9. 🏫 Skors
Qyara masih mengikuti langkah sang guru fisika. Guru wanita dengan tubuh sedikit gempal, rambut ikal diikat rapi, serta kacamata bertengger di hidungnya itu berhenti di depan meja Chagra. Qyara mengeryit tidak mengerti kenapa langkah sang guru berhenti di sana. Kenapa ke sini? Bukannya ke ruang BK?
Qyara menunduk saat netranya bertemu dengan manik bulat hazel milik Chagra. Suara berat Chagra menyapa gendang telinga, membuat bulu kuduk meremang.
"Ada apa, Bu?"
"Bapak Chagra yang piket hari ini, kan?"
Chagra mengangguk sebelum menjawab, "Iya, betul. Ada apa, Bu?"
"Bapak bagaimana, sih. Ini ada murid yang berkelahi, sampai ada yang cidera. Kalau begini, saya akan bawa dia langsung ke guru kesiswaan," ujarnya sembari melayangkan tatap menghakimi pada Qyara.
"Qyara, kamu ikut saya," perintahnya yang membuat Qyara tak berkutik lagi.
"Tapi, Bu. Apa sebaiknya tidak kita selesaikan terlebih dahulu di sini? Jangan langsung ke wali kesiswaan." Chagra berusaha bernegosiasi.
"Tidak bisa, Pak! Kali ini, dia benar-benar sudah keterlaluan. Dia sudah mencelakai temannya. Dia harus langsung ditangani wali kesiswaan, bila perlu langsung di skor."
"Tan, hmm ... maksud aku, Bu. Iya, Ibu. A-ku nggak sengaja. Aku nggak bermaksud mau celakain Bella. Tolong jangan skor aku, Bu."
Akhirnya, Qyara membuka suara setelah beberapa saat menutup rapat mulut. Membela diri, bahwasanya apa yang dikatakan sang guru tidak sepenuhnya benar.
Chagra sudah berdiri, keluar dari mejanya. "Benar, Bu. Sebaiknya kita dengarkan dahulu bagaimana kronologi sebenarnya. Tidak hanya cerita Qyara, kita juga mesti mendengarkan keterangan dari temannya."
Sang guru berkacak pinggang, menatap Chagra meremehkan. "Bapak itu guru baru di sini, Bapak tidak tahu saja bagaimana kelakuan dia. Dia cuma murid yang selalu berbuat onar, hanya karena orang tuanya pemilik yayasan, dan abangnya pengurus yayasan Cendikia Luhur."
Chagra tampak mengerutkan dahinya. Heran, ada apa dengan guru ini. Kenapa mati-matian ingin Qyara langsung diskor, padahal yang Chagra tahu sang guru adalah tante bagi Sehan. Itu berarti dengan Qyara pun demikian.
Chagra masih menatap bingung sang guru yang sudah berjalan ke ruang kesiswaan dengan diiringi Qyara di belakangnya. Chagra terkesiap saat sang guru yang posisinya sudah di ambang pintu, berbalik menyerukan satu titah.
"Pak Chagra, tolong hubungi wali Qyara. Minta datang ke sekolah sekarang juga."
"Baik, Bu."
Chagra meraih ponsel di saku celananya, mencari nomor Sehan untuk dia hubungi.
-o0o-
Dua jam pertemuan antara guru dan wali murid di ruang kesiswaan, memberi keputusan Qyara harus diskor selama tiga hari. Hukuman tersebut diberikan agar Qyara merenungi kesalahannya, dan memberi efek jera agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
"Sori, ya, Bro. Gue udah lalai jaga adik lo," ujar Chagra saat keberadaan mereka sudah berdiri di depan meja kerja Chagra.
"Bukan kesalahan lo juga, santai aja. Justru gue yang nggak enak karena udah direpotin," balas Sehan menepuk pundak Chagra. "Lagian yang namanya kesalahan tetap aja kesalahan dan ada ganjaran yang diterima, tanpa memandang siapa pelakunya."
Chagra paham dengan ucapan Sehan. Tanpa memandang Qyara adalah anak pemilik yayasan, jika melakukan kesalahan tetap akan mendapatkan hukuman. Peraturan SMA Cendikia Luhur memang sedisiplin itu.
Qyara masih diam, menundukkan kepalanya, mengamati ujung sepatu dengan penuh pertanyaan. Benarkah selama ini keberadaannya hanya membuat repot orang sekitarnya, hanya biang pembuat masalah.
