[7] 🏫 Perjanjian 60 Hari

Cowok Keren Cendikia Luhur

Haechan added you

Haechan :
Kak @Qyara Clei, adek lo ngajakin gue bolos pelajaran PJOK.

Juna Njun :
Sialan! Bangke! Ngapain lo masukin kakak gue ke grup ini, bego.

Haechan :
Dia dari semalem berencana bolos, Kak. Padahal gue udah nasehatin itu perbuatan tidak baik. Berdosa.

Juna Njun :
Wah, parah si anying, ya. Ngaca oi, ngaca! Padahal lo paling semangat bolos.

Qyara mendongak, menoleh ke kursi penumpang di belakang. Di mana Juna duduk. Mata Qyara seolah meminta penjelasan pada Juna dengan apa yang baru saja dia baca dari pesan grup yang diundang Haechan.

"Kenapa Clei?" tanya Sehan yang sedang menyetir dengan kecepatan pelan mengantarkan kedua adiknya hingga ke depan pintu gerbang, sebelum akhirnya dia berangkat ke kantor.

"Bang, Juna mau-"

"Aku mau pipis, Bang. Kebelet, buruan nyetirnya, Bang," potong Juna cepat, sebelum Qyara membongkar rencana Juna yang ingin membolos.

Ponsel di genggaman Qyara tak hentinya bergetar, wajahnya menunduk memeriksa apa yang terjadi pada benda canggih miliknya.

Cowok Keren Cendikia Luhur

Juna Njun :
Kak @Qyara Clei, tolong jangan bilang-bilang Bang Sehan, Kak. Bisa mampus gue.

Tolong banget, Kak. Gue trakhir lo tiga hari deh.

Tiga hari? Nggak!

Gue aduin Bang Sehan lo. Bila perlu gue telepon papi.

Juna Njun :
Ya terus lo mau apa? Lagian gue kan belum bolos, Kak. Baru rencana doang. Gue gabut banget, malesin banget olahraga. Kayak lo nggak pernah bolos aja sih, Kak.

Traktir gue seminggu. Kalo nggak gue aduin Bang Sehan sekarang nih.

Haechan :
uhuk! Nggak bisa ngapa-ngapain lagi lo Jun. Ada kakak lo ngawasi.

Juna Njun :
Diem lo anak setan!

Haechan :
Dih, galak. Lihat tuh adek lo, Kak. Kelakuannya, sangat tidak terpuji.

Jafiandra Zikri added Yerika Hauza

Haechan : Heh Fian. Ngapain lo masuki Kak Yeri. Haduh, merusak bener ini bocah ondel-ondel sawah.

Yerika Hauza :
Grup apa ini?

Juna Njun :
Wkwkwk ... mampus lo, Chan. Nggak bisa gerak lo, jaim kan lo ada Kak Yeri.

Haechan :
Hai, Kak Yeri yang cantik, harum mewangi sepanjang jalan kenangan.

Qyara berdecih membaca rayuan gombal garing ala Haechan. Dia tidak ikut nimbrung pada room chat tersebut, dia hanya menyimak. Isi kepalanya penuh dengan rencana seperti kemarin-kemarin. Bagaimana caranya bisa menemui Chagra sang guru matematika. Apakah dia harus menerima tawaran Chagra agar ada alasan bisa bertemu.

"Kalian nggak mau turun?" tanya Sehan menyentak kedua adiknya, "buruan sana, abang mau ngantor."

Juna menarik tangan Sehan. Mencium punggung tangannya, lalu beranjak turun dari mobil mendahului Qyara dengan berlari kecil.

"Udah kebelet bener si Juna," ujar Sehan.

Qyara menoleh pada sang kakak. "Bang, Kak Agra guru matematika Clei, kenapa nggak pernah main ke rumah kita lagi, undang dong Bang buat main ke rumah," usul Qyara yang memiliki niat lain.

"Dia sibuk, abang juga sibuk, tapi nanti deh, abang usahain ngundang dia makan malam."

Mata Qyara membesar, tergambar jelas rona bahagia di wajahnya. "Serius, Bang?"

Sehan mengangguk, menarik garis senyum tipis. "Iya, udah sana. Bentar lagi masuk."

Qyara memajukan wajahnya, mencium pipi sang kakak, kemudian meraih tangan Sehan untuk dia Salami.

"Bye Bang Sehan. Hati-hati ya, kerjanya."

Qyara menyandang tasnya, turun dari mobil dengan perasaan riang gembira. Sehan hanya berdecak melihat tingkah adik-adiknya yang terkadang cukup membuat pusing kepala.

-o0o-

"Pak, Chagra. Bagaimana Qyara?" tanya seorang guru yang berada di samping kiri meja Chagra.

Chagra tampak mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan yang ditujukan padanya. Guru fisika ini menanyakan bagaimana Qyara, jelas Chagra tidak tahu bagaimana keadaan Qyara, dia bukan orang tua, kakak, keluarga atau wali kelas Qyara.

"Maaf, gimana, Bu? Saya kurang paham," aku Chagra sembari menarik garis senyum tipis.

"Maksudnya, gimana keputusan Qyara, apakah anak itu bersedia ikut menjadi peserta olimpiade?"

Chagra memutar kursinya ke arah kiri. Sedikit mendekat. "Bu, saya mau bertanya. Memangnya harus Qyara? Bagaimana dengan murid lain, katakanlah kemampuannya di bawah Qyara, tapi saya yakin jika dilatih mungkin bisa menyamai atau di atas kemampuan Qyara."

