Bagian 17: Kepingan yang Hilang 2
Haii haiiii~ Selamat Seniiinnn~
Bogor hujan nih Harmony, di tempat kalian hujan?
Anyway, kalian pada domisili mana nih xixixi
Enjoy reading, an lupa tekan tanda bintang dan ramaikan kolom komentar 💕😊😊
.
.
Bagian 17: Kepingan yang Hilang 2
Hampa. Rasanya seperti benar-benar kosong ketika melihat ponselnya tidak ribut dengan notifikasi dari si Cadel-nya. Sanuar mendesah lelah, merasa bodoh sendiri karena sejak siang tidak berhenti memutar rekaman Betari dari segmen ketuk(er) milik Abiyyu.
Lelaki itu memejamkan mata, mungkin tidur lebih awal akan menjadikannya lupa akan rasa menyebalkan yang sialnya sulit untuk didefinisikan oleh seorang Sanuar Alphandi. Tarikan napas pertama, Sanuar mulai merasa ia bisa melewati ini. Berlanjut ke tarikan napas ke dua, masih aman. Namun ketika tarikan napas ke tiga, bayang-bayang Betari Maharani sama-samar mulai terlintas.
Kedua telapak tangannya tiba-tiba mengepal seiring bayang-bayang si Cadel yang kian jelas. Bahkan rasa-rasanya, Sanuar bisa mendengar suara tawa Betari, ocehannya kala gadis itu merengut, juga cicitan kecil ketika menonton serial Simba favoritnya.
Duh, ini gue kenapa jadi kayak orang mesum yang ngebayangin cewek sih ah!
Sanuar merasa berdosa, pun malu akan kelakuan pikirannya yang dengan lancang menunjukkan wajah Betari dengan amat sangat jelas. Lekuk wajahnya yang mungil, rambut hitamnya yang sebatas punggung, bahkan aroma sampo Cadel-nya sempat terlintas di penghidu.
"Argh! Gila gue bisa-bisa! Apaan, sih, ini?!" Lelaki itu langsung duduk. Mengusak kasar rambut sebelum menepuk-nepuk kedua pipinya dengan kencang.
Buru-buru ia pergi keluar kamar. Namun nahas, begitu keluar kamar, Sanuar malah disuguhi pemandangan menyebalkan. "Nggak sopan lo, Mbak. Masa mesra-mesraan di depan Wisnu yang jomlo!"
Dian kontan berhenti tertawa, melemparkan tatapan sinis pada Sanuar seraya berkata, "Nggak usah iri lo!"
Rama hanya terkekeh mendengar suara istrinya yang kembali ketus setelah usahanya membuat Dian kembali ceria dengan menonton beberapa video lucu. Sementara itu, Wisnu abai dengan kehadiran Sanuar. Baginya, yang terpenting adalah layar TV yang sedang menampilkan kata "You Win".
Sanuar jadi keki sendiri. Dengan Langkah yang diseret malas ia duduk di sofa paling ujung. Menyandarkan punggungnya malas hingga kakinya memanjang di lantai.
"Jangan songong!" bentak Wisnu kala jempol kaki adik bungsunya itu merambat ke pinggang.
Sanuar berdecak jengah. "Nggak asik lo!"
Wisnu tidak lagi menanggapi. Dian dan Rama juga kembali larut pada kegiatan menonton video lucu dari ponsel. Merasa gondok, Sanuar dengan sengaja menghela napas keras.
"Berisik banget sih lo dari tadi!" ketus Wisnu. "Udah sono samper si Beta, main gih lo sama dia. Heran gue, biasanya jam segini lo baru balik, ini wayah gini udah uring-uring macem cewek lagi dapet!"
"Loh, iya, Beta udah lama nggak main ke sini?" Dian ikut menyahut.
Sanuar hanya menghela napas. Menengadahkan kepala hingga bertumpu sepenuhnya pada sandaran sofa ruang keluarga. Kemudian, lagi, Sanuar menghela napas. Namun kali ini terdengar lebih nelangsa.
"Apaan sih lo, tarik napas mulu, berat banget kayaknya cobaan hidup lo!" Wisnu lagi-lagi berucap ketus meski tidak mengalihkan atensi.
Dian melirik, hapal betul kelakuan si adik bungsu kalau sudah begini. "Pasti soal Betari, deh! Lo bikin ulah apa lagi sampe Betari ngambekin lo kayak gini?"
Sanuar hanya bisa memainkan ujung-ujung kuku tangannya. Enggan menjawab karena sadar ini kesalahannya. Lelaki itu berakhir mengangkat kedua bahunya acuh.