"Dek." Panggilan Sehan menyentak lamunan Qyara.
Qyara mengangkat kepalanya sebelum akhirnya menjawab, "Iya, Bang."
"Kamu ambil tas kamu di kelas, ya. Abang tunggu di sini," titah Sehan.
Tanpa menyahuti lagi perintah Sehan, kaki Qyara bergerak melangkah ke luar kantor guru dengan gontai. Qyara sudah berada di depan pintu kelasnya, menarik napas dalam kemudian menghela perlahan. Qyara ragu untuk melangkahkan kakinya masuk ke kelas.
"Qy." Suara Egi menyapa Qyara. Yeri dan Egi sudah berdiri di depan Qyara.
Qyara mendongak, menatap sendu kedua temannya.
"Bener, Qy? Gue denger dari anak-anak lo kena skor?" tanya Yeri.
Qyara mengangguk, Yeri tampak mengepalkan tangannya. "Itu anak tikus punya masalah apa, sih. Perasaan kita nggak pernah bersinggungan sama dia deh."
"Lo nggak tahu masalahnya, Yer? Apa lagi kalau bukan karena dia nggak bisa ngalahin peringkat Qyara. Dia kan selalu nganggep Qyara kompetitor."
Yeri memijat dahinya, ucapan Egi tidak bisa dianggap benar dan tidak pula bisa disalahkan.
"Iya gue juga tahu kalo soal itu. Maksud gue 'punya masalah apa' bukan masalah yang kayak lo sebutin. Ahh! Nambahin beban pikiran gue aja lo, Gi. Nggak penting lah itu anak tikus."
Yeri beralih menatap Qyara. "Lo mau ambil tas lo, Qy? Tunggu gue ambilin."
Yeri berbalik masuk ke kelas, mengambil tas dan paper bag yang sebagian sisinya sudah basah. Yeri kembali kurang dari lima menit setelahnya.
"Nih, Qy. Tas sama paper bag lo." Yeri menyerahkan barang milik Qyara tersebut.
"Thanks, ya. Gue balik ya, Yer, Gi," pamit Qyara menarik seulas senyum.
"Nanti kita main ke rumah lo, tenang aja kita kasih tahu kalo ada PR, karena cuma otak lo yang bisa kita andalin," celetuk Egi.
Qyara melambaikan tangannya, meninggalkan kelas dan kembali berjalan gontai menuju kantor guru menemui Sehan.
"Bang, Clei udah selesai," cicit Qyara yang sudah berdiri di belakang punggung Sehan.
Sehan bangkit dari kursi yang dia duduki, tangannya terulur membenahi tali ransel Qyara yang tidak tersampir dengan benar pada bahu kirinya.
"Gra, gue balik, ya. Thanks sebelumnya," pamit Sehan pada sahabatnya itu.
Chagra menatap Qyara sekilas, netra mereka saling beradu untuk beberapa detik sebelum akhirnya Qyara putus.
"Bang, sebentar. Clei mau kasih ini ke Pak Agra."
Qyara bergerak beberapa langkah mendekati meja Chagra. Paper bag yang semula dipegang dia simpan di atas meja kerja Chagra.
"Ini untuk Bapak," ucapnya seraya mendorong paper bag ke hadapan Chagra.
Qyara berbalik tanpa melihat respon Chagra, berjalan menyusul Sehan yang sudah lebih dulu ke luar. Chagra meraih paper bag tersebut, matanya terkesiap saat tangannya menemukan satu kotak susu rasa pisang dari dalam sana. Bukan susu itu yang membuatnya tidak berkedip, tetapi tulisan pada sticky note.
Selamat pagi Pak Agra. Selamat menikmati susunya, ya. Oh, iya. Aku nggak ada no HP Bapak nih, jadi aku aja yang kasih HP aku. Tolong call ya, Pak.
-Cleire-
senyumnya tersirat saat membaca barisan kalimat dan angka pada kertas kecil berwarna kuning. Chagra menghela napas panjang, untuk beberapa hari ke depan tidak akan ada lagi yang mengganggunya setiap pagi dengan alasan memberi sarapan.
Tanjung Enim, 25 Januari 2021
Hari Senin, saatnya upacara ketemu Qyara n the gengs.
Hmm ... ketua gengs cendikia luhur di skors nih. :(
Kasih semangat dulu coba.
Salam Sayang ❤️
RinBee
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top