang selalu tepat waktu atau bahkan tiba lebih awal ketika memiliki janji. Pagi itu, ia tampaknya terlampau excited karena Cadelnya sudah kembali menempati kursi belakang mobilnya hingga urusan lain tidak menjadi prioritas.

"Nah! Ini dia si kampret yang dari subuh gue teleponin kagak diangkat-angkat!" Abiyyu mengeluarkan suara keras. Wajahnya tampak kesal sekaligus jengah begitu entitas Sanuar hadir di hadapannya.

Sanuar sendiri hanya terkekeh tanpa dosa sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sorry, cuy. Tadi pagi gue---" Sanuar mengerjap seraya mengeluarkan dengungan canggung. 'Ya kali gua bilang tadi pagi repot bantuin Mbak Dian bikin brownies buat bekel si Cadel?'

"Ya udah, yang penting Sanu udah dateng, kan? Yuk, mulai briefing sebelum berangkat ke lapangan."

Sanuar mengangguk, manatap Aileen dengan binar kagum karena sudah berhasil mengeluarkannya dari kecanggungan. Tidak heran jika perempuan berkulit putih, rambut hitam sepunggung, dan memiliki gummy smile itu menjadi incararan para pujangga di fakultas Teknik.

"Nah, setengah jam lagi kita berangkat. Masih ada waktu buat kalian yang mau jajan. Kumpul di parkiran gedung depan ya, deket masjid. Kita berangkat pake mobil gue sama mobil Sanuar. Yang telat gue tinggal." Abiyyu terkekeh di akhir kalimat.

Sanuar sendiri langsung berjalan ke parkiran depan bersama Abiyyu, Aileen dan Sarah. Langkahnya mendadak melambat ketika ingat bahwa ia memiliki janji dengan Cadel-nya siang ini.

"Oit, Bi. Kita bakal lama nggak, sih? Jam satu beres nggak?" Sanuar menoleh ke arah Abiyyu dengan pendar mata yang tampak gelisah.

Abiyyu menoleh cepat, secepat telapak tangan yang memukul bagian belakang kepala Sanuar. "Nggak usah ngadi-ngadi lo! Lo pikir kita mau nongkrong ditempat ngopi yang dua jam bisa selesai!"

Yang dimarahi hanya meringis sambil mengusap-ngusap bagian kepala yang dipukul Abiyyu. Dalam hati memaki keadaan. 'Baru juga baikan gue sama si Cadel. Udah batalin janji aja. Ahelah!'

Lantas lelaki itu menghela napas. Segera mengambil ponsel untuk mengirim pesan pada cadelnya.

To: Si Cadel

Del, maaf. Jajan macchiato-nya nggak bisa hari ini.

Kaka ada tugas kelompok buat survey lapangan.

Nanti traktirannya kaka tambahin sama cake juga deh. Kamu juga boleh nambah macchiato-nya.

p.s. tapi harus udah makan nasi dulu ya~

Dah, cadel! Belajar yang bener, kalo udah pulang kabarin. Nanti kalo keburu kakak jemput. Kalo nggak nanti kaka pesenin taksi online. 😁

Betari mengerjap cepat saat membaca rentetan pesan masuk dari Kak Alpha-nya. Ada rasa kecewa karena tidak jadi pergi dengan lelaki itu sore nanti. Namun, di saat yang sama rasa bahagia juga hadir ketika ia menyadari bahwa Kak Alpha-nya sudah kembali menghubunginya seperti biasa.

Betari tengah berjalan dibelakang kedua temannya yang baru saja selesai menyantap sarapan di pujasera. Matanya menangkap entitas Sanuar yang tengah memasukkan barang-barang---yang entah apa, Betari tidak tahu---ke dalam bagasi mobil. Niat hati ingin berjalan cepat dan menghampiri, tetapi langkah Betari harus berhenti ketika mendapati perempuan yang pernah dilihatnya tertawa dengan Kak Alpha waktu itu kini kembali berada di sekitar Kak Alpha-nya. Bahkan duduk di tempat favoritnya---kursi belakang mobil Sanuar.

Entah perasaan apa yang hadir melingkupi relung hati Betari Maharani. Ada banyak getar anomali yang membuatnya resah ketika mendapati perempuan itu tampak asyik duduk di tahtanya. Bahkan Kak Alpha sendiri tampak tidak terganggu dengan itu.

'I-itu kan tempat aku!'

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

TBC

END OF KEPINGAN YANG HILANG

A/N

Halooo Harmony sayang! Hampir aja lupa up hikseeeuuuuu kalian kalo Natha belum up di hari senin jam 7 malem, tolong serbu Natha yaaahhh suka lupa kalo ditengah2 hectic tuh huhu

anyway, gimana chapter iniiiii? ayok laporan! mana yang kemaren minta kak Alpha harus sat set sat set? hah? maaf ya, dia emang lemot wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top