"Sayangnya, Cendikia Luhur masih sangat penasaran dengan keturunan Wistara dalam kompetisi ini."

Chagra menautkan alisnya, sungguh dia tidak mengerti maksud dari semua ini.

"Tidak usah dipikirkan, nanti Pak Chagra mengerti sendi-"

"Selamat pagi, Pak Agra. Eh, ada ibu guru fisika. Selamat pagi, Bu. Cantik banget Ibu hari ini, pakai hijab hijau muda. Jadi mirip sama Fatin Shidqia lagi iklan sampo," celetuk Qyara yang sudah berdiri di antara meja kedua gurunya.

Guru fisika itu hanya menggeleng seraya berdecak kecil. Tersenyum tipis memperhatikan tingkah Qyara.

"Kamu ini, pasti ada sesuatu. Hayo mau ngapain ke ruang guru pagi-pagi."

Qyara menyengir, niatnya ke ruang guru sudah bisa dibaca oleh sang guru. "Ibu tahu aja, sih."

"Ibu ini satu tahun jadi wali kelas kamu, Qyara. Ibu paham betul tingkah laku serta pola pikir anak-anak ibu."

Benar. Guru ini pernah menjadi wali kelas Qyara sewaktu di kelas sepuluh. Pasti paham bagaimana karakter Qyara atau bahkan muridnya yang lain.

"I-itu, Bu. Aku mau ada perlu sama Pak Agra. Mau ngomong sesuatu penting. Soal olimpiade. Ya, soal ikut olimpiade matematika," ujar Qyara berdalih.

Sang guru tersenyum simpul. "Kamu mau ikut olimpiade itu, Qyara? Lebih baik kamu dan Pak Chagra membicarakannya di sana saja. Agar lebih enak dibicarakannya, tidak begitu bising."

"Pengertian banget sih, Ibu. Makasih, ya, Bu."

Qyara bergerak melangkah ke depan meja Chagra, tangannya yang menenteng paper bag dia simpan di belakang punggung.

"Yuk, Pak," ajak Qyara.

"Kenapa harus di sana? Di sini saja, 'kan bisa. Apa yang mau kamu sampaikan."

Tanpa dipersilakan, Qyara sudah menarik kursi di hadapannya, merebahkan tubuhnya. Paper bag yang semula dia genggam, kini diangsurkan ke hadapan Chagra.

"Ini sarapan buat Bapak. Minumnya sudah aku ganti. Susu pisang, sesuai request Bapak."

Suara dehaman keras berasal dari samping kiri menyentak Chagra. Atensinya beralih ke sumber penghasil suara.

"Aduh, maaf, Pak Chagra. Saya tidak sengaja mendengarnya," ucap sang guru kikuk.

Chagra bangkit keluar dari meja kerjanya, bola matanya melirik Qyara seolah memberi isyarat untuk mengikutinya. Qyara cukup peka dalam hal ini, langkahnya pun teranyun menuju meja di ruang sebelah, di mana ruangan yang biasa guru BK untuk memberikan konseling pada murid yang bermasalah.

"Katakan bagaimana keputusan kamu."

Tanpa basa-basi, Chagra membuka suara langsung membahas tentang olimpiade matematika. Qyara kikuk, karena jujur saja dia belum memutuskan apa-apa. Tujuannya ke ruang guru hanya untuk memberikan Chagra sarapan buatannya.

"Kenapa diam? Kamu mau membahas soal olimpiade, 'kan?" Chagra menyandarkan bahunya pada sofa. Tatapan datar dan tangan terlipat di depan dada kian mengintimidasi keadaan Qyara.

Qyara bingung, tidak tahu harus menjawab apa. Otaknya bekerja mencari ide apa yang harus dia katakan.

"Kalau tidak ada yang mau disampaikan silakan kamu kem-"

"Aku mau ikut, tapi ada syaratnya," jawab Qyara memotong sebelum berakhir diusir dari sana.

Aduh, Clei. Lo ngomong apaan, bego. Syarat apaan coba? Tolong gue dong!

"Katakan apa syaratnya," tantang Chagra.

Chagra sudah muak dengan segala drama olimpiade ini. Dia menyesal telah menyanggupi tugas membujuk Qyara agar mau mengikuti olimpiade. Jika bisa memutar waktu, Chagra akan memilih untuk abai pada rapat dewan guru tempo hari.

"60 hari ke depan, Bapak membimbing saya. Saya mau jam tambahan tidak dilakukan di sekolah, tapi di tempat lain. Entah di rumah saya, rumah Bapak, kafe atau di tempat lainnya."

Hanya itu yang melintas di otak Qyara. Lagi-lagi ucapannya ada niat lain di baliknya. Kalau dia luar sekolah, bisa sekalian PDKT atau latihan ngedate.

"Baik, akan saya bicarakan dengan kepsek dan dewan guru," jawab Chagra mantap.

"Pak." Qyara tersenyum jahil menatap Chagra yang dengan air muka masih datar. "60 hari ke depan aku akan buat Bapak suka sama aku," cicit Qyara.

"Saya pastikan, setelah 60 hari ke depan tidak akan ada perubahan. Di sekolah kamu tetap murid saya. Dan luar kamu adik teman saya!"

Tanjung Enim, 4 Januari 2021

Hai, apa kabar? hari Senin waktunya masuk sekolah. Bagaimana di tempat kalian masih sekolah daring atau sudah tatap muka?

Salam Sayang ❤️
RinBee

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top