2. Tamu Mengejutkan.

Aufan Zaccth adalah pria dewasa dengan segudang kesuksesannya. Meski latar belakang keluarga yang sudah kaya raya sejak lama, tapi kecerdikan pria itu dalam berbisnis tak bisa dipandang sebelah mata.


Dalam tujuh tahun masa kepemimpinannya, Aufan sudah berhasil memajukan hotel bintang lima dan penginapan yang nyaris bangkrut di pantai Pangandaran.

Memiliki wajah tampan dan pemikiran cerdas membuat Aufa menjadi bidikan para orang tua yang memiliki anak perempuan. Siapa yang tak menginginkan menantu dari keluarga kaya raya yang tampan, juga mapan. Namun, Aufan si pria serba bisa yang sombong itu selalu abai dengan tawaran perjodohan yang disodorkan para kolega bisnisnya. Padahal Aura—nama adiknya—sudah memiliki seorang anak.

Bukan tak mau, hanya saja Aufan benar-benar tak tertarik dengan hubungan yang melibatkan jangka panjang. Jika butuh pelepasan dia hanya tinggal menelpon seseorang yang akan mengirimkannya wanita untuk memuaskan hasratnya.

Namun, ternyata tak selamanya seperti itu.

Kali ini Aufan terus membayangkan tubuh mungil dan polos wanita yang seminggu lalu ia tiduri. Windi, nama itu terus berputar di kepalanya. Setiap jengkal tubuh telanjang itu direkam jelas oleh otak sialannya yang bahkan masih bisa merasakan liang sempit yang menghisap kejantanannya. Payudara sekal dengan pinggang ramping membuat Windi seperti mahakarya yang begitu mahal di matanya.

Lebih tepatnya di otak mesumnya.

Kembali memejamkan mata dengan punggung yang disandarkan pada kursi kebesarannya, Aufan memijat kening setelah menyelesaikan rapat mingguan dengan kepala direksi dan beberapa investor asing yang ingin bekerja sama dengannya.

Sedetik setelah mengembuskan napas kasar, suara ponsel berdering nyaring. Membuat Aufan menyambar benda pipih tersebut dan menjawab panggilan dari anak buahnya.

"Iya, Jon. Gimana, lo dapet infonya?"

Sudah seminggu ini Joni, pria berusia 25 tahun yang menjadi orang kepercayaan Aufan sedang bertugas memata-matai Tata. Mengorek informasi apa pun tentang wanita yang sedang diincar tuannya.

"Bos, gue udah pantau. Namanya Renata Windari biasa dipanggil Tata, janda anak satu. Bukan janda sih, soalnya dia belom nikah, hamil di luar nikah kayaknya," papar Joni tanpa berniat bertele-tele.

Aufan mulai fokus, lalu membuka kancing bagian atas kemejanya sambil mendengarkan hasil kerja Joni seminggu ini.

"Anaknya tiga hari lalu operasi mata. Dia tinggal di daerah Pluit, di rumah bekas orang tuanya. Ibunya meninggal waktu dia SMA, bapaknya nikah lagi, dia punya saudara cewek, gue blom selidikin saudaranya. Terus—"

"Dia pelacur?" sela Aufan penasaran.

Joni tak lekas menjawab yakin. "Gue kurang yakin, Bos," jedanya sebentar. "Soalnya seminggu ini gue cuma liat dia kerja di kafe, pulang kerja balik ke rumah."

Aufan tentu saja mengernyit dan bertanya-tanya, bagaimana bisa Tata wanita yang ia kenal sebagai Windi bisa mendatanginya dalam waktu yang tepat saat ia membutuhkan sex.

"Berapa tahun anaknya?"

"Sekitaran tujuh atau mungkin delapan tahun."

"Cewek atau cowok?"

"Cewek, Bos," jawab Joni terdengar bingung dengan pertanyaan orang yang menggajinya setiap bulan.

"Kirim alamat rumahnya, nanti sore gue datengin."

Tanpa menunggu Joni menjawab, Aufan menutup panggilan itu dan kembali mengantongi ponsel yang khusus ia gunakan untuk hal pribadi. Baru saja membuka berkasnya, Aufan melirik ponsel berbeda yang berada dalam laci meja kerjanya. Ponsel yang ia gunakan untuk hal-hal tak berguna.

"Halo, Bos. Sorry! Gue bener-bener minta maaf karena baru tahu, cewek yang gue kirim ternyata nggak dateng. Dia nggak tau kalau dapet orderan cowok ganteng kayak lo, sorry Bos. Gue bener-bener minta maaf," cerocos Mizi setelah Aufan mengangkat teleponnya lalu mendesah kesal.

Berdecak kasar, Aufan menyahut tak santai. "Lupain! Lo nggak usah nawarin cewek lagi ke gue!" pungkasnya terdengar benar-benar kesal.

Setelah itu sambungan terputus, menyisakan Mizi yang meringis di seberang sana karena kehilangan salah satu pelanggan loyalnya. Dan sekarang Aufan kembali menerka-nerka, bagaimana bisa Windi sampai ke kamarnya sedangkan wanita yang diperintah Mizi saja tak tau informasi tentang malam itu.

***

Dalam rumah sederhana yang hanya memiliki dua kamar, Tata sedang sibuk menyiapkan makan malam meski jam baru menunjukan pukul lima sore. Wanita itu bekerja di salah satu kafe tak jauh dari rumah. Kebetulan hari ini ia kebagian shift pagi yang dimulai dari jam delapan hingga jam empat sore. Letak kafe dari rumah hanya sekitar tujuh menit jika berjalan kaki, membuat Tata memilih pulang saat jam istirahat datang hanya untuk makan siang bersama putri semata wayang.

