8. 🏫 Trouble Maker
Qyara berjalan melewati lapangan sekolah yang luas, kakinya melangkah semangat. Sesekali tampak berlari kecil mempercepat gerakan agar segera sampai di kelasnya.
Pergelangan tangannya diangkat sedikit, matanya yang kecil memperhatikan gerak pelan jarum dari arloji yang dia kenakan.
"Masih terlalu pagi sih ini, tapi nggak apa-apa," gumamnya melewati koridor sekolah dengan tergesa dan semangat.
Qyara sudah sampai di kelasnya, keadaan kelas masih lenggang. Hanya ada satu murid-teladan-yang ada di dalam kelas. Qyara menyimpan tasnya pada bangku. Tangannya sibuk mengeluarkan paper bag kecil dari dalam tas. Sudah bisa ditebak isi paper bag tersebut dan akan dia bawa ke mana.
Saat benda yang dia cari sudah dikeluarkan, langkah Qyara terayun ke luar kelas. Belum juga sampai di pintu, suara seorang murid perempuan menginterupsi langkah Qyara.
"Qyara, mau ke mana lo?"
Qyara menoleh ke bangku di barisan depan yang sudah dia lewati tadi. "Ada urusan sebentar, Bell," jawab singkat atau terkesan tidak peduli dengan sang penanya.
Murid perempuan bernama Bella tersebut berdecak mendengar jawaban Qyara acuh tak acuh.
"Sok banget sih, sok-sokan punya banyak urusan. Mending lo ke belakang sekolah Qy. Tuh adek lo sama temen gengnya mau bolos loncat pager."
Qyara berbalik, yang tadinya ingin menimpali ucapan Bella dia urungkan. Langkahnya tergesa ke luar kelas, tujuannya bukan lagi ke kantor guru seperti yang biasa Qyara lakukan setiap pagi. Untuk pagi ini tujuannya belakang gedung sekolah.
Qyara ingat, kemarin Juna berniat bolos satu mata pelajaran. Dan tadi Juna pun turun dari mobil dengan tergesa seperti kemarin.
Napas Qyara memburu, berlari secepat mungkin agar cepat sampai di belakang sekolah, tidak terlambat mencegah adik dan kawannya bolos melompati pagar sekolah.
Gedung sekolah yang luas cukup membuat Qyara kehabisan tenaga karena berlari, Qyara berjalan cepat.
"Kak Clei mau ke mana?"
Qyara hafal betul suara siapa itu. Selain keluarganya, hanya Fiandra yang memanggil Qyara dengan panggilan Cleire di sekolah, itu karena kakak Fiandra teman Sehan.
Langkah Qyara terhenti, dia berbalik ke sumber suara. Matanya menangkap Fiandra yang berdiri di depan kelas.
"Fian ... Fian, bantuin kakak, ya. Ayo kita ke belakang sekolah. Juna sama Haechan mau bolos lompat pagar."
Meski dengan ucapan yang cepat seperti rapper sedang perform, Fian mengerti ucapan Qyara.
"Juna? Meshach? Bolos lompat pagar?"
"Iya mereka berdua, kakak yakin kamu diajakin juga kan? Tapi kamu nolak."
"Mereka nggak bolos kok, Kak. Itu ...," tunjuk Fiandra ke dalam kelas.
Qyara mendongak, membaca papan kecil tergantung di atas pintu. Bener, ini kelas X MIPA B. Kelas mereka.
Kepala Qyara melongok dari pintu kelas, netranya nanar mencari keberadaan sang adik dan temannya. Matanya fokus saat memperhatikan di ujung sana, sang adik sedang tertawa terbahak-bahak, dan temannya Haechan dengan hebohnya bercerita yang Qyara tidak ketahui menceritakan apa.
"Sialan! Gue dikerjain," umpat Qyara saat menyadari sesuatu.
"Kak, mau ke mana?" teriak Fiandra.
"Mau ngasih pelajaran sama anak tikus berdasi." Qyara pun tak kalah berteriak menimpali pertanyaan Fiandra.
-o0o-
Langkah Qyara berhenti di depan meja seorang anak yang beberapa menit lalu memberi tahu bahwasanya adiknya—juna—membolos. Dengan tenangnya anak itu membaca buku pelajaran, seolah tidak mengerti apa yang Qyara lakukan.
Qyara menggebrak meja Bella, paper bag yang sejak tadi Qyara bawa lari-larian dia simpan di atas meja Bella.
Bella mendongak, wajah polos dan tatapan tanpa dosa itu seakan membuat emosi Qyara terpancing, ditambah lagi ucapannya yang kian membuat tangan Qyara ingin mencabik-cabik wajahnya.
"Lo kenapa, Qy. Pagi-pagi udah bikin onar. Gue lagi ngapal, ya. Gue nggak ngapa-ngapain, malah lo ganggu," teriaknya yang sukses membuat murid yang sudah berdatangan mengalihkan perhatian ke mereka.
Qyara berdecih, tangan Qyara mengusap telinga kanannya, mendengar ucapan anak itu membuat Qyara semakin muak.
"Lo ngerjain gue? Lo bilang tadi adek gue bolos mau loncat pagar," sinis Qyara. "Ternyata dia nggak bolos kayak lo omongi."
"Ya, bagus dong kalo dia nggak bolos," jawabnya enteng.
"Lo nggak liat gara-gara lo gue keringetan karena lari-larian. Yang nyari gara-gara di sini bukan gue, tapi lo. Sialan!"
Anak itu keluar dari mejanya, berdiri di depan Qyara. "Yang sialan itu lo, lo yang selalu bikin onar di kelas maupun sekolah. Karena bokap lo pemilik yayasan? Atau lebih tepatnya dapat yayasan ini dari hasil warisan."
"Urusan sama bokap gue apa? Nggak usah bawa-bawa orang tua."
Bella melipat tangan di dada. "Lo tuh ya, Qy. Kalo bukan nyokap dapat warisan megang Yayasan Cendikia Luhur, mungkin murid biang masalah kayak lo udah lama didepak dari sini," bisik Bella penuh penekanan.
Kepalan tangan Qyara sudah memutih. Menampar mulut busuk anak ini rasanya halal saja.
"Lo juga, kalo bukan bokap lo anggota DPRD, mungkin lo udah lama dipandang nggak ada harganya di sini."
Qyara menarik senyum datar. "Lo merasa frustrasi? Dari kelas sepuluh peringkat gue selalu di atas lo, dan lo nggak bisa ngegeser posisi gue. Ditambah lagi olimpiade tahunan, pihak sekolah tetap milih gue, bukan lo. Iya, kan?"
Bella kalah telak, tidak tahu harus berkata apa. Kakinya dia hentakkan di lantai. Tangannya dengan sengaja mengibaskan paper bag milik Qyara di atas mejanya.
Paper bag itu terkulai di atas lantai, satu kotak susu mencuat keluar dari dalamnya. Bella sengaja menginjak susu kotak itu hingga pecah dan berceceran di lantai keramik.
"Sialan! Mau lo apa, sih?" Qyara mencengkram pergelangan tangan Bella.
Bella menyentak keras tangan Qyara. Tangannya hendak meraih rambut Qyara yang terurai. Namun, refleks Qyara mendorong Bella hingga terjerembab dan tergelincir pada lantai licin karena tumpahan susu. Naas posisi Bella terjatuh dengan posisi tangan kirinya tertindih tubuhnya.
Qyara meringis menahan perih sudut matanya yang terkena kuku Bella. Sejenak Qyara mengabaikan rasa perihnya saat rungunya mengangkat riuh gaduh murid lain yang mengerumuni Bella. Tungkai Qyara bergerak, ingin melihat sesuatu yang terjadi sebelum akhirnya lengannya ditarik seseorang.
"Yer," ucap Qyara dengan mata yang memicing menahan perih.
"Ada apa ini, kenapa berkumpul semua di depan sini."
Suara guru fisika yang akan mengisi pelajaran pertama menginterupsi murid-murid. Ada yang berhambur ke meja masing-masing, ada yang masih berdiri menatap iba Bella dan melayangkan tatapan menghakimi pada Qyara.
"Bu, tangan Bella patah, tadi didorong Qyara sampai jatuh," adu sang murid yang Qyara ketahui duduk di sebelah Bella.
"Eh, nggak gitu, Bu. A-aku nggak maksud begitu," ucap Qyara terbata.
Sang guru sudah menatap Qyara dengan tatapan menghunus dada. Qyara menunduk, mungkin benar dia salah. Tidak seharusnya dia mendorong temannya.
"Ikut saya kamu," tunjuk guru fisika pada Qyara. Atensinya beralih pada Bella yang masih terduduk memegangi lengan kirinya. "Ketua kelas, bawa Bella ke UKS segera."
Lunglai, pasrah, Qyara berjalan mengikuti sang guru. Di ambang pintu langkahnya berpapasan dengan Egi. Netra mereka saling bertautan beberapa detik, jelas tersirat rasa bingung pada Egi menatap Qyara yang berjalan mengikuti sang guru dan Bella bersama ketua kelas di belakangnya.
Langkah Qyara sudah menjauh dari kelas. Egi berjalan menghampiri Yeri yang masih bergeming di tempatnya.
"Qyara kenapa, yer?" tanya Egi.
"Gue juga nggak tahu pasti, tapi gue denger katanya Qyara dorong Bella sampe jatuh. Tangan Bella patah, katanya, sih. Nggak tahu bener atau nggak."
Egi tergelak mendengar penjelasan Yeri. "Tangannya patah? Hebat juga Qyara bisa matahin tangan anak orang. Berguru di mana dia."
"Dasar! Begini nih, contoh temen nggak datang waktu pembagian akhlak," cibir Yeri meninggalkan Egi.
Tanjung Enim, 18 Januari 2021
Masih ada yang nungguin mereka?
Maaf lama update.
Gimana? Kira-kira Qyara kena hukuman nggak ya?
Salam Sayang ❤️
RinBee 🐝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top