"Udah coba telepon buat minta maaf belom lo? Jangan kebiasaan gedein gengsi, kalo salah ya minta maaf!" Dian dan arogansinya memang tidak bisa dipisahkan, apa lagi kalau itu di hadapan Sanuar.
Merasa dihakimi, Sanuar memilih kembali ke kamar. Berbaring di tempat tidur sambil memandangi room chat-nya dengan Betari. Saat sedang asik merana, jantung Sanuar mendadak memompa lebih cepat. Matanya terbelalak saat mendapati foto Betari memenuhi layar dengan dua ikon warna hijau dan merah di bagian bawah.
"H-halo?" sial, kenapa musti gugup begini, sih?!
"Kak Alpha?" Betari menyapa lembut.
"Y-ya, Del?"
Terdengar suara grasak-grusuk dari seberang sana yang diiringi rengekan kecil juga hela napas pelan.
"Belum tidur, Del?" Sanuar melirik jam digital di atas meja belajarnya. Pukul delapan lewat lima belas menit. Pantas saja suara si Cadel-nya terdengar sedikit parau.
"Hm? Belum ... kan lagi telepon Kak Alpha."
Sanuar merasa seperti ada letupan-letupan kecil yang menggelitik. Tanpa disadari, garis bibirnya melengkung ke atas. Lelaki itu menggelung tubuh hingga kedua lututnya menyentuh dada.
"Halo, Kak? Apa sinyal, ya? Halo ...? Kakak, kok, nggak ada suaranya, sih?"
Sanuar menahan tawa. Mengulum senyum dengan sesekali menggigit bibir bagian bawahnya. Lelaki yang memiliki potongan rambut undercut itu bersikap layaknya anak remaja kasmaran yang tengah melakukan telepon rutin setiap malam hanya untuk menanyakan 'kamu lagi apa?' atau pertanyaan basi lainnya seperti 'udah makan?'.
Meh, itu sangat bukan tipikal Sanuar Alphandi!
"Duh, Kak? Kedenger---"
"Kedengeran, kok, Del. Jelas banget malah. Tumben belum tidur?" Ah, suara Sanuar lembut sekali. Ia bahkan tanpa ragu semakin melengkungkan senyum hingga kedua matanya hanya membentuk garis lurus.
"Ish, kenapa, sih? Akunya disuru tidur terus! Nggak suka bukan aku telepon?" Betari terdengar merajuk.
Anehnya, hal ini malah membuat Sanuar semakin girang. Semakin menggelung diri karena tidak kuat menahan gemas. "Ya kan biasanya jam segini udah tidur. Kamu kan bayi?"
Dari seberang sana, Betari menggurutu karena Sanuar meledeknya tanpa rasa bersalah. Lelaki itu malah asyik terkekeh, dan itu membuat Betari ... nyaman. Benar, dua minggu tidak mendengar suara Kak Alpha-nya, tidak melihat entitas itu berada di sekitarnya, membuat ia merasa ada yang tidak lengkap. Namun, mau tidak mau ia harus melakukannya karena ia masih punya misi mulia---menjadi mandiri dan tidak ketergantungan.
"Kenapa nelepon? Kemaren-kemaren aja sombong banget, kakak telepon, atau chat nggak pernah direspons. Sombong banget mentang-mentang udah kuliah," Sanuar berujar santai dengan intonasi meledek.
"Ish, bukan sombong tau! Kan, lagi ujian akhir semester. Jadi harus fokus. Kalo ada Kak Alpha yang ada aku nggak bisa fokus. Kak Alpha kan suka bikin konsentrasi buyar. Bawa-bawa makanan pas orang lagi belajar itu ganggu tau!"
"Buyar, Del, buyar. Pake 'r' bukan buyal."
"Nggak usah ngajak musuhan, deh, Lek!"
Sanuar terbahak total. Sudut hatinya menghangat ketika kembali mendengar panggilan khusus dari Betari yang akhir-akhir ini tidak pernah didengarnya.
"Ah, ini ternyata. Bener kata Abiyyu, yang bikin gue gelisah akhir-akhir ini, ya gara-gara ini. Gara-gara nggak denger suara si Cadel yang modelan begini. Ternyata ... si Cadel emang se-spesial itu."
⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆
TBC
A/N
Kangen gak sama interaksi si couple senior-junior Alpha-Beta? wkwkwk
sejauh ini gimana tanggapan kalian soal kisah ketuk(er)? ayok kasih tau Natha~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top