"Azira ...."

Bocah yang sedang asyik menonton televisi menoleh dengan sebelah mata yang masih tertutup perban rumah sakit. Ia tak menyahut hanya menunggu sang ibu melanjutkan ucapannya.

"Mau makan sekarang, nggak?"

Azira menggeleng pelan sebelum kembali menonton layar yang menampilkan kartun favoritnya. Tata mendesah, lalu ikut bergabung dengan bocah yang memakai dress selutut bergambar unicorn.

"Besok kita balik lagi ke rumah sakit buat buka perban kamu, ya," tutur Tata sambil merapikan bungkusan biskuit bekas anaknya yang berserakan di atas meja.

"Zira bakal bisa liat sama mata kiri kan, Nda?" Gadis itu bertanya dengan nada ruang seperti biasa.

Tata mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Nda, Dokternya ganteng, ya. Zira suka, apa lagi kalau Zira ke sana suka dikasih permen sama coklat," celoteh Azira sambil terkikik geli.

Tata mengernyit lalu terkekeh sembari melempar tatapan gemas ke arah putrinya. "Genit banget anak Bunda," guraunya mencubit pelan dagu sang anak.

Sementara itu, saat obrolan ibu dan anak dalam rumah itu makin terasa hangat dan ceria, pria yang berada di luar rumah lebih tepatnya sedang berdiri di depan pintu dengan mainan khas anak perempuan, sedang terkekeh geli melihat tulisan pada selembar buku gambar yang tertempel di atas pintu rumah itu.

Tulisannya tak begitu rapi, bahkan ada satu huruf yang dicoret oleh krayon hitam dan digantikan huruf yang seharusnya di atas coretan yang salah.

'RUMAH KAMI NGGAK ADA BELNYA. JADI KETUK DI SINI AJA.'

Setelah tulisan itu selesai dibaca, Aufan mendapati gambar bibir di pojok bawah yang sepertinya milik wanita dewasa dan bibir mungil yang Aufan yakini punya si penulis.

Aufan benar-benar mendatangi rumah kecil yang ditujukan Joni dengan rasa penasarannya. Ingin tahu siapa sebenarnya wanita itu dan menuruti dorongan otak selangkangannya yang terus mengingat tubuh telanjang pemilik rumah tersebut.

Tangan Aufan yang bebas mulai terangkat, mengetuk pelan benda berbahan kayu itu sambil memasang senyum andalan. Tepat ketukan ketiga sang pemilik bangunan keluar dan membuka pintu dengan santai, lalu matanya terbelalak saat Aufan mengubah senyum andalannya menjadi senyum miring di depan wanita itu.

"Hai," sapa Aufan sambil menyodorkan sebelah tangan untuk dijabat.

"K-kamu ... maksud saya. Tuan yang waktu itu di ... astaga! Tuan ngapain di sini?" Tata benar-benar terkejut dan gelagapan melihat pria yang beberapa waktu lalu 'memainkannya' berdiri nyata di hadapannya.

"Ketemu kamu lah, Win." Aufan masih tersenyum jahil.

"Nda ... ada siapa?" Bocah dengan rambut dikepang dua muncul dari punggung sang ibu. Matanya mengerjap melihat pria asing yang sedang bicara dengan ibunya. "Nda ...." gumamnya sambil memegangi ujung dress milik wanita dewasa di sampingnya.

"Halo Azira. Om bawa mainan, kamu mau?"

Aufan menangkap dengan jelas mata berbinar Azira saat itu menawarkan totebag berisi mainan, tapi gadis itu tak langsung meraih buah tangannya. Azira malah mendongak menatap wanita dewasa yang masih terkejut.

"Nda, boleh Zira ambil, nggak?" bisik Azira sambil melirik sesuatu yang disodorkan ke arahnya.

"Boleh, dong! Om kan dateng emang bawain mainan buat Zira bukan buat Bunda." Aufan meraih tangan mungil yang betah memainkan dress milik ibunya.

Senyum di bibir mungilnya terbit saat menerima hadiah tersebut. Kemudian, Azira langsung berlari ke dalam rumah setelah berucap terima kasih dengan cepat pada Aufan.

Kini dua orang dewasa yang masih berdiri di ambang pintu tampak saling menatap dengan salah satu pemerannya yang terlihat begitu takut dan juga gugup.

"Saya nggak di suruh masuk, Win?"

Kegugupan Tata semakin bertambah saat suara serak itu kembali terdengar. "Gak ... maksud saya Bapak ngapain ke sini?"

"Bapak?" jawab Aufan tak senang. "Waktu itu saya udah kasih tahu lho kamu boleh panggil apa."

"Maksud saya Mas Aufan kenapa ada di sini?"

Dengan smirk khasnya, Aufan melangkah masuk dan berbisik tepat di telinga Tata dengan nada sensual dan serak. "Karena kecanduan tubuh kamu."

Setelahnya Aufan masuk ke rumah dan menghampiri bocah yang sedang sibuk membuka bungkus mainan barunya.

Penasaran?

Gimana Tata nyasar ke kamar serigala berbulu lele ini, eh? Wkwkwk. Aufan lelenya berbulu soalnya.

Dahlah, paypay

Joni